1.000 Nyawa Hilang Setiap 1 Jam: Hipertensi Jadi Silent Killer
Acos Abdul Qodir September 27, 2025 03:32 AM

Ringkasan Utama

WHO mengungkap 1,4 miliar orang hidup dengan hipertensi, namun hanya satu dari lima yang berhasil mengendalikannya. Setiap jam, lebih dari 1.000 nyawa melayang akibat stroke dan serangan jantung yang bisa dicegah. Kesenjangan akses obat, lemahnya sistem kesehatan, dan minimnya edukasi membuat hipertensi menjadi pembunuh diam-diam di 99 negara.

  
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merilis laporan global terbaru yang menyebutkan bahwa 1,4 miliar orang di seluruh dunia hidup dengan hipertensi pada 2024. Namun hanya satu dari lima penderita yang berhasil mengontrol tekanan darahnya melalui pengobatan atau perubahan gaya hidup.

“Setiap jam, lebih dari 1.000 nyawa melayang akibat stroke dan serangan jantung akibat tekanan darah tinggi, dan sebagian besar kematian ini dapat dicegah,” kata Direktur Jenderal WHO, Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus, dalam Sidang Umum PBB ke-80, di Markas Besar PBB, New York, Amerika Serikat (AS), dilansir dari website resmi WHO, Jumat (26/9/2025).

Laporan tersebut menyoroti kesenjangan besar dalam ketersediaan obat hipertensi. Di negara berpenghasilan rendah, hanya 28 persen fasilitas kesehatan primer yang memiliki obat rekomendasi WHO secara lengkap. Sementara di negara berpenghasilan tinggi, angkanya mencapai 93 persen.

“Obat-obatan yang aman, efektif, dan terjangkau untuk mengontrol tekanan darah memang ada, tetapi terlalu banyak orang yang tidak bisa mendapatkannya,” ujar Dr Tom Frieden, Presiden Resolve to Save Lives.

WHO juga mencatat berbagai hambatan di lapangan:

  • Kebijakan promosi kesehatan masih lemah
  • Akses alat pengukur tekanan darah tervalidasi terbatas
  • Kurangnya protokol standar dan tenaga medis terlatih
  • Rantai pasokan obat tidak stabil
  • Harga obat tinggi
  • Sistem informasi kesehatan belum memadai

Akibatnya, dari 195 negara yang dianalisis, 99 di antaranya memiliki tingkat pengendalian hipertensi nasional di bawah 20 persen. Mayoritas penderita berada di negara berkembang dengan sumber daya kesehatan terbatas.

Meski demikian, WHO menyoroti sejumlah negara yang berhasil menekan hipertensi:

  • Bangladesh: Tingkat kontrol naik dari 15 persen ke 56% (2019–2025)
  • Filipina: Sukses menerapkan paket teknis HEARTS WHO
  • Korea Selatan: Mencapai 59% kontrol tekanan darah nasional dengan biaya obat murah

WHO menekankan pentingnya integrasi pengendalian hipertensi ke dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Tanpa langkah ini, negara berisiko menanggung kerugian ekonomi besar. Dari 2011–2025, penyakit kardiovaskular diperkirakan menelan biaya hingga US$3,7 triliun di negara berpenghasilan rendah dan menengah.

“Negara-negara memiliki alat untuk mengubah narasi ini. Dengan kemauan politik, investasi berkelanjutan, dan reformasi sistem kesehatan, kita bisa menyelamatkan jutaan nyawa,” ujar Dr Tedros.

Hipertensi adalah penyakit yang bisa dicegah dan diobati. Namun, tanpa tindakan nyata, lebih dari 10 juta jiwa akan terus melayang setiap tahun akibat tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol.

Apa Itu Hipertensi?

Hipertensi adalah kondisi medis ketika tekanan darah dalam arteri secara konsisten berada di atas batas normal. Sering disebut sebagai “silent killer,” hipertensi jarang menunjukkan gejala jelas.

Banyak penderita tidak menyadari kondisinya hingga terjadi komplikasi serius seperti stroke, serangan jantung, gagal ginjal, atau gangguan penglihatan.

Gejala yang kadang muncul meliputi sakit kepala, pusing, mimisan, atau rasa lelah berlebihan—namun ini sering diabaikan atau muncul saat tekanan darah sudah sangat tinggi. Pemeriksaan rutin adalah satu-satunya cara untuk mendeteksi dan mengendalikan hipertensi sejak dini.

 

 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.