PP 25 dan 28 Tahun 2025 Bikin Nelayan Batam Bingung, DPRD Kepri Tantang BP Batam 
Septyan Mulia Rohman October 25, 2025 10:30 PM

TRIBUNBATAM.id, BATAM - Anggota DPRD Kepri Dapil Batam, Wahyu Wahyudin bereaksi keras terkait polemik perizinan nelayan akibat PP melontarkan tantangan keras kepada BP Batam terkait kekacauan perizinan nelayan akibat PP Nomor 28 Tahun 2025. 

Bukan tanpa sebab, sejumlah nelayan Batam merasakan dampak dari aturan baru itu.

Kehidupan nelayan Batam kini terancam, belum ada langkah kebijakan konkret dari pemerintah daerah atas persoalan itu. 

"Kalau BP Batam mau nanggung, monggo berikanlah mereka sembako selama satu hingga dua bulan. Penghasilan mereka berapa? Mereka harus dikasih kompensasi selama ini," ujar Wahyu Wahyudin menanggapi keluhan nelayan atas aturan baru itu. 

Bersama sejumlah nelayan Sabtu (25/10) siang, politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu membuka pernyataannya dengan kritik pedas terhadap implementasi PP 25 dan 28 Tahun 2025. 

Ia prihatin dengan adanya PP 25 dan 28 yang tidak berpihak kepada nelayan yang ada di Batam.

"Seolah-olah Batam ini tidak ada nelayan," sebutnya kecewa.

Padahal, fakta di lapangan menunjukkan nelayan tersebar di berbagai wilayah Batam.

Mulai dari Kecamatan Nongsa, Sungai Beduk Galang, Bulang dan Belakang Padang serta Tanjung Uma.

"Ada 4 kecamatan besar dengan ribuan nelayan. Mereka punya kapal, tapi ketika mengurus izin ke provinsi tidak diberikan karena ada surat edaran dari PTSP yang tidak bisa mengeluarkan izin lagi untuk nelayan Batam," jelas Wahyu.

Wahyu tidak hanya mengkritik, tetapi juga memberikan solusi konkret dengan tiga tuntutan utama.

Pertama, ia meminta Provinsi Harus Berani Beri Diskresi Khusus.

"Saya berharap pemerintah provinsi harus berani mengeluarkan izin dulu, memberikan diskresi khusus. Meminta juga kepada pemerintah pusat agar ada penyesuaian dulu," tegas Wahyu.

Diskresi ini, menurut dia penting sebagai kebijakan transisi agar nelayan tidak terpukul secara ekonomi selama masa peralihan kewenangan.

"Kami mendorong pemerintah pusat agar mengkaji ini. Dikecualikan dong. Kalau memang ini tetap mau diperlakukan, maka BP Batam itu harus siap. Harus siap dulu dengan SDM yang ada," ujar Wahyu dengan tegas.

Ia menyoroti kesalahan fatal dalam implementasi kebijakan.

"Jangan ini sudah berlaku, ternyata SDM-nya tidak siap. Ini yang salah kaprah kelihatannya," katanya.

Ia pun mengusulkan perlu ada pengecualian dalam PP untuk nelayan, kewenangan tetap berada di Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau.

Menurut dia, jika ini dibiarkan berkepanjangan maka dapat terjadi inflasi ikan.

Tanpa pasokan ikan segar dari nelayan lokal, harga ikan di Batam diprediksi akan naik tajam. 

Jika ada keluhan ia berjanji akan turun ke Pemerintah Pusat.

Wahyu mengaku akan membawa ini ke meja  Rapat Dengar Pendapat (RDP) sehingga persoalan tidak berlarut-larut.

"Saya imbau kepada nelayan, ini tidak usah terlalu panik. Tetap mengajukan permohonan izin kepada pemerintah provinsi. Nanti saya akan kawal sedemikian mungkin agar pemerintah provinsi mau mengeluarkan," tutupnya. (TribunBatam.id/Bereslumbantobing)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.