...Tes DNA menjadi solusi terakhir apabila identifikasi visual maupun sidik jari tidak memungkinkan
Surabaya (ANTARA) - Kepala Bidang Kedokteran dan Kesehatan (Kabiddokkes) Kepolisian Daerah Jawa Timur Komisaris Besar Polisi M Khusnan menyatakan proses identifikasi jenazah korban ambruknya musala Pondok Pesantren Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo, diperkirakan membutuhkan waktu sekitar tiga hari.
"Tes DNA menjadi solusi terakhir apabila identifikasi visual maupun sidik jari tidak memungkinkan. Waktu yang dibutuhkan untuk hasil tes DNA bisa cepat atau lambat, namun dalam kasus terbaik sekitar tiga hari," kata Khusnan saat memberikan keterangan pers di RS Bhayangkara Surabaya, Jumat malam.
Ia menjelaskan delapan kantong jenazah korban telah diterima tim Disaster Victim Identification (DVI).
Dari jumlah itu, lima jenazah sudah melalui proses identifikasi namun masih memerlukan pendalaman lebih lanjut, sedangkan tiga jenazah lainnya masih dalam tahap pemeriksaan.
Menurut Khusnan, identifikasi paling efektif dilakukan dengan data gigi, khususnya bagi korban yang memiliki riwayat pemeriksaan gigi atau foto panoramik.
Sidik jari juga dapat digunakan, tetapi kondisinya kini banyak yang rusak akibat faktor alamiah karena jenazah telah lebih dari tiga hari.
"Oleh karena itu, kami juga menyiapkan pemeriksaan DNA sebagai metode terakhir. Besok pagi sampel DNA yang sudah diambil dari keluarga akan langsung kami kirim ke Pusat Kedokteran dan Kesehatan Kepolisian Republik Indonesia (Pusdokkes Polri)," ujarnya.
Sejauh ini tercatat 57 sampel DNA dari keluarga yang melapor kehilangan anggota keluarganya. Jumlah itu masih bisa berubah karena kemungkinan ada tambahan laporan dari masyarakat.
Khusnan menambahkan dukungan data ante mortem keluarga sangat dibutuhkan untuk mempercepat proses identifikasi, mulai dari foto terakhir korban, pakaian terakhir yang dikenakan, hingga barang-barang pribadi.
"Data identitas harus diberikan keluarga, bukan oleh tim, agar tidak salah identifikasi," katanya.
Lebih lanjut, ia menegaskan secara umum kondisi jenazah masih utuh, meskipun ada bagian tubuh yang mengalami kerusakan akibat proses alamiah, bukan karena kekerasan.
Seluruh proses identifikasi dilakukan dengan mengikuti panduan internasional, salah satunya dari Prancis.
Khusnan menekankan bahwa tim tidak meneliti penyebab pasti kematian korban karena musibah ini bukan tindak kriminal.
"Karena ini bencana akibat bangunan runtuh, maka fokus kami adalah identifikasi korban, bukan penyebab kematiannya," ucapnya.
Dari pengalaman kasus sebelumnya seperti peristiwa kapal tenggelam di Banyuwangi, semua jenazah akhirnya dapat teridentifikasi meskipun kondisi lebih sulit.
Oleh karena itu, ia optimistis seluruh korban Ponpes Al Khoziny juga bisa teridentifikasi.