Dari Kampus Ke Masyarakat: Membaca Wisuda dalam Perspektif Pendidikan (3)
Asep Abdurrohman October 20, 2025 09:21 PM
Setelah anak dan orang tuanya berada di rungan wisuda. Anaknya di depan dan orang tuanya di belakang. Anak di depan sudah berada di barisan calon wisudawan/i dengan mengenakan pakian wisuda beruapa baju toga.
Tidak lama kemudian, wisuda dimulai dengan masuknya para senat universitas ke ruang wisuda. Setelah senat tiba di kursi, duduk sesuai dengan kursi yang sudah disediakan. Lalu, mengumandangkan lagu kebangsaan dan lagu universitas.
Acara demi acara terus bergulir, tibalah para wisudawan dipanggil ke atas panggung. Dipanggil sesuai dengan nomor urut yang sudah disetting oleh panitia universitas.
Satu persatu wisudawan dipanggil ke atas panggung untuk dipindahkan tali kuncirnya oleh rektor dari sebelah kiri ke sebelah kanan dan menerima SKL (Surat Keterangan Lulus) dari dekan.
Pemakaian baju toga ketika naik ke atas panggung, tidak lah sepi dari makna universal. Baju toga berwarna hitam dan topinya berbentuk segi lima mempunyai ruang-ruang penting untuk membelajarkan calon wisudawan.
Baju toga berwarna hitam adalah melambangkan keluhuran budi setelah berhasil mengusir gelap menuju terang. Pemindahan pita kuncir dari kiri ke kanan menunjukkan dari berpikir analitisis ke berpikir realitas atau dari teori ke praktik.
Pakaian toga hitam seperti gamis, menunjukkan orang terpelajar yang berbeda dengan masyarakat pada umumnya. Tindak-tanduknya mesti berbeda dengan orang yang tidak pernah mencicipi bangku kuliah.
Pembicaraanya harus terukur dan tindakannya harus sesuai dengan indikasi masyarakat terpelajar. Meskipun di lapangan, kadang terbalik. Masyarakat kecil yang tidak pernah mengenyam bangku kuliah justru punya kepekaan sosial yang tinggi, meski tidak semua begitu.
Masyarakat kecil berpikirnya sederhana, kebahagiannya tidak usah diukur dengan tidur di hotel bintang lima, namun cukup tidur di atas tumpukan karung pupuk di atas truk pun bisa tertidur pulas.
Dalam soal makanan dan minuman, makan ikan teri disertai dengan sambal tomat pun rasanya enak dan lahap. Minumnya teh hangat dalam cangkir tua, rasanya minuman lezat yang disajikan oleh orang tercinta.
Pemindahan tali kuncir dari kiri ke kanan, tidak semata hanya ritual akademik tanpa makna, namun hal itu syarat dengan makna. Wisudawan yang baru selesai kuliah, masih panas dengan aneka teori keilmuan. Maka wajar jika menyelesaikan masalah masih banyak mengandalkan teori, bukan memadukan antara teori dan pengalaman.
Dalam kehidupan sehari-hari, pentingnya lulusan perguruan tinggi mampu mengimplementasikan ilmu yang sudah didapat dalam upaya menjawab tantangan kehidupan modern.
Paling tidak, segala kejadian dan masalah dalam hidup bisa dijelaskan dengan menggunakan teori keilmuan. Di sisi lain, fenomena yang muncul dalam kasus kehidupan sehari-hari bisa menjadi bekal untuk memprediksi masa depan.
Dengan ilmunya mampu melihat berbagai masalah yang dihadapi sebagai ruang belajar yang fkual, meski tidak melulu mengandalkan belajar secara formal. Masalah yang dihadapi didialogkan secara kritis dengan nalar logikanya.
Masalah kehidupan tidak hanya disapa dari satu sisi saja, namun disapa dari berbagai sisi, seperti topi toga yang berbentuk segi lima. Ini artinya bahwa manusia itu dalam menyapa masalah jangan terlalu fokus pada satu sisi, namun lihatlah sisi-sisi yang lain.
Siapa tau masalah itu bukan muncul dari sisi atas, ternyata masalah itu munncul dari sisi-sisi lain. Begitu juga solusi yang ditawarkan tidak tunggal, namun banyak alternatif sebagai bukti keluasan sudut pandang penyelesaian masalah.
Topi toga segi lima dalam konteks agama tidak kalah penting maknanya. Topi toga segi lima memberikan landasan dalam kehidupan bahwa semua kehidupan mesti berkiblat pada rukun Islam. Mulai dari syahadat, salat, zakat, puasa dan haji.
Kelima itu adalah bentuk kewajiban yang harus dijalankan. Maka, sarjana yang baru diwisuda, tidak boleh lupa bahwa kewajiban pokok itu tidak boleh ditanggalkan dalam kondisi apa pun. Karena, ujung-ujungnya semua kebahagian manusia tidak lepas dari lima kewajiban itu.
Kewajiban akademik dalam kehidupan masyarakat tidak lepas dari tanggung jawab. Tanggung jawab pertama, ingat terhadap tanggung jawab kelima di atas. Setelah tanggung jawab yang lima beres, baru kemudian menyebar ke tanggung jawab berikutnya, seperti, keluarga dan masyarakat.
Tanggung jawab keluarga dan masyarakat merupakan isyarat dari kerah wisuda yang dikalungkan dipundak. Sejatinya, sarjana itu dalam kehidupan di luar pribadinya, ia harus punya kepedulian dan tanggung moral akademik yang diwujudkan dalam bentuk kepedulian dan prasasti kehidupan yang baik.
© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.