Ringkasan Utama
Menteri Ekonomi Kreatif Teuku Riefky Harsya menyebut sektor ekonomi kreatif sebagai mesin baru pertumbuhan ekonomi nasional. Dengan kontribusi Rp1.500 triliun terhadap PDB dan penyerapan 26,5 juta tenaga kerja, ekraf kini menjadi tulang punggung ekonomi berbasis inovasi dan budaya lokal.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Menteri Ekonomi Kreatif Teuku Riefky Harsya meyakini bahwa sektor ekonomi kreatif (ekraf) akan menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi Indonesia. Keyakinan itu ia sampaikan saat berbincang dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network, Febby Mahendra Putra, di Kantor Redaksi Tribunnews, Jakarta, Selasa (30/9/2025).
Menurut Teuku, ekraf mulai masuk dalam nomenklatur pemerintahan sejak 2011, di era Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Saat itu, Kementerian Pariwisata menyertakan ekonomi kreatif sebagai bagian dari struktur kementerian.
“Menteri pertamanya Bu Mari Pangestu. Bukan dari pariwisata, bukan juga pegiat ekraf, tapi seorang ekonom,” ujar Teuku.
Ia menilai, sejak saat itu arah kebijakan sudah menunjukkan bahwa ekonomi kreatif akan menjadi mesin baru pertumbuhan ekonomi nasional.
“Sudah dilihat bahwa ekonomi kreatif ini akan menjadi mesin baru pertumbuhan ekonomi sebuah negara,” katanya.
Pada periode pertama Presiden Joko Widodo (Jokowi), sektor ini diubah menjadi Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) yang dipimpin oleh Triawan Munaf.
Namun, menurut Teuku, bentuk badan dinilai kurang maksimal dalam hal komunikasi lintas kementerian dan kerja sama internasional.
“Sebagian menganggap lebih efektif kalau bentuknya kementerian, terutama untuk komunikasi lintas K/L maupun dengan pihak luar negeri,” jelasnya.
Di periode kedua pemerintahan Jokowi, Bekraf dilebur kembali ke dalam Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, yang sempat dipimpin oleh Wishnutama dan kemudian Sandiaga Uno.
Teuku menyebut, di era Presiden Prabowo Subianto, struktur kelembagaan ekonomi kreatif diperkuat dengan pemisahan fungsi antara kementerian dan badan.
“Artinya, kementerian untuk membuat kebijakan regulasi, badan untuk implementasi atau kegiatan teknisnya. Supaya ini kuat,” pungkas Teuku.
Data Kementerian Ekonomi Kreatif menunjukkan bahwa pada akhir 2024, sektor ekraf menyumbang lebih dari Rp1.500 triliun terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional dan menyerap 26,5 juta tenaga kerja.
Nilai ekspor produk kreatif juga melonjak dari US$15 miliar pada 2023 menjadi lebih dari US$25 miliar di 2024.
Kemenekraf menargetkan kontribusi ekraf terhadap PDB mencapai 8 persen pada 2029, dengan pertumbuhan ekspor 5,96%, penyerapan tenaga kerja 27,66 juta orang, dan investasi 8,08%.
Teuku juga menekankan pentingnya pengembangan desa kreatif sebagai pusat pertumbuhan ekonomi berbasis potensi lokal. Salah satu contoh adalah Desa Tanggilingo di Gorontalo, yang dikenal sebagai pusat sulaman Karawo dan industri kuliner kue Karawo.
Produksi kue ini mencapai 13.000 toples menjelang Idul Fitri dan dipasarkan ke berbagai daerah.
Selain itu, pemerintah mendorong pemanfaatan kecerdasan buatan (AI) untuk mempercepat inovasi di subsektor kreatif seperti desain, animasi, game, dan pemasaran digital. Dengan 185 juta pengguna internet dan 139 juta pengguna media sosial, Indonesia memiliki modal besar untuk mengembangkan ekosistem AI kreatif.
“AI bisa mempercepat produksi, membuka pasar global, tapi kreativitas manusia tetap jadi pusat. AI adalah kolaborator, bukan pengganti kreator,” tegas Teuku.
Kemenekraf juga menyiapkan kerangka strategis untuk perlindungan hak cipta dalam ekosistem AI, termasuk mekanisme lisensi dan literasi digital bagi pelaku kreatif.