Jalan Panjang Tawuran Bandarharjo vs Kuningan Semarang Utara : Eksistensi, Stigma dan Korban Jiwa
muh radlis September 29, 2025 01:30 PM

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Dua kelurahan di Kecamatan Semarang Utara Kota Semarang meliputi Bandarharjo dan Kuningan  memiliki sejarah panjang soal kasus tawuran.

Persoalan  ini sudah mulai muncul sejak tahun 80an dan terus terjadi hingga saat ini.

Setiap pekannya, hampir dipastikan ada tawuran antar dua daerah tersebut. Namun, warga membantah, aksi tawuran tersebut merupakan representasi permusuhan antar dua wilayah.

“Kami akui ada kejadian tawuran di wilayah kami, tapi bukan atas nama wilayah Kuningan dan Bandarharjo melainkan atas nama kelompok,” terang warga RT 8 RW 2, Bandarharjo, Badrus Sopyan (45)  kepada Tribun, Sabtu (27/9/2025). 

Para remaja yang melakukan tawuran sudah tidak mewakili wilayah terbukti pula ketika polisi menangkap seorang remaja berinisial Y pada Jumat (19/9/2025).

Y ditangkap karena melakukan pelemparan bom molotov saat tawuran di Jembatan Boom Lama, Kelurahan Kuningan.

Badrus mengungkap, remaja tersebut merupakan warga Bandarharjo tapi ikut ke kelompok remaja dari Kuningan.

 “Jadi sudah tidak lagi atas nama wilayah melainkan kelompok mana yang merasa mereka nyaman akan dibela,” tuturnya.

Selain itu, kata Badrus, kelompok remaja atau gangster itu melakukan tawuran di wilayah tempat tinggalnya tidak sepenuhnya remaja setempat melainkan remaja dari luar Bandarhajo.

Mereka ada yang berasal dari Pati, Grobogan, Kendal, dan Pekalongan.

Hal ini terungkap saat mereka berhasil ditangkap oleh polisi.  

Ketika polisi memeriksa identitasnya merujuk ke daerah tersebut. “Fenomena ini remaja dari luar daerah ikut tawuran di sini terjadi sejak  2-3 tahun lalu,” katanya.

Selain sudah tidak mewakili wilayah Bandarharjo, motif remaja pelaku tawuran juga telah bergeser.

Menurut Badrus, remaja saat ini yang melakukan tawuran hanya demi konten di media sosial dan eksistensi kelompoknya. Situasi berbeda terjadi pada era tahun 80an sampai 90an. 

Bandrus yang merupakan warga asli Bandarharjo itu mengungkap, dahulu ketika tawuran antar dua wilayah tersebut terjadi karena motif ekonomi seperti konflik lahan parkir, jasa keamanan dan lainnya.

“Dulu tawuran bikin warga takut langsung menutup pintu. Sekarang warga malah ikut menonton tawuran,” bebernya.

Heru sanjaya (48) warga Bandarharjo, Semarang Utara mengaku, pernah ikut menangkap para remaja di bawah umur yang tawuran di wilayahnya pada Juni 2025 saat tawuran antara kelompok Tambak dan Barutikung. Ketika diinterogasi ternyata mereka dari Kendal dan Jakarta.

“Ketika kami tangkap mereka mengaku ikut tawuran di Bandarharjo karena hanya main-main bikin konten tawuran,” ungkapnya.

Ia mengungkap, kejadian tawuran di wilayahnya hampir terjadi setiap hari.

Sebagai warga, ia tentu jengah kondisi itu hingga sempat nekat membubarkan tawuran di Jembatan Glodak Bandarharjo pada Maret 2025.

 “Saya bubarkan mereka malah saya mau dikeroyok. Saya ketika itu juga tabrakan motor di arena tawuran,” paparnya.

Heru mengatakan, para remaja tawuran sekarang tidak mengenal waktu dan keadaan. Dahulu tawuran akan berhenti lama ketika memakan korban jiwa, Sekarang, meskipun ada korban tidak berselang lama akan tawuran lagi.

“Dampaknya mengganggu lingkungan dan meresahkan warga sekitar. sebagai warga kita merasa sangat meresahkan dengan kejadian hampir tiap hari ada kejadian tawuran,” ungkapnya.

Sementara warga Kuningan, Semarang Utara menilai tawuran antar remaja dari dua wilayah tersebut sering terjadi karena merupakan turun temurun.

“Tawuran antar dua daerah ini sudah turun-temurun. Jaga nama. Ini lho saya warga Kuningan, Ini lho saya warga Bandarharjo,” kata Jati (47) warga Kuningan, Semarang Utara kepada Tribun, Jumat (26/7/2025).

Namun, ego kedaerahan itu kini semakin luntur. Sebab, warga dari kedua wilayah sudah saling bekerja sama menjaga keamanan.  

Kendati demikian, aksi tawuran acapkali terjadi yang dilakukan oleh para remaja di bawah umur.

Jati mengak, beberapa kali memergoki dua kelompok remaja yang melakukan tawuran di jembatan Boom Lama.

Ia tidak bisa berbuat banyak karena para remaja tersebut membawa senjata tajam berupa corbek senjata tajam yang panjangnya lebih dari satu meter. 

“Kasihan para pedagang di Pasar Boom Lama Kuningan yang jaraknya  sekitar 300 meter dari jembatan yang sering terjadi tawuran.

Mereka takut ketika melintas terus ada kelompok tawuran,” ujarnya.

Tak hanya menyebarkan ketakutan, akibat maraknya tawuran Kuningan juga mendapatkan stigma sebagai daerah rawan.

Jati menuturkan, bukti wilayah mereka mendapatkan stigma sebagai daerah yang rawan ketika kesulitan memesan ojek online  pada malam hari.

Ojol ketika itu takut masuk ke wilayahnya dengan alasan takut ada tawuran.  

“Ketika kita berelasi ketemu dengan orang luar lalu kita menyebut warga Kuningan mereka menganggap kita dari wilayah yang banyak orang nakal, padahal tidak seperti itu, kondisinya sudah berbeda,” ucapnya.

Eri Yuniarto (48)  Warga Kelurahan Kuningan, Semarang Utara mengaku heran masih maraknya tawuran di wilayahnya meskipun sudah ada banyak korban termasuk korban meninggal dunia.

Pemuda itu berinisial NTO yang tewas saat dua kelompok dari Kuningan dan Bandarharjo tawuran di Jembatan Puter, depan Puskesmas Bandarharjo, Peristiwa ini terjadi pada Agustus 2024 lalu.

Pria yang juga menjabat sebagai ketua RT 8 RW 2 itu mengungkap, ada remaja di wilayahnya sampai tiga kali ditangkap polisi akibat tawuran.

“Remaja RT sebelah ada yang sampai enam kali,” katanya.

Para remaja yang tawuran sekarang lebih menakutkan karena menggunakan senjata tajam dengan ukuran lebih dari satu meter.

Bahkan, ada yang sampai menggunakan bom molotov. Mereka juga lebih terorganisir karena menantang lawannya melalui media sosial.

“Ketemu di mana dan jam berapa juga dilakukan di media sosial,” tuturnya.

Meskipun ada pergeseran penggunaan alat untuk tawuran, menurut Eri para remaja di wilayahnya melakukan tawuran di tempat-tempat favorit mereka seperti Jembatan Boom Lama atau Jalur Gaza, Jembatan Glodak, Jembatan Puter, dan Kabana.


Ada Intel dari Gangster

Warga Bandarharjo dan Kuningan mengklaim sudah melakukan langkah-langkah pengamanan untuk mencegah adanya tawuran di wilayahnya.

Namun, para remaja selalu menyiasatinya dengan cara melakukan tawuran ketika petugas keamanan lengah.

“Kami jaga dari malam sampai jam 3 dini hari. Selepas kami pulang mereka baru turun ke lapangan untuk tawuran.

Kami ada batasan lelahnya berbeda dengan para remaja tersebut kuat melek semalam suntuk karena diduga konsumsi miras atau pil koplo Yarindo,” terang Jati warga Kuningan.

Warga Kuningan lainnya Eri Yuniarto menilai, para remaja tersebut tampaknya ada yang bertugas untuk mengintai petugas keamanan baik dari kepolisian maupun dari warga melalui siskamling.

Sewaktu warga lengah barulah mereka beraksi. “Kami jaga di pos itu hampir setiap hari sampai pukul 3 atau 4 dini hari. 

Mereka sepertinya ada intelnya sendiri lihat ke posko kami ada orang atau tidak. Kami yakin ada trik-trik itu dari mereka,” ungkapnya yang merupakan sekretaris  Kelompok Sadar Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Pokdarkamtibmas) Kelurahan Kuningan.

Warga Bandarharjo, Badrus Sopyan mengatakan, para remaja pelaku tawuran sudah memantau para petugas keamanan kampung.

Para petugas yang terbatas waktu dan tenaga berjaga dari pukul 20.00 WIB sampai pukul 02.00, maka mereka akan melakukan tawuran pada pukul 03.00. 

“Seperti tadi pagi saja di ada tawuran lagi di Bandarharjo yang terjadi pada pukul 05.00 saat petugas baru pulang jaga pukul 04.00,” terangnya. Mereka mengusulkan ada patroli secara bergantian antara warga dan polisi agar para remaja tidak ada celah waktu untuk melakukan tawuran.

 

Bukan Penyebab Tunggal 

Warga sepakat kenakalan remaja berupa aksi tawuran memiliki penyebab yang kompleks.

Eri mengatakan, pengamatannya di lingkungan sekitar para anak yang terlibat tawuran karena faktor budaya, sosial dan ekonomi. Soal budaya, mereka menganggap tawuran bagian dari kebiasan di wilayah itu.

Kemudian pada sisi sosial, mereka ikut tawuran karena terpengaruh lingkungan.

“Faktor ekonomi juga masuk karena bisa jadi mungkin keluarga broken home kurang pengawasan dan perhatian orang tua.

Penyebabnya bukan penyebab tunggal tapi kompleks,” terangnya.

Ia menilai, kasus tawuran melibatkan para remaja dapat ditekan dengan dukungan dari keluarga mereka masing-masing.

Orangtua perlu memberlakukan jam malam bagi anak-anak mereka.  “Pencegahannya dari dari keluarga dulu karena kalau sudah terpapar dari luar anak sudah susah,” tuturnya.

Pendapat berbeda diungkapkan Badrus. Ia menyebut, para remaja yang sekarang melakukan tawuran hanya demi eksistensi dan konten media sosial.

Berbeda dengan tawuran pada zaman dahulu yang adu kekuatan untuk saling mengalahkan.  

“Kalau sekarang ini satu tawuran itu dibuat konten. masing-masing kedua belah pihak pakai HP untuk merekam.

Yang kedua masyarakat ini melihat bahwa ini jadi ajang eksistensi saja. Jadi semacam kayak perlombaan tawuran,” ucapnya.

Warga Kuningan, Jati meminta polisi lebih masif melakukan patroli siber untuk mengidentifikasi akun-akun media sosial yang digunakan oleh para gangster atau kelompok remaja yang melakukan tawuran.

“Mereka banyak membuat akun-akun di media sosial dengan nama-nama gangster tertentu,” bebernya.

 

Langkah Kepolisian 


Kepala Unit Reserse Kriminal (Kanit Reskrim) Polsek Semarang Utara Iptu Emut sumarsono menyebut, wilayah Kelurahan Bandarharjo dan Kuningan merupakan dua wilayah yang sering menjadi tempat tawuran.

Pihaknya sempat mendapatkan selentingan bahwa tawuran di kawasan  itu merupakan kearifan lokal.

“Saya tidak sepakat tawuran sebagai kearifan lokal. Budaya yang baik itu kan gotong royong bukan tawuran,” paparnya.

Emut mengungkap, maraknya tawuran di tempat tersebut karena faktor pendidikan dan ekonomi.

“Lihat saja di daerah yang pendidikan bagus dan kesejahteraan mencukupi maka tidak terjadi hal itu,” katanya.

Untuk mengatasi hal itu, pihaknya mengklaim telah melakukan patroli rutin setiap malam.

Adapula patroli khusus terutama pada sabtu malam atau tiap akhir pekan.  

Patroli itu melbatkan unit Sabhara, Pembinaan Masyarakat (Binmas) dan Lalu Lintas (Lantas). Kelompok Pokdarkamtibmas Mandali juga turut dilibatkan.

“Namun, kami kadangkala kecolongan. Kami pulang jam 4 pagi ternyata tawuran jam 5 pagi, terus kami kembali ke lokasi ternyata sudah bubar,” katanya.

Emut menyebut, tidak memiliki data terperinci kejadian tawuran di wilayahnya.

Akan tetapi, ia hampir setiap pekan mendapatkan informasi ada kejadian tawuran di wilayahnya termasuk dari wilayah Bandarharjo dan Kuningan.

“Ada beberapa remaja yang kami tangkap karena tawuran tetapi kami hanya lakukan pembinaan karena mereka masih di bawah umur,” terangnya. 

Kasus tawuran antar kelompok remaja di Bandarharjo dan Kuningan Kecamatan Semarang Utara merupakan potret kecil.

Persoalan ini secara lebih luas terjadi hampir di seluruh wilayah Kecamatan di Kota Semarang.

Ini tampak dari data Polrestabes Semarang yang telah membubarkan 19 kelompok gangster di Kota Semarang pada tahun 2024.

Belasan kelompok gangster ini di antaranya Kokar 411 (Komando Karanganyar) , Belanda (Belakang Ada - Banyumanik), Mecil (Metal Kecil), Mafia Mesir (Mesjid Kiri), Yes You, Sukun Stres dan lainnya.

Sementara kasus berkaitan dengan gangster yang telah menangani ada sebanyak 101 kasus pada tahun 2024.

Rinciannya, sebanyak 44 kasus dibawa  ke ranah hukum dengan sebanyak 77 orang ditahan.

Adapun sebanyak 57 kasus dilakukan pembinaan dengan sebanyak 173 orang dikembalikan ke orangtua dan sekolah.

Korban meninggal dunia akibat pertarungan antar gangster ada 4 orang  tawuran antara Bandarharjo dan Kuningan (Semarang Utara), Puri Anjasmoro (Semarang Barat, Tugu (Kecamatan tugu), dan Kelud (Kecamatan Gajahmungkur).

Melihat masih tingginya kasus gangster, Polrestabes Semarang membentuk tim khusus (timsus) yang khusus menanangi kelompok gangster.

Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasatreskrim) Polrestabes Semarang Andika Dharma Sena mengatakan, timsus penanganan gangster telah dibentuk hingga tingkat Polsek. 

Tim tersebut terdiri dari tim Opsnal (Operasional) dan Jatanras (Kejahatan dengan Kekerasan).

“Setiap ada kejahatan gangster selalu ditindaklanjuti oleh Polsek dan Polres. Ketika ada korban kami pasti melakukan pengungkapan,” tandasnya. (Iwn)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.