Ringkasan Berita:
- Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa merespons pernyataan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, soal dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang mengendap dalam bentuk deposito di bank.
- Menkeu menyatakan data tersebut bersifat umum dan sebelumnya telah disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian.
- Purbaya menduga bahwa Gubernur Dedi Mulyadi menerima informasi yang kurang akurat terkait data tersebut.
SURYA.CO.ID - Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa memberikan tanggapan atas tantangan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, terkait data Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang disebutnya mengendap dalam bentuk deposito di bank.
Menkeu Purbaya menegaskan, data yang ia sampaikan mengenai dana APBD yang mengendap bersumber langsung dari Bank Indonesia (BI), dan bukan merupakan hasil perhitungan internal Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Ia bahkan menduga Gubernur Dedi menerima informasi yang tidak tepat dari stafnya.
“Tanya saja ke Bank Sentral. Itu kan data dari sana. Kemungkinan besar anak buahnya juga ngibulin dia, loh. Karena itu laporan dari perbankan."
"Data pemerintah, sekian, sekian, sekian,” ujar Purbaya saat ditemui di Kementerian Keuangan, Selasa (21/10/2025), dikutip SURYA.CO.ID dari Kompas.com.
Purbaya juga membantah anggapan yang menyebut dirinya secara spesifik menyinggung Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat.
Ia menjelaskan, data mengenai dana APBD yang mengendap di bank sebelumnya telah disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah, Senin (20/10/2025).
Lebih lanjut, Purbaya menilai pernyataan Gubernur Dedi Mulyadi seperti sedang berdebat dengan dirinya sendiri. Hal ini karena semua data yang ia gunakan berasal dari sistem pelaporan perbankan di BI.
“Dia hanya tahu Jabar saja, kan. Saya enggak pernah sebut data Jabar. Kalau mau periksa, ya periksa saja sendiri di sistem monitoring BI. Itu laporan dari perbankan yang masuk secara rutin,” ujar Purbaya.
Diketahui, Menkeu Purbaya menyebut uang milik pemda yang menganggur di bank sejumlah Rp234 triliun.
Dari jumlah tersebut, ada 15 daerah yang paling banyak menyimpan dana di bank, yakni:
Provinsi DKI Jakarta Rp 14,6 triliun
Jawa Timur Rp 6,8 triliun
Kota Banjar Baru Rp 5,1 triliun
Provinsi Kalimantan Utara Rp 4,7 triliun
Provinsi Jawa Barat Rp 4,1 triliun
Kabupaten Bojonegoro Rp 3,6 triliun
Kabupaten Kutai Barat Rp 3,2 triliun
Provinsi Sumatera Utara Rp 3,1 triliun
Kabupaten Kepulauan Talaud Rp 2,6 triliun
Kabupaten Mimika Rp 2,4 triliun
Kabupaten Badung Rp 2,2 triliun
Kabupaten Tanah Bumbu Rp 2,11 triliun
Provinsi Bangka Belitung Rp 2,10 triliun
Provinsi Jawa Tengah Rp 1,9 triliun
Kabupaten Balangan Rp 1,8 triliun.
Menkeu Purbaya menyebut hal ini menjadi wujud pemda tidak cakap dalam menyerap anggaran.
Data ini langsung dibantah Dedi Mulyadi.
Dedi Mulyadi atau akrab disapa KDM bahkan menantang Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, untuk membuktikan tudingan dana APBD Jabar senilai Rp 4,17 triliun mengendap di bank dalam bentuk deposito.
“Saya sudah cek, tidak ada yang disimpan dalam deposito. Saya tantang Pak Menkeu (Purbaya) untuk membuka data dan faktanya, daerah mana yang menyimpan dana dalam bentuk deposito,” kata Dedi dalam keterangan tertulis, Senin (20/10/2025).
Menurut Dedi, tudingan bahwa semua daerah menahan belanja dan menimbun uang di bank tidak berdasar.
Ia menegaskan, tidak semua daerah mengalami kesulitan fiskal atau sengaja memarkir anggaran di perbankan.
Bahkan, lanjutnya, sebagian besar pemerintah daerah justru mempercepat realisasi belanja publik agar manfaatnya langsung dirasakan masyarakat.
“Di antara kabupaten, kota, dan provinsi yang jumlahnya sangat banyak ini, pasti ada yang bisa melakukan pengelolaan keuangan dengan baik, bisa membelanjakan kepentingan masyarakatnya dengan baik, bisa jadi juga ada daerah-daerah yang tidak bisa membelanjakan keuangan daerahnya dengan baik,” ujarnya.
Meski begitu, Dedi tidak menutup kemungkinan ada daerah yang memang menempatkan dananya dalam bentuk deposito. Karena itu, ia mendesak pemerintah pusat membuka data secara terbuka untuk menghindari opini negatif terhadap daerah lain.
“Tentunya ini adalah sebuah problem yang harus diungkap secara terbuka dan diumumkan kepada publik sehingga tidak membangun opini bahwa seolah-olah daerah ini tidak memiliki kemampuan dalam melakukan pengelolaan keuangan,” katanya.
Dedi menegaskan, tudingan ini dapat merugikan daerah yang telah bekerja maksimal dalam pengelolaan fiskal. Ia pun meminta Purbaya bersikap adil dan transparan dengan membuka daftar daerah yang benar-benar menaruh uang APBD dalam deposito.
“Sebaiknya, daripada menjadi spekulasi yang membangun opini negatif, umumkan saja daerah-daerah mana yang belum membelanjakan keuangannya dengan baik, bahkan yang menyimpannya dalam bentuk deposito,” kata Dedi.
“Hal ini sangat penting untuk menghormati daerah-daerah yang bekerja dengan baik,” tambahnya.
Reaksi berbeda ditunjukkan Pemprov Babel yang dituding Purbaya memiliki dana mengendap di bank sebesar Rp 2,1 triliun.
"Kami pemda merasa tidak ada dana tersebut. Paling tinggi di bank Rp 200 M. Itu adalah dana pendapatan bulanan, baik di giro maupun depo," kata Haris saat dihubungi, Selasa (21/10/2025).
Haris mengatakan, data yang disampaikan Kementerian Keuangan bersumber dari Bank Indonesia.
Untuk itu, Pemprov Babel bakal mengonfirmasi langsung pada BI perihal informasi itu.
"Hari ini kami mau konfirmasi ke BI karena Pak Menkeu dapat data dari BI," ujar Haris.
Dengan nada bercanda, Haris menambahkan, jika memang benar ada dana sebesar itu, pemerintah daerah tentu akan sangat senang.
"Mana tahu, tanpa sepengetahuan kami, ternyata ada dana kami sebesar itu," ucap Haris.
Sementara, untuk pembangunan daerah, Pemprov Bangka Belitung tetap mengandalkan pendapatan asli daerah (PAD) yang sudah menjadi kewenangan.
"PAD kita hanya dari pajak yang menjadi domain provinsi, mencakup pajak kendaraan bermotor, bea balik nama kendaraan, bahan bakar minyak, alat berat, air permukaan, dan pajak rokok," ujar Haris.
Kegeraman Purbaya
Sebelumnya, Menkeu Purbaya geram atas mengendapnya uang milik 15 pemerintah daerah (pemda) di bank.
"Serapan rendah mengakibatkan menambah simpanan uang Pemda yang nganggur di bank sampai Rp234 triliun. Jadi jelas, ini bukan soal uangnya tidak ada tapi soal kecepatan eksekusi," kata Purbaya dalam rapat bersama kepala daerah secara daring di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, Senin (20/10/2025).
Purbaya lantas membeberkan serapan anggaran APBD seluruh provinsi di Indonesia hingga September 2025 baru 51,3 persen atau setara dengan Rp712,8 triliun.
Padahal, sambung Purbaya, total pagu yang ada mencapai Rp1.389 triliun. Serapan anggaran ini lebih rendah 13,1 persen dibanding di bulan yang sama pada tahun lalu.
Purbaya menyoroti belanja modal yang mengalami penurunan. Padahal, dia menuturkan model penyerapan anggaran tersebut bisa berdampak langsung kepada ekonomi masyarakat seperti pembangunan dan terbukanya lapangan kerja.
"Artinya perputaran ekonomi daerah berjalan lebih lambat. Yang perlu perhatian serius adalah belanja modal hanya Rp58,2 triliun atau turun lebih dari 31 persen."
"Padahal ini belanja yang langsung berdampak ke pembangunan dan lapangan kerja," tegasnya.
Tak hanya itu, Purbaya turut mengkritik serapan anggaran di sektor lain yang turut anjlok seperti belanja barang dan jasa dan belanja lainnya.
Dia pun mendesak agar pemda segera memaksimalkan serapan anggaran hingga akhir tahun 2025.
Ia tidak ingin ada lagi ada dana yang hanya nganggur dalam bentuk kas dan deposito di bank.
"Saya ingatkan, percepatan realisasi belanja terutama yang produktif harus ditingkatkan dalam tiga bulan terakhir tahun ini. Uang daerah jangan dibiarkan mengendap di kas atau deposito," jelasnya.
"Kalau uangnya bergerak, ekonomi ikut hidup dan masyarakat langsung merasakan manfaatnya," sambung Purbaya.
Namun, meski pemda diultimatum untuk membelanjakan anggaran hingga akhir tahun, Purbaya tetap ingin agar belanja dilakukan lebih cepat.
Hal ini semata-mata demi menjaga kepercayaan investor serta masyarakat terhadap pemda.
"Dan terakhir, jaga tata kelola dan integritas. Kepercayaan publik dan investor adalah modal utama. Sekali hilang, membangunnya butuh waktu lama," tuturnya.
Purbaya turut memaparkan daftar pemda yang masih memiliki 'uang nganggur' di bank.
Adapun Pemprov DKI Jakarta menjadi pemda yang paling banyak memiliki simpanan yakni hingga Rp14,6 triliun.
Lalu, diikuti Pemprov Jawa Timur (Jatim) yang mencapai Rp6,8 triliun, serta Pemerintah Kota (Pemkot) Banjarbaru, Kalimantan Selatan, senilai Rp5,1 triliun.
Ketika merujuk pada pemaparan Purbaya, total uang yang disimpan di bank pada September 2024 mencapai Rp208,6 triliun.
Sedangkan, pada September 2025 sebesar Rp234 triliun atau naik sekitar Rp25,4 triliun.
Lebih lanjut, Purbaya juga meminta agar kepala daerah memperbaiki tata kelola penyerapan anggaran.
Dia meyakini jika dikelola dengan benar, akan terjadi peningkatan ekonomi pada pertengahan tahun 2026.
"Jadi saya minta kepada para gubernur itu, perbaiki dulu tata kelola dan penyerapan uang daerah. Dua triwulan ke depan, saya lihat seperti apa. Kalau bagus, penyelewengan sedikit, saya yakin ekonomi (akan mengalami peningkatan)," katanya.
Selain itu, Purbaya juga akan menambah dana transfer ke daerah (TKD) jika terjadi peningkatan ekonomi.
Klik di sini untuk untuk bergabung