Petani hingga kini masih mengandalkan sumber air dari Krueng Sawang yang dialirkan melalui mesin pompa di kawasan Desa Blang Guron.
Laporan Yusmandin Idris I Bireuen
SERAMBINEWS.COM, BIREUEN – Luas sawah tadah hujan di kawasan Paya Geurugoh, Kecamatan Gandapura, Kabupaten Bireuen, mencapai sekitar 292 hektare.
Meski masih tadah hujan, sawah ini menjadi sumber penghidupan bagi petani dari tujuh desa di Paya Geurugoh.
Petani hingga kini masih mengandalkan sumber air dari Krueng Sawang yang dialirkan melalui mesin pompa di kawasan Desa Blang Guron.
Air dari mesin pompa berkapasitas 8 inci tersebut dialirkan ke saluran utama yang masih bersifat alami, belum dibeton.
Kondisi itu menyebabkan air lambat mengalir dan banyak terbuang sebelum sampai ke lahan persawahan.
Untuk menyiasati keterbatasan air, petani memasang pompa tambahan di sepanjang saluran guna mengalirkan air ke sawah masing-masing.
Namun, akibat banyaknya pompa yang beroperasi secara bersamaan, debit air menjadi tidak memadai, terutama saat musim kemarau.
Amatan Serambinews.com, Senin (20/10/2025), hamparan sawah di Paya Geurugoh yang pada tahun 2010 dan beberapa tahun sebelumnya sempat tergenang seperti danau air tawar, kini sudah menghijau dengan tanaman padi.
Sebagian sawah telah dipanen, sebagian lagi sedang panen, dan ada juga yang baru memasuki masa pengisian bulir.
Karena penanaman tidak serentak, tanaman padi di kawasan ini masih menghadapi serangan hama penggerek batang, tikus, dan burung pipit.
Keterbatasan Air Jadi Kendala Utama
Muzakir, Keujruen Blang Paya Geurugoh, didampingi Keuchik Tanjong Mesjid, Keuchik Pulo Gisa, dan Keuchik Tanjong Bungong, mengatakan bahwa tidak serentaknya waktu tanam disebabkan keterbatasan sumber air.
Menurutnya, tiga tahun terakhir sawah di kawasan itu mulai memberikan hasil yang menggembirakan, setelah sebelumnya kerap gagal tanam dan gagal panen akibat banjir.
“Sejak tiga tahun lalu sudah lumayan. Saluran air sudah digali sejauh 3 kilometer, tapi belum memiliki talud atau dinding beton,” ujarnya kepada Serambinews.com, Senin (20/10/2025).
Muzakir menambahkan, saluran tersebut menjadi urat nadi bagi petani, karena menjadi jalur utama mengalirkan air dari Krueng Sawang ke sawah-sawah di sepanjang saluran.
Saat musim kemarau, air dari saluran itu dipompa ke lahan pertanian.
“Petani berharap saluran ini dibangun permanen dengan dinding beton, agar air yang dialirkan sejauh 3 kilometer tidak banyak terbuang dan bisa dimanfaatkan secara serentak,” ujarnya.
Ia menjelaskan, banyak petani terlambat panen karena air lambat sampai ke sawah mereka.
Meski beberapa hari terakhir hujan turun dan cukup membantu, petani tetap mengharapkan perhatian pemerintah daerah untuk membangun saluran permanen serta menambah satu unit mesin pompa berkapasitas 8 inci.
“Sekali mesin hidup, maksimal tiga hari, lalu harus dimatikan. Kalau ada dua mesin, distribusi air bisa dilakukan lebih maksimal,” ungkapnya. (*)