yang jadi krusial sebetulnya deteksi dini itu, mengingat saat ini angka kejadian pasien datang berobat dalam keadaan sudah terjadi penyebaran (metastase) masih banyak ditemui di rumah sakit
Bandung (ANTARA) - Dinas Kesehatan Jawa Barat mencatat kanker payudara merupakan kasus kanker terbanyak dengan sekitar 30 persen dari seluruh kasus kanker perempuan, adalah kanker payudara, karena itu deteksi dini dan pemeriksaan kesehatan secara rutin atas kanker yang jadi paling umum di Indonesia itu menjadi penting.
Pentingnya deteksi dini itu juga diungkapkan oleh para dokter yang menjadi pembicara dalam seminar awam bertajuk "Perkembangan Terbaru tentang Kanker Payudara: Apa yang Harus Diperhatikan?" di Bandung, Minggu.
Berdasarkan data Global Cancer Observatory (GLOBOCAN) 2024, terdapat lebih dari 80.000 kasus baru kanker payudara di Indonesia setiap tahun, menjadikannya jenis kanker paling umum dan penyebab utama kematian akibat kanker pada perempuan.
Bahkan, Dinas Kesehatan Jabar mencatat masih banyak masyarakat belum melakukan pemeriksaan rutin, sehingga kanker sering ditemukan dalam stadium lanjut. "Kanker payudara bukan hanya persoalan medis, tetapi juga persoalan sosial yang menyentuh banyak keluarga. Deteksi dini dan diagnosis tepat waktu sangat menentukan keberhasilan terapi," kata dr Marvin Marino, SpGK, AIFO-K yang juga Direktur Medis RS Santo Borromeus.
Dokter Spesialis Bedah Tumor, Dradjat R Suardi SpB(K)Onk, yang juga menjadi salah satu pembicara, menekankan pentingnya pemeriksaan SADANIS (pemeriksaan payudara klinis), yaitu pemeriksaan payudara oleh tenaga medis dengan menggunakan pemeriksaan USG/ultrasonografi atau mammogarafi agar bisa dideteksi kanker payudara dalam stadium dini.
"Karena pasien akan memiliki harapan hidup yang lebih baik jika ditemukan pada stadium dini," kata Drajat dalam seminar yang digagas RS Santo Borromeus tersebut.
Hal ini diamini dan dipandang krusial oleh dokter spesialis hematologi-onkologi medik, Indra Wijaya SpPD (K)HOM, mengingat sebagian besar pasien datang berobat ketika kankernya menyebar, yang menurut dia pemicunya faktor kesadaran, keterlambatan periksa, dan minimnya literasi kesehatan.
"Karenanya jadi krusial sebetulnya deteksi dini itu, mengingat saat ini angka kejadian pasien datang berobat dalam keadaan sudah terjadi penyebaran (metastase) masih banyak ditemui di rumah sakit," ujarnya.
Sementara itu, dokter Spesialis Bedah Tumor, Monty P Soemitro Sp B(K) Onk M.Kes, MMRS, menekankan bahwa perbedaan dari jenis kanker payudara sangat berpengaruh terhadap respons pengobatan kanker payudara yang terdiri dari pembedahan, kemoterapi, dan radioterapi.
"Akan tetapi, jenis dan karakteristik kanker payudara yang ditentukan melalui pemeriksaan jaringan pasca pembedahan diketahui sangat berperan menentukan terapi selanjutnya," katanya.
Menurut dr Franky Sandjaja SpOnk Rad, metode radioterapi termasuk salah satu modalitas terapi kanker payudara, di mana metode tersebut dapat melengkapi tindakan pembedahan serta kemoterapi, dan seiring perkembangan zaman, terapi modern itu kini mampu menyasar sel kanker tanpa merusak jaringan sehat.
"Radioterapi saat ini dapat dilakukan secara lebih presisi, dan mengurangi efek samping kepada pasien," ucapnya.
Ditemui selepas seminar, Monty P Soemitro mengatakan masalah biaya pengobatan kanker payudara yang tak murah, masih jadi isu di tengah masyarakat.
Namun dengan fasilitas USG yang kini sudah banyak tersedia di sebagian besar puskesmas dan dokter umum turut mendapatkan pelatihan rutin untuk mendeteksi kelainan payudara, dinilai dapat menekan biaya pengobatan karena kanker bisa ditemukan lebih awal.
Adapun Indra Wijaya, menyampaikan tantangan terbesar masih berasal dari masyarakat, akibatnya banyak pasien baru memeriksakan diri ketika sudah muncul gejala berat. Sehingga edukasi langsung ke sekolah, komunitas, dan yayasan akan membantu memperluas penyebaran informasi.
"Karenanya dengan kegiatan ini, diharapkan masyarakat lebih award dan sadar akan pentingnya deteksi dini. Dan sebagai rekomendasi, masyarakat bisa mengakses sumber informasi kesehatan terpercaya atau konsultasi dengan fasilitas kesehatan," ujar Marvin Marino dalam peringatan Bulan Peduli Kanker Payudara Sedunia dan peringatan 104 tahun Borromeus iitu.







