Jakarta harus siap menjadi tempat yang ramah, mudah digapai dengan syarat dan ketentuan yang masuk akal bagi pelaku industri film

Jakarta (ANTARA) - Jakarta yang bersiap menuju kota global punya sederet mimpi besar. Setelah menyandang predikat sebagai kota literatur pada tahun 2021 dari UNESCO, kini Ibu Kota bercita-cita menjadi kota sinema.

Cita-cita tersebut bukan hal yang mustahil terwujud, apalagi karena industri film telah menjadi bagian penting yang menggerakkan perekonomian kreatif di Jakarta.

Berdasarkan perhitungan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Ekonomi Kreatif DKI Jakarta 2024, subsektor film, animasi, dan video tumbuh lebih tinggi (6,22 persen) jika dibandingkan dengan pertumbuhan PDRB DKI Jakarta secara keseluruhan (5,04 persen).

Optimisme menjadi kota sinema juga didukung 141 rumah produksi yang ada, sebanyak 80 persennya berdomisili di Jakarta. Rumah produksi tersebut menghasilkan sebanyak 42.331 judul film yang masuk Lembaga Sensor Film dan 285 di antaranya lulus sensor.

Langkah mewujudkan kota sinema yang berbudaya dan seni pun dilakukan dengan memberikan kemudahan perizinan hingga kebutuhan lainnya.

Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disparekraf) DKI Jakarta Andhika Permata menyatakan siap memfasilitasi sineas untuk syuting di Jakarta melalui platform Filming in Jakarta.

Fasilitas yang disiapkan termasuk aset-aset milik Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Jakarta seperti PT Pembangunan Jaya Ancol dan Jakarta Experience Board (JxB).

Tujuannya bukan sekadar ingin Jakarta sebagai lokasi syuting, tetapi juga memperlihatkan kota sebagai ekosistem yang kondusif bagi pertumbuhan industri secara keseluruhan.

Apalagi Jakarta sejak era produksi film negara telah menjadi latar bagi rumah produksi untuk menciptakan film yang menggambarkan kehidupan, dinamika, serta perkembangan kota dan masyarakatnya seperti "Njai Dasima", "Si Doel Anak Sekolahan", "Janji Joni" hingga film-film modern yang menorehkan prestasi di kancah nasional maupun internasional.

Lalu untuk semakin menarik minat sineas menjadikan Jakarta sebagai lokasi syuting, lembaga bernama Komisi Film Jakarta akhirnya diinisiasi untuk dibentuk sebagai lembaga pelayanan One Stop Service (OSS) atau Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP).

Fungsinya bukan hanya tentang perizinan, namun juga database lokasi syuting, penghubung dengan talenta lokal, dan promotor utama Jakarta sebagai destinasi produksi film.

Ini seperti yang dimiliki kota-kota di dunia seperti Busan, Korea Selatan; Hong Kong, Tokyo; Jepang, hingga kota di Belanda.

Dukungan pun diberikan oleh sejumlah lembaga festival film, seperti diungkapkan Wakil Gubernur Jakarta Rano Karno saat menghadiri Festival Film Cannes, Prancis pada Mei 2025.

Adapun Komisi Film Jakarta menjadi bagian dari agenda besar dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) DKI Jakarta. Ini lantaran sektor film menjadi sebagai salah satu prioritas utama di antara pembangunan infrastruktur lainnya.

Tak sampai di sana, Pemprov DKI Jakarta juga terus menguatkan kolaborasi dengan berbagai pihak untuk membangun potensi Jakarta sebagai kota sinema.

Salah satunya, dengan aktivasi Kawasan Kota Tua sebagai sentra ekonomi kreatif yang membutuhkan penguatan bersama Kementerian Pariwisata dan Kementerian Ekonomi Kreatif, serta berbagai pemangku kebijakan lainnya.

Gayung bersambut, Kementerian Ekonomi Kreatif mendukung kolaborasi dengan Pemprov DKI Jakarta untuk aktivasi kota Jakarta sebagai kota ekonomi kreatif, khususnya berbasis sinema.

Dukungan ini diwujudkan melalui berbagai kegiatan ekonomi kreatif, mulai 2025 hingga 2027 untuk menyongsong lima abad Jakarta sebagai jati diri Indonesia.

Adapun saat ini, Jakarta masih berproses menyandang predikat sebagai kota sinema. Pemprov DKI Jakarta bersama Komite Nasional Indonesia untuk UNESCO sedang melengkapi dokumentasi untuk menjadikan Jakarta sebagai kota sinema dalam konteks UCCN, yakni jaringan kota kreatif UNESCO (The UNESCO Creative Cities Network).

Angin optimisme

Visi Jakarta menjadi kota sinema mendapat tanggapan positif dari sineas di tanah air, salah satunya produser film dari Visinema Studios, Anggia Kharisma.

Menurut dia, cita-cita Jakarta sebagai kota sinema berarti menjadikan film sebagai DNA yang bukan hanya sekadar hiburan, melainkan juga pendorong identitas bangsa, identitas kota Jakarta, dan mendukung ekonomi kreatif.

Untuk mencapai tujuan ini tentu bukan hal mudah, namun bukan tak mungkin. Jakarta Film Commision memang dibutuhkan. Semua pelaku industri perfilman harus berada dalam satu pintu perjalanan untuk melakukan semua kegiatan yang terkait film.

Anggia mengistilahkannya dengan Jakarta Film Office yang fungsinya juga termasuk memperluas distribusi film sekaligus menjadikan Jakarta sebagai lokasi penyelenggaraan festival film.

Dia kemudian membahas tentang Festival Film Animasi Internasional Annecy, sebuah festival film khusus animasi tertua di dunia yang diadakan di Annecy, Prancis.

Annecy merupakan kota di antara gunung dan danau yang fokus pada industri animasi. Sementara Jakarta dengan keindahan kota termasuk gugus pulau, yakni Kepulauan Seribu, yang bisa mengusung berbagai genre film.

Karenanya, Jakarta berpotensi menjadi kota sinema dan perhelatan festival film. Namun pertanyaannya, mampukah meningkat potensi itu menjadi sesuatu yang nyata?

"Sebenarnya Jakarta dan bahkan Indonesia generasi mudanya gokil loh (kreatif)," kata Anggia.

Di sisi lain Jakarta harus siap menjadi tempat yang ramah, mudah digapai dengan syarat dan ketentuan yang masuk akal bagi pelaku industri film.

Dengan begitu, pengalaman seperti dirasakan Anggia yakni jalan perizinan yang panjang akibat perbedaan regulasi antara organisasi perangkat daerah (OPD) dan bahkan BUMD di Jakarta, tak kembali terjadi di masa depan.

Lebih dari itu, fasilitas lain seperti akomodasi, hotel, penginapan, makan dan minum, serta kesehatan juga harus benar-benar disiapkan.

Saat ini Jakarta tercatat memiliki 448 hotel berbintang dengan lebih dari 50.000 kamar, transportasi yang terintegrasi, serta 6.493 restoran yang juga siap mendukung kota sebagai pusat Meetings, Incentives, Conventions dan Exhibitions (MICE) di Indonesia.

Potensi-potensi tersebut tampaknya sudah mendukung Jakarta yang mungkin selangkah atau dua langkah lagi menjadi kota sinema. Kabar baik dari UNECSO pun masih dinantikan hingga kini.