BANJARMASINPOST.CO.ID - Viral di media sosial sebuah video yang memperlihatkan mobil Mitsubishi Pajero memakai pelat nomor polisi.
Yang jadi sorotan, mobil Pajero itu menggunakan rotator atau yang ramai dikenal dengan sebutan “tot tot wut wut”.
Praktis, video itu ramai diperbincangkan karena memperlihatkan kendaraan melintas di tengah kemacetan sambil menyalakan rotator.
Pada rekaman tersebut diunggah oleh akun Instagram @jkt.feed pada Jumat (17/10/2025) sore.
Dalam unggahan itu, tidak dijelaskan di mana lokasi peristiwa terjadi.
Dalam video, terlihat mobil Pajero berwarna hitam melintas bersamaan dengan kendaraan perekam.
Mobil tersebut menggunakan pelat nomor 1253-04 yang terlihat menyerupai pelat Polri.
“Macet... macet,” terdengar suara perekam video.
Tak lama kemudian, pengemudi Pajero membuka kaca mobilnya.
Dari video terlihat pengemudi merupakan seorang pria, sedangkan di kursi penumpang tampak seorang perempuan.
“Diviralin ya? Diviralin, enggak usah kayak gitu,” ujar pengemudi mobil tersebut kepada perekam video.
Dalam kolom komentar unggahan itu, beberapa warganet terlihat menandai akun Instagram @poldametrojaya.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes Komarudin menyampaikan, pihaknya akan memeriksa video yang beredar, termasuk memastikan lokasi kejadian.
“Kami cek, sedang kami dalami dulu (lokasi kejadiannya),” kata Komarudin.
Kepolisian melalui Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri berencana mengevaluasi aturan penggunaan sirene dan strobo pada kendaraan pengawalan.
Langkah ini ditempuh setelah maraknya kritik masyarakat terkait praktik di jalan raya yang dinilai mengganggu.
"Sambil nanti kita evaluasi yang terbaik seperti apa. Kami juga akan melibatkan masyarakat, kami akan melibatkan pakar untuk berdiskusi bagaimana tugas-tugas kepolisian untuk mewujudkan lalu lintas yang aman, selamat, tertib, dan lancar," kata Kakorlantas Polri Irjen Pol. Agus Suryonugroho di PTIK, Jakarta Selatan, Senin (22/9/2025).
Agus menjelaskan, pengawalan bagi kendaraan prioritas—terutama di jalan tol—merupakan bagian dari tugas polisi lalu lintas. Namun demikian, penggunaan strobo dan sirene akan kembali dikaji agar tidak menimbulkan masalah bagi pengguna jalan lain.
"Tentunya juga harus ada patroli polisi. Ini akan kita evaluasi dan kami terima kasih kepada masyarakat bahwa ternyata polantas juga disenangin oleh masyarakat," ujar Agus.
Agus menegaskan, pihaknya menghargai masukan publik atas penggunaan strobo dan sirene. Untuk sementara, kebijakan pemakaiannya dibekukan.
Banyak warga merasa terganggu oleh suara bising kendaraan pengawalan. Bagi sebagian pengendara, suara tersebut bukan hanya mengganggu konsentrasi, tetapi juga memicu stres ketika terjebak macet.
Naufal (31), pengusaha asal Jakarta Barat, mengaku kerap kesal ketika mendengar sirene di jalan.
“Kalau lagi panas-panas, macet, terus bunyi-bunyian itu kedengerannya puyeng banget, bikin emosi aja. Kita sama-sama bayar pajak, masa iya harus minggir buat pejabat yang cuma mau rapat atau urusan biasa?” ucapnya, Minggu (21/9/2025).
Hal senada disampaikan Dwi (40), karyawan swasta yang sehari-hari menggunakan transportasi umum di Jakarta.
“Kalau ambulans atau pemadam kebakaran itu beda cerita, kita paham itu darurat. Tapi kalau cuma rapat atau pulang kantor, ya jangan pakai sirene lah. Kita juga pekerja, sama-sama buru-buru. Masa haknya beda?” katanya.
Menurut Dwi, aturan di negara lain lebih jelas, di mana pengawalan hanya diberikan bagi kepala negara atau wakilnya.
Keluhan publik terhadap penggunaan strobo dan sirene turut memicu munculnya kampanye "Stop Tot Tot Wuk Wuk". Gerakan ini diwujudkan dalam poster digital dan stiker yang ditempel di kendaraan pribadi.
Salah satunya berbunyi, “Pajak kami ada di kendaraanmu. Stop berisik di jalan Tot Tot Wuk Wuk!”
Agus pun menegaskan kembali pembekuan sementara pemakaian sirene. “Sementara kita bekukan. Semoga tidak usah harus pakai ‘tot tot’ lagi lah. Setuju ya?” ucapnya di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (19/9/2025).
Penggunaan sirene dan lampu strobo sebenarnya sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ). Dalam Pasal 59 ayat 5, disebutkan:
Bagi yang melanggar, sanksi berupa tilang maksimal Rp 250.000 dan kewajiban mencopot perangkat strobo atau rotator bisa dikenakan.
Pendiri Safety Defensive Consultant Indonesia (SDCI), Sony Susmana, menilai gerakan “Stop Tot Tot Wuk Wuk” lahir dari kejenuhan masyarakat terhadap praktik penggunaan strobo ilegal.
“Dia menganggap pengguna jalan lain wajib minggir. Dari situ lahir perilaku agresif yang bisa memicu konflik di jalan,” ujarnya, Jumat (19/9/2025).
Sony menekankan, sirene dan strobo seharusnya hanya digunakan untuk ambulans, pemadam kebakaran, atau tamu negara.
“Mau pejabat, TNI, Polri, menurut saya malu deh. Balik lagi ke inti kampanye itu, kalian dibayar rakyat, harusnya sama-sama kalau memang susah. Jalan itu ruang bersama, harusnya semua merasakan kondisi yang sama,” tegasnya.
Ia menambahkan, keresahan warga meningkat lantaran bukan hanya kendaraan pribadi yang melanggar, tetapi juga mobil dinas dan kendaraan pejabat.
“Gerakan ini sebenarnya sudah mempermalukan kepolisian. Dengan adanya gerakan itu, publik menilai polisi tidak melakukan aksi penertiban atau seakan membiarkan pengguna strobo ilegal di jalan,” jelas Sony.
“Pendapat saya, sebaiknya sudah harus ada action polisi untuk mereka yang menggunakan strobo secara tidak layak," pungkasnya.
(Banjarmasinpost.co.id/Kompas.com)