SURYA.co.id | SURABAYA - Pengadilan Negeri (PN) Surabaya menjatuhkan vonis hukuman penjara 4 bulan kepada para terdakwa kasus pengepulan atau penggelapan BBM bersubsidi.
Kasus pertama menjerat terdakwa bernama Tomi Ali, yang diadili karena menyalahgunakan distribusi biosolar yang seharusnya diperuntukkan bagi nelayan.
Atas perbuatannya, ia dikenakan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi juncto Pasal 40 angka 9 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
“Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta menyalahgunakan niaga bahan bakar minyak yang disubsidi. Karena itu menjatuhkan pidana penjara selama empat bulan dan pidana denda sejumlah Rp15.000.000. Apabila denda tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama satu bulan,” bunyi amar putusan.
Terdakwa yang selama proses sidang tidak ditahan itu Ali mendapat pasokan liter biosolar subsidi dari Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) AKR di Tanjung Bumi, Bangkalan, milik H Martolo.
Bahkan pernah sampai memborong 8.000 liter, yang kemudian sengaja ditimbun di gudang miliknya di Bulukagung, Kecamatan Klampis, Bangkalan.
Stok biosolar subsidi yang sudah dikumpulkan kemudian dijual lagi ke pembeli besar.
Ia mematok harga Rp8.700 per liter, jauh di atas harga resmi.
Padahal, berdasarkan harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah, seharusnya hanya Rp6.800 per liter.
Untuk bisa mendapat pasokan banyak, Tomi sengaja membayar lebih mahal ke SPBN.
Dari harga resmi Rp6.800 per liter, ia rela menebus Rp7.950.
Dengan dijual Rp8.700, selisih keuntungannya memang hanya Rp750 per liter.
Tapi orderan yang dilayani langsung kuantitas besar, sehingga tetap bisa mengantongi untung jutaan rupiah dari sekali jual.
Bisnis gelap itu dibongkar Satreskrim Polrestabes Surabaya pada 13 Juni 2025.
Penangkapannya merupakan hasil pengembangan dari penyelidikan sebelumnya.
Awalnya, aparat kepolisian menghentikan truk tangki Isuzu bernopol L-8515-UR bertuliskan PT Cahaya Pratama Energy di kawasan Kenjeran.
Ketika diperiksa, tangki tersebut berisi 5.000 liter biosolar subsidi.
Sumarji, sopir truk yang juga diadili sebagai terdakwa, saat itu tidak bisa menunjukkan surat asal barang.
Polisi kemudian meminta Sumarji menghubungi atasannya.
Tak lama, Bagas Shihabudin selaku Direktur PT Cahaya Pratama Energy bersama komisarisnya, Rachmad Arga Dumilang, datang.
Dari hasil penyelidikan, diketahui biosolar subsidi dalam truk tersebut dibeli dari Tomi Ali.
Ia menjadi pemasok bahan bakar untuk perusahaan swasta itu.
Rencananya, 5.000 liter biosolar tersebut akan dijual oleh PT Cahaya Pratama Energy ke PT Tonggak Ampuh Malang.
Perusahaan produsen beton tiang listrik di Kota Malang itu sepakat membeli dengan Rp12.650 per liter.
Komplotan dari PT Cahaya pun akhirnya ikut dijerat pasal yang sama seperti Tomi Ali.
Hukuman yang dijatuhkan majelis hakim pun seragam, empat bulan penjara.
Para terdakwa menyatakan menerima putusan itu tanpa mengajukan banding.
Khusus, hukuman bagi kalangan PT Cahaya juga dikurangi dari masa tahanan yang sudah dijalani.
Bagas Shihabudin dan kawan-kawannya (dkk) sepakat menerima hukuman itu.
Jika dihitung, sebenarnya Bagas Shihabudin CS menjalani empat bulan penjara sejak masa penahanan pada 13 Juni lalu.
Artinya tak lama dari vonis dibacakan, ketiganya bisa kembali menghirup udara bebas.