Grid.ID- Muktamar X Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di Ancol, Jakarta Utara, Sabtu (27/9/2025), berubah ricuh saat proses pemilihan Ketua Umum. Beginilah kronologi Muktamar PPP ricuh hingga menuai sorotan publik.
Pada saat itu, sejumlah kader terlibat adu mulut. Bahkan, ada yang baku hantam dan kursi sempat melayang di ruang sidang.
Persaingan antara kubu pendukung Muhamad Mardiono dan Agus Suparmanto memanas, keduanya sama-sama mengklaim dukungan aklamasi. Situasi panas ini kemudian dikenal sebagai bagian dari kronologi muktamar PPP ricuh yang menorehkan catatan kelam bagi partai berlambang Ka’bah tersebut.
Kronologi Muktamar PPP Ricuh
Mengutip Tribun Timur, Minggu (28/9/2025), kericuhan bermula ketika Plt Ketua Umum PPP, Muhamad Mardiono, berpidato membuka jalannya Muktamar X. Dalam momen itu, peserta mulai terbelah dalam dua kubu.
Sebagian kader berteriak “Lanjutkan!” sebagai bentuk dukungan untuk Mardiono, sementara kelompok lain membalas dengan teriakan “Perubahan!” yang mengusung nama Agus Suparmanto, calon ketum eksternal dari PKB. Suasana semakin panas meski pembawa acara mencoba menenangkan dengan lantunan sholawat.
Ketegangan tak berhenti sampai di situ. Saat Mardiono keluar dari ruang sidang, sejumlah kader yang menolak kepemimpinannya meneriakkan slogan “Perubahan!”
Pendukung Mardiono merespons dengan teriakan balasan. Adu mulut tak terhindarkan, dan kericuhan berlanjut dengan aksi dorong-mendorong hingga pelemparan kursi. Beberapa kader mengalami luka di bagian kepala dan bibir akibat bentrokan tersebut.
Pihak keamanan internal PPP berusaha melerai, namun kedua kubu tetap saling menyerang. Wakil Ketua Umum DPP PPP, Rusli Effendi, meminta seluruh muktamirin menahan diri dan mengingat bahwa PPP adalah partai Islam yang tidak pantas diwarnai kekerasan.
Ia menegaskan agar peristiwa perpecahan seperti era Romahurmuziy dan Djan Farid tidak terulang kembali. Rusli mengingatkan bahwa konflik hanya akan semakin menjauhkan PPP dari rakyat.
Atas keributan tersebut, beberapa kader mengalami luka-luka. Bahkan ada yang harus dirawat di rumah sakit. "Ada beberapa kader kami yang saat ini sedang ada di rumah sakit, yang mengalami cedera di bagian kepala, kemudian di bagian bibir, dan lain sebagainya," kata Mardiono, dikutip dari Kompas.com.
Mardiono mengatakan, bakal menempuh proses hukum atas peristiwa yang merugikan kader PPP. Kata dia, proses demokrasi tidak boleh diwarnai tindakan inkonstitusional.
Mardiono Terpilih secara Aklamasi
Meski sempat diwarnai keributan, sidang muktamar tetap dilanjutkan secara tertutup. Pimpinan sidang, Amir Uskara, memastikan bahwa mayoritas DPW tetap solid mendukung Mardiono.
Sebanyak 30 DPW menyatakan dukungan aklamasi, membuat Mardiono akhirnya resmi ditetapkan sebagai Ketua Umum PPP. Keputusan ini disahkan setelah mayoritas peserta sepakat mempercepat jalannya muktamar agar kericuhan tidak berlarut.
Mardiono sendiri menyampaikan terima kasih kepada para ketua DPW, DPC, dan seluruh muktamirin yang memberi dukungan."Saya berterima kasih kepada para Ketua Wilayah, pengurus harian, serta panitia SC yang telah menyelenggarakan muktamar dengan baik. Meski sempat dicederai oleh pihak yang tidak bertanggung jawab, muktamar tetap berjalan sesuai aturan," tegasnya.
Mardiono menambahkan bahwa Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PPP telah mengatur mekanisme percepatan muktamar dalam situasi tertentu, sehingga keputusan dapat diambil secara sah oleh para muktamirin.
Muktamar X PPP yang semula diharapkan menjadi momentum konsolidasi, justru tercoreng oleh keributan antar kader. Kronologi muktamar PPP ricuh ini memperlihatkan bagaimana tarik-menarik kepentingan internal bisa menjurus ke kekerasan. Meski akhirnya Mardiono terpilih secara aklamasi, catatan hitam kericuhan ini menjadi peringatan keras bagi partai Ka’bah untuk lebih mengedepankan kesantunan dan persatuan dalam berdemokrasi.