Saat Luhut Akui Keuangan Proyek Kereta Cepat Sudah Busuk Sejak Awal
kumparanBISNIS October 18, 2025 08:40 AM
Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan mengakui proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh telah bermasalah sejak awal. Ia menyebut kondisi proyek tersebut sudah tak sehat ketika dirinya ditunjuk untuk menanganinya beberapa tahun lalu.
Menurut Luhut, saat itu pemerintah langsung melakukan audit terhadap proyek tersebut dengan melibatkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Langkah ini diambil untuk mengetahui kondisi riil dan memperbaiki struktur pembiayaan yang bermasalah.
“Lalu kita coba perbaiki, kita audit, BPKP ikut, kemudian kita berunding dengan China,” ujarnya.
Luhut menegaskan, persoalan utama proyek Whoosh saat ini tinggal pada tahap restrukturisasi utang. Ia menepis anggapan bahwa pemerintah bakal menggunakan dana APBN untuk menutup kewajiban proyek.
“Kita ribut soal Whoosh, masalahnya apa sih? Whoosh itu kan tinggal restrukturisasi aja. Siapa yang minta APBN? Tak ada yang pernah minta APBN,” tuturnya.
Pernyataan ini juga menanggapi sikap Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa yang menolak penggunaan APBN untuk membayar utang proyek tersebut. Menurut Luhut, tak satu pun pihak pernah mengajukan permintaan tersebut.
“Siapa yang minta APBN? Tidak ada yang pernah minta APBN,” ucapnya kembali.
Ia menjelaskan, pemerintah bersama Danantara kini tengah menunggu terbitnya Keputusan Presiden (Keppres) untuk membentuk tim khusus yang akan menangani restrukturisasi pembiayaan proyek. Tim ini nantinya akan bernegosiasi langsung dengan pihak China.
“Kita tinggal tunggu Keppres mengenai timnya. Saya sudah koordinasi dengan Pak Rosan (CEO Danantara) supaya proses ini bisa segera jalan,” ujarnya.
Perbesar
Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan di sela-sela gelaran 1 Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran di Hotel JS Luwansa, Kamis (16/10/2025). Foto: Widya Islamiati/kumparan
China Bersedia Restrukturisasi Utang Whoosh
Luhut juga menyebut pemerintah China telah menyatakan kesediaannya untuk melakukan restrukturisasi. Namun, prosesnya sempat tertunda karena pergantian pemerintahan di Indonesia.
“China sudah bersedia kok, enggak ada masalah. Tapi kemarin pergantian pemerintah agak terlambat, jadi sekarang tinggal menunggu Keppres supaya timnya segera berunding,” kata dia.
Menurutnya, restrukturisasi pembiayaan proyek Whoosh akan segera dipercepat begitu Keppres diterbitkan. Ia mengaku telah berkoordinasi langsung dengan CEO Danantara, Rosan Roeslani, terkait pembentukan tim negosiasi.
“Tadi saya sudah bilang sama Pak Rosan, segera aja bikin itu timnya, orangnya ini, ini, ini. Kalau Keppres-nya sudah keluar, dia bilang akan bicara ke presiden,” ucap Luhut.
Selain soal pembiayaan, Luhut menyesalkan munculnya berbagai spekulasi publik yang menyebut utang proyek akan diganti dengan aset negara di Laut China Selatan. Ia menilai tudingan tersebut tidak berdasar dan mencerminkan kurangnya pemahaman terhadap data.
Mantan Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi itu optimistis restrukturisasi proyek Whoosh bisa diselesaikan dengan baik jika pemerintah bergerak secara kompak. Ia mencontohkan proyek LRT Jabodebek yang juga sempat bermasalah namun bisa diselesaikan melalui restrukturisasi serupa.
“Sama dengan LRT. LRT juga masalah, tapi kita restrukturisasi, kan beres. Ini juga sama,” ujar Luhut.
Danantara Mau Evaluasi Total Whoosh
Sementara itu, CEO Danantara Rosan Roeslani tengah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap proyek kereta cepat Jakarta–Bandung. Evaluasi ini tidak hanya menyentuh aspek keuangan dan utang, tetapi juga meninjau keberlanjutan dan manfaat proyek bagi masyarakat.
“Kami sedang melakukan pengkajian opsi penyelesaian KCIC (Kereta Cepat Indonesia China). Opsi-opsi ini sedang kami kaji, dan kalau sudah selesai, akan kami paparkan ke semua kementerian terkait,” kata Rosan di Kantor BKPM, Jakarta, Jumat (17/10).
Rosan mengatakan, hasil kajian akan dipresentasikan kepada kementerian terkait seperti Kementerian Perhubungan, Kementerian Keuangan, dan Dewan Ekonomi Nasional. Tujuannya agar keputusan akhir yang diambil pemerintah bersifat komprehensif dan tidak hanya menambal masalah jangka pendek.
“Kita ingin penyelesaiannya komprehensif, bukan hanya yang sifatnya menutup masalah jangka pendek. Kita mau yang menyeluruh, bukan hanya soal finansial,” ucap Rosan.
Katanya, Danantara juga menjalin komunikasi dengan pihak China, termasuk dengan National Development and Reform Commission (NDRC), mengingat proyek ini merupakan bagian dari program strategis yang didorong langsung oleh Presiden Xi Jinping.
Rosan berharap hasil kajian menyeluruh tersebut dapat diselesaikan sebelum akhir tahun ini. Selain itu, aspek keberlanjutan dan dampak terhadap PT KAI juga menjadi bagian penting dari evaluasi.
Adapun saat ini PT KAI menanggung utang sekitar Rp 6,9 triliun kepada China Development Bank (CDB) akibat pembengkakan biaya proyek. Total nilai proyek Whoosh mencapai USD 7,27 miliar atau sekitar Rp 120 triliun, termasuk pembengkakan biaya (cost overrun) sebesar USD 1,2 miliar atau Rp 19,8 triliun.