Ringkasan Berita:
- Dukungan untuk lima aktivis yang menjalani sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terus mengalir.
- Para aktivis tersebut ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya setelah gelombang aksi pada akhir Agustus 2025.
- Mereka diduga menghasut massa untuk berunjuk rasa
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Dukungan terhadap lima aktivis yang menjalani sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terus mengalir menjelang pembacaan putusan, Senin (27/10/2025) mendatang.
Gerakan Muda Lawan Kriminalisasi (GMLK) bersama sejumlah organisasi masyarakat sipil menyerukan agar hakim tunggal membatalkan status tersangka terhadap para aktivis itu.
Para aktivis itu ditahan setelah gelombang unjuk rasa Agustus 2025. Mereka adalah Direktur Eksekutif Lokataru Foundation Delpedro Marhaen, staf Lokataru Muzaffar Salim, aktivis Gejayan Memanggil Syahdan Husein, mahasiswa Universitas Riau (Unri) Khariq Anhar, serta seorang perempuan berinisial G.
GMLK menilai penetapan tersangka terhadap kelima aktivis itu tidak memiliki dasar hukum yang kuat dan sarat pelanggaran prosedur.
"Sidang praperadilan ini akan menentukan apakah hukum benar-benar berpihak kepada warga negara, atau justru menjadi alat represi yang mengkriminalisasi mereka," ujar Sarah dari organisasi Perempuan Mahardhika, Jumat (24/10/2025).
GMLK bersama sejumlah lembaga, termasuk ELSAM, SAFEnet, dan Lab Demokrasi, juga baru saja menyerahkan dokumen amicus curiae atau sahabat pengadilan sebagai bentuk dukungan kepada para pemohon praperadilan.
"Penyerahan amicus curiae ini tentu adalah bentuk dorongan bagi hakim untuk bertindak adil dalam memutuskan perkara praperadilan yang tengah dijalani oleh orang-orang muda yang dikriminalisasi hanya karena mengekspresikan hak konstitusionalnya," kata Oka Kertiyasa dari GMLK.
Sebagai bentuk dukungan, GMLK juga berencana menggelar aksi solidaritas pada saat pembacaan putusan praperadilan yang dijadwalkan berlangsung di PN Jakarta Selatan, Senin (27/10/2025).
Para aktivis tersebut ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya setelah gelombang aksi pada akhir Agustus 2025.
Mereka dijerat dengan sejumlah pasal berlapis, antara lain Pasal 160 KUHP tentang penghasutan, pasal-pasal dalam Undang-Undang Perlindungan Anak, serta Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Delpedro c.s. diduga menghasut massa untuk berunjuk rasa, yang menurut tim advokasi tuduhan itu tidak relevan karena mereka hanya menjalankan hak kebebasan berekspresi yang dijamin konstitusi.
Penangkapan terhadap para aktivis juga menuai kritik karena dinilai tidak prosedural. Delpedro ditangkap tanpa pernah dipanggil sebagai saksi, sementara Khariq mengaku mengalami kekerasan saat ditangkap di Bandara Soekarno-Hatta. Perempuan berinisial G bahkan ditangkap di rumahnya tanpa surat panggilan awal.