Ringkasan Berita:
- Ribuan pegawai Duta Palma di-PHK usai Surya Darmadi terjerat kasus korupsi.
- Kantor kini hanya urus administrasi, dipimpin anak buah Surya Darmadi.
- Surya Darmadi diduga sempat kunjungi kantor saat berstatus tahanan.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — PT Duta Palma, perusahaan kelapa sawit yang pernah mempekerjakan ribuan orang, kini hanya menyisakan sekitar 20 staf di kantor pusatnya di Palma Tower, Jakarta Selatan.
Penurunan drastis ini terjadi setelah pemilik utama perusahaan, Surya Darmadi alias Apeng, terjerat kasus korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terkait penyerobotan lahan kawasan hutan di Riau.
Hal itu terungkap saat tim Tribunnews melakukan penelusuran di Palma Tower, Jakarta Selatan pada Selasa (21/10/2025).
Seorang pegawai berinisial R menyebut, pemutusan hubungan kerja besar-besaran terjadi setelah Surya Darmadi ditetapkan sebagai tersangka.
Ia juga menyebut bahwa operasional perusahaan kini dipimpin oleh anak buah Surya Darmadi, yakni Tovariga Triaginta Ginting.
“Setelah kasus itu kan banyak pegawai di-PHK (pemutusan hubungan kerja). Pegawai sudah sisaan doang, sisa 23 karyawan,” kata R saat ditemui di Palma Tower.
Kini, operasional perusahaan dijalankan oleh Tovariga Triaginta Ginting, sosok yang disebut sebagai anak buah Surya Darmadi.
“Kantor di lantai 17. Dulu sempat di lantai 8 dan 23, tapi setelah banyak yang di-PHK, disatukan,” ujar seorang pegawai lain yang mendampingi R.
Kuasa hukum Surya Darmadi, Handika Honggowongso, membenarkan bahwa PHK terhadap pegawai Duta Palma terjadi secara masif, mencakup kantor pusat dan kebun-kebun milik perusahaan.
“Pasca-perkara berjalan ini terjadi PHK besar-besaran, ribuan karyawan di-PHK,” kata Handika saat dihubungi Tribunnews.com.
Ia menambahkan, para eks pegawai yang dihadirkan sebagai saksi dalam sidang sempat menangis karena belum mendapat pekerjaan baru.
Menurutnya, operasional perusahaan kini hanya sebatas pengurusan administrasi, lantaran aset utama seperti kebun, pabrik pengolah CPO (Crude Palm Oil), dan fasilitas biodisel telah diambil alih oleh negara.
Surya Darmadi, pemilik dan pengendali utama Duta Palma Group, sempat menjadi buronan KPK dan Kejaksaan Agung sejak 2014.
Ia menyerahkan diri pada Agustus 2022 setelah bertahun-tahun berada di luar negeri, dan langsung ditangkap setibanya di Bandara Soekarno-Hatta.
Setelah ditahan di Rutan Kejagung, ia menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat dan divonis 16 tahun penjara serta denda Rp1 miliar.
Pada Oktober 2025, ia dipindahkan ke Lapas Nusakambangan karena pelanggaran disiplin saat masa tahanan.
Perkara yang menjeratnya mencakup tujuh entitas korporasi, dengan kerugian keuangan negara sebesar Rp4,79 triliun dan USD 7,88 juta, serta kerugian terhadap perekonomian negara yang ditaksir mencapai Rp73,92 triliun.
Total kekayaan Surya Darmadi ditaksir lebih dari Rp10 triliun, menjadikannya salah satu terpidana korupsi dengan nilai aset terbesar dalam sejarah Indonesia.
Sebagian besar berasal dari aset perkebunan kelapa sawit dan properti milik Duta Palma Group, termasuk pabrik pengolahan di Kalimantan Barat yang diajukan untuk dihibahkan ke Badan Pengelola Investasi Danantara.
Sekitar Rp5,2 triliun telah disita oleh Kejaksaan Agung, meliputi uang tunai, properti, dan aset perusahaan.
Dakwaan TPPU juga menyebut kepemilikan properti di Australia dan Singapura.
Nilai ini belum termasuk potensi aset tersembunyi atau yang belum berhasil dilacak.
Nama Surya Darmadi kembali mencuat setelah kesaksian Yeni Sagita Wijaya, pegawai PT Ceria Prima—anak perusahaan Duta Palma Group—mengungkap bahwa bosnya kerap datang ke kantor di Palma Tower meski berstatus sebagai tahanan.
Keterangan tersebut muncul dalam proses hukum yang masih berjalan dan memicu pertanyaan publik soal pengawasan terhadap tahanan kasus korupsi.
Diduga akibat pelanggaran disiplin, Surya Darmadi dipindahkan ke Lapas Nusakambangan pada Oktober 2025.
Sebelumnya, ia sempat ditahan di Rutan Kejaksaan Agung dan Lapas Cibinong.
Hingga kini, proses hukum terhadap korporasi Duta Palma masih berlangsung.
Sementara itu, puluhan eks pegawai yang terdampak PHK besar-besaran masih berjuang mencari pekerjaan baru di tengah ketidakpastian.