Kementerian UMKM Siapkan Aturan Perlindungan UMKM di Pasar Digital
Sanusi October 22, 2025 07:33 PM

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian UMKM tengah menyiapkan aturan baru untuk melindungi dan meningkatkan daya saing pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di pasar digital.

Menteri UMKM Maman Abdurrahman menyampaikan, pihaknya saat ini tengah menyusun poin-poin aturan yang berfokus pada perlindungan dan pemberdayaan UMKM di sektor digital. 

Penyusunan aturan tersebut telah dibahas bersama Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Namun untuk detil poin aturan, Maman belum dapat menyampaikan ke publik karena draft masih dalam penyusunan. 

"Ide ini kita sampaikan dulu ke Kemenko Perekonomian. Silakan nanti Kemenko Perekonomian dan Kemen Setneg apakah itu nanti mau dibuat perpres kah, atau nanti mau dibuat PP atau bagaimana, yang terpenting secara konsep esensi pelindungan terhadap UMKM yang di pasar digital," kata Maman dalam Konferensi Pers di Kantor Kementerian UMKM di Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Rabu (22/10/2025).

Ia menjelaskan, saat ini terdapat tiga jenis pasar bagi UMKM, yakni pasar tradisional, pasar modern dan pasar digital.

Seiring berkembangnya pasar digital, jumlah pelaku usaha yang bergabung di ekosistem daring meningkat pesat, mulai dari platform transportasi hingga e-commerce.

Berdasarkan data yang disampaikan, di ekosistem transportasi daring seperti Grab, terdapat sekitar 3,7 juta mitra terdaftar dengan 1 juta yang aktif.

Sementara itu, Gojek memiliki 3,1 juta mitra terdaftar dan sekitar 500.000 yang aktif. Kemudian InDrive mitra terdaftar sekitar 850.000 yang aktif 250.000. 

Sedangkan untuk akun UMKM di platform e-commerce, jumlah akun merchant aktif di berbagai platform mencapai jutaan. 

Shopee misalnya ada sekitar 100 juta, tapi yang aktif merchant kurang lebih 5 juta. Lazada merchant yang terdaftar 922.000, Blibli merchant yang terdaftar atau UMKM yang terdaftar ada 180.000, di TikTok Shop itu ada 7 juta, di Tokopedia ada 14 juta. 

"Pertanyaannya, bagaimana aturan perangkat UU  yang bisa melindungi aktivitas mereka, melindungi keberpihakan baik itu merchant, UMKM, maupun mitra di ekosistem digital. Kita lihat masih melihat masih minim," terangnya. 

Dengan adanya aturan tersebut diharapkan akan ada keadilan yang fair, antara pelaku usaha dengan pemilik aplikasi. 

Aturan ini nantinya akan mencakup berbagai sektor UMKM yang berbasis digital, diantaranya meliputi perdagangan barang, layanan jasa, transportasi dan logistik, konten kreatif dan konten digital, serta jasa-jasa pendukung lainnya. 

Selain fokus pada perlindungan, aturan ini nantinya juga diarahkan untuk memperkuat pemberdayaan UMKM berbasis digital agar dapat mengakses pembiayaan dengan lebih mudah. 

Salah satu instrumen yang akan digunakan adalah Innovative Credit Scoring (ICS). Dimana ICS merupakan kebijakan yang baru-baru ini disetujui oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Innovative Credit Scoring adalah sebuah kebijakan, aturan yang dikeluarkan oleh OJK berdasarkan usulan Kementerian UMKM diera Menteri Koperasi dan UMKM Teten Masduki.

"Salah satunya memberikan kesempatan kepada usaha mikro, kecil, dan menengah untuk bisa mengajukan akses pembiayaan tanpa agunan sama sekali dengan hanya melihat behavior aktivitas pembayaran mereka dalam keseharian," ucap Maman. 

Melalui ICS, pelaku usaha dapat dinilai berdasarkan kedisiplinan mereka dalam membayar tagihan seperti listrik, air, atau cicilan lain, sehingga rekam jejak perilaku keuangan menjadi dasar penilaian kredit.

Skema ini dinilai relevan bagi UMKM di sektor digital maupun mitra transportasi daring yang memiliki catatan aktivitas rutin.

"Nah kalau dilihat dari recordnya bagus, mereka bisa akses pembiayaan dan ini tujuannya nanti untuk meningkatkan pendapatan dan ekonomi keluarga mereka," ujarnya.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.