Tingginya Pernikahan Anak di Mojokerto Raya, Didominasi Perempuan Usia 16–17 Tahun
Cak Sur October 18, 2025 11:31 PM
Ringkasan Berita:
  • 129 anak di Mojokerto Raya, Jawa Timur (Jatim), ajukan dispensasi nikah pada 2025, didominasi perempuan berusia 16–17 tahun.
  • Faktor pemicu pernikahan dini meliputi adat, ekonomi, pergaulan bebas dan kehamilan di luar nikah.
  • Psikolog imbau orang tua tidak jadikan nikah muda sebagai solusi instan, pentingkan kesiapan anak.

SURYA.CO.ID, MOJOKERTO - Angka pernikahan anak di wilayah Mojokerto Raya, Jawa Timur (Jatim), masih tinggi sepanjang Januari hingga September 2025. 

Tercatat, sebanyak 129 pasangan menikah di bawah umur, dengan mayoritas didominasi pengantin perempuan berusia 16–17 tahun yang mengajukan dispensasi kawin (Diska).

Data tersebut dihimpun dari Kantor Kementerian Agama (Kankemenag) Kota dan Kabupaten Mojokerto, Jatim, yang mencatat 109 perempuan dan 20 laki-laki mengajukan Diska dalam 9 bulan terakhir.

Penyebab Didominasi Faktor Sosial dan Budaya

Psikolog Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (DP2KBP2) Kabupaten Mojokerto, Salis Khoiriyati, mengungkapkan bahwa faktor sosial, ekonomi, budaya hingga pergaulan bebas menjadi pemicu utama maraknya pernikahan dini.

"Perempuan yang sudah dilamar tidak boleh menolak, karena dianggap pamali. Ini masih dipercaya di sebagian masyarakat," jelas Khoiriyati, Sabtu (18/10/2025).

Menurutnya, banyak orang tua memilih menikahkan anak perempuannya, karena khawatir terjadi kehamilan di luar nikah. 

Beberapa kasus juga terjadi, karena orang tua merasa tidak mampu membiayai pendidikan anak hingga jenjang lebih tinggi.

"Pergaulan bebas jadi penyebab utama. Banyak orang tua yang khawatir dan akhirnya menikahkan anaknya agar tidak terjadi aib," tambah Khoiriyati.

Pengajuan Diska Banyak Tak Didampingi Pemahaman

Khoiriyati menyebut, dalam proses pengajuan Diska, calon pengantin wajib mengisi formulir alasan pernikahan. 

Namun, sebagian besar tidak memahami tujuan pernikahan dan hanya ingin 'menutupi aib'.

"Mereka tidak siap secara fisik, mental maupun ekonomi. Banyak yang sekadar menulis alasan takut berdosa karena pacaran," ungkapnya.

Psikolog: Menikah Bukan Jalan Pintas

Sebagai psikolog, Khoiriyati menyayangkan kondisi tersebut, dan menekankan pentingnya peran orang tua dalam memberikan pola asuh dan pendidikan yang baik.

Ia juga mengkritisi mindset usang di masyarakat, yang masih menganggap bahwa perempuan tidak perlu sekolah tinggi karena hanya akan menjadi ibu rumah tangga.

"Menikah bukan soal siapa cepat dia dapat. Tapi butuh kesiapan lahir batin. Kalau tidak matang, bisa berujung perceraian," tegas Khoiriyati.

Harapan: Ubah Mindset, Cegah Pernikahan Anak

Khoiriyati berharap, masyarakat Mojokerto Raya mulai membangun kesadaran akan pentingnya pendidikan, dan menunda pernikahan hingga usia matang secara hukum dan psikologis.

"Sebelum menikahkan anak, pikirkan matang-matang. Jangan jadikan pernikahan solusi dari masalah pergaulan atau ekonomi," pungkasnya.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.