Laporan Wartawan Serambi Indonesia Edi Sutami | Gayo Lues
SERAMBINEWS.COM, BLANGKEJEREN - Pembukaan event tahunan pacuan kuda tradisional di Stadion Buntul Nege, Blangkejeren pada Selasa (21/10/2025), menjadi momentum penting bagi masyarakat Gayo Lues (Galus) untuk kembali merayakan warisan budaya yang telah mengakar kuat dalam kehidupan mereka.
Namun di balik semaraknya acara, muncul pula seruan moral dari wakil rakyat di Senayan.
Seorang Anggota DPR RI yang turut hadir dalam pembukaan acara tersebut mengingatkan masyarakat agar menjauhi praktik-praktik yang bertentangan dengan nilai-nilai agama, khususnya perjudian.
Ia menegaskan bahwa pelaksanaan pacuan kuda harus selaras dengan visi dan misi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Gayo Lues, yakni mewujudkan masyarakat yang islami, berdaya saing, dan sejahtera.
“Mari kita hindari hal-hal yang dilarang oleh agama. Pacuan kuda ini adalah tradisi luhur, bukan ajang untuk melakukan tindakan yang merusak moral,” tutur dia.
“Kami juga meminta kepada petugas keamanan agar memastikan tidak terjadi praktik perjudian atau pelanggaran lainnya di stadion ini,” tegasnya.
Lebih jauh, Anggota DPR RI tersebut menyoroti pentingnya pelestarian pacuan kuda sebagai bagian dari identitas budaya masyarakat Gayo Lues.
Ia menyamakan nilai pacuan kuda dengan kekayaan seni lainnya seperti Tari Saman dan Tari Bines, yang telah dikenal luas sebagai simbol kebudayaan Aceh.
“Jika pemerintah daerah tidak hadir dan aktif menjaga tradisi ini, saya khawatir pacuan kuda akan hilang dari kehidupan masyarakat,” urai dia.
“Bisa saja di masa depan, stadion ini hanya menjadi saksi bisu bahwa pacuan kuda pernah ada, sementara generasi muda tak lagi mengenalnya. Mari kita jaga bersama budaya kita ini,” ujarnya penuh harap.
Sementara itu, Wakil Bupati Gayo Lues, H Maliki, SE, MAP dalam pidatonya menekankan bahwa pacuan kuda bukan sekadar hiburan atau olahraga, melainkan simbol keberanian, ketangkasan, dan semangat juang masyarakat Gayo.
Ia menyebut tradisi ini sebagai sarana mempererat silaturahmi antarwarga dan memperkuat rasa kebersamaan.
“Pacuan kuda adalah cerminan karakter masyarakat kita. Di dalamnya ada nilai-nilai keberanian, sportivitas, dan kebanggaan terhadap budaya sendiri,” tutur Wabup.
“Ini bukan hanya soal kuda berlari, tapi tentang bagaimana kita menjaga warisan leluhur,” kata Wabup Maliki.
Ia juga menyoroti dampak ekonomi dari penyelenggaraan event tersebut.
Menurutnya, pacuan kuda menjadi pemicu pergerakan ekonomi lokal, terutama bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), pedagang kaki lima, serta warga sekitar stadion.
“Melalui event ini, kita menghidupkan kembali denyut ekonomi masyarakat,” terang Sekda.
Para pedagang bisa menjajakan dagangannya, pelaku UMKM mendapat panggung, dan masyarakat bisa menikmati suasana yang menggembirakan.
“Ini adalah bentuk nyata dari sinergi antara budaya dan ekonomi,” tambahnya.
Dengan dukungan penuh dari pemerintah daerah dan pengawasan ketat terhadap pelaksanaan acara, masyarakat Gayo Lues berharap tradisi pacuan kuda dapat terus berlangsung secara sehat, aman, dan bermartabat.
Seruan moral dari wakil rakyat dan komitmen pemerintah menjadi fondasi penting dalam menjaga agar tradisi ini tetap menjadi kebanggaan, bukan sumber masalah.
Pacuan kuda bukan hanya tentang siapa yang tercepat di lintasan, tetapi tentang siapa yang paling mampu menjaga nilai-nilai luhur di tengah perubahan zaman.(*)