Intimidasi dan Teror Dialami Keluarga Aktivis Syahdan Husein: Paket Misterius, Miss-Call, Doxing
Rizali Posumah October 27, 2025 06:30 AM
Ringkasan Berita:
  • Pada akhir Agustus, Syahdan dan istrinya menjadi korban doxing—praktik penyebaran data pribadi seseorang secara publik di internet tanpa izin.
  • Di mana identitasi suami istri ini disebarkan disertai narasi negatif dan seruan penangkapan.
  • Menurut Sigizia, paket tersebut diduga digunakan untuk melacak keberadaan Syahdan.

 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Berbagai bentuk intimidasi diduga dialami keluarga aktivis Syahdan Husein—salah satu dari empat aktivis yang ditangkap polisi pasca-demonstrasi anarkis akhir Agustus 2025.

Intimidasi tersebut, bahkan terjadi sebelum penangkapan dilakukan oleh aparat Polda Metro Jaya.

Mulai dari serangan digital, paket misterius, hingga tekanan psikologis. 

Bahkan hal itu berlangsung hingga kini, sebagaimana diungkap kakak ipar Syahdan, Sigizia Pikhansa, dalam konferensi pers di kantor YLBHI, Jakarta Pusat, Minggu (26/10/2025).

Pada akhir Agustus, Syahdan dan istrinya menjadi korban doxing—praktik penyebaran data pribadi seseorang secara publik di internet tanpa izin.

Di mana identitasi suami istri ini disebarkan disertai narasi negatif dan seruan penangkapan.

“Jadi, diceritakan narasinya kalau mereka (Syahdan dan istrinya) bekerja sama, terus ada seruan terakhir itu tangkap mereka,” terang Sigizia.

Tidak lama berselang, keluarga menerima kiriman paket COD (Cash On Delivery) bernilai jutaan rupiah.

Menurut Sigizia, paket tersebut diduga digunakan untuk melacak keberadaan Syahdan.

 “Kami duga ini sepertinya hanya mau ngecek lokasi, karena (lokasi) Syahdan ada di beberapa tempat, apakah Syahdan sedang ada di lokasi yang ini,” tuturnya.

Ketika Syahdan ditangkap, bentuk terornya pun masih berlanjut.

Sigizia mulai menerima panggilan telepon misterius dalam jumlah masif.

Terutama setelah ia berbicara di media soal kondisi Syahdan di tahanan.

Kata dia, pasca dirinya ngomong di media, sebelumnya aman-aman saja, tidak ada yang telepon.

"Tapi, setelah saya muncul, menceritakan Syahdan dan kawan-kawan mogok makan, mulai sehari bisa belasan sampai puluhan miss-call,” katanya.

Ada bahkan akun palsu media sosial yang menggunakan nama dan wajah anak Syahdan tanpa izin keluarga.

Padahal, keluarga sama sekali tidak ada yang bikin akun itu.

"Terus memposting mukanya tanpa konsen keluarga. Keluarga itu enggak tahu ini dapet fotonya dari mana, sedangkan fotonya itu enggak pernah diposting di sosial media manapun,” ujarnya.

Menurut Sigizia, rangkaian peristiwa tersebut menimbulkan dampak psikologis yang berat.

Ia menyebut kondisi kesehatan ayah Syahdan memburuk akibat tekanan mental dan kini dirawat di rumah sakit.

“Bahkan Ayahnya Syahdan pun sudah dirawat di rumah sakit karena secara kesehatan juga kena. Makanya kami berharap benar-benar kasus ini tuh bisa diselesaikan secara seadil-adilnya,” harapnya.

Diketahui, syahdan Husein merupakan satu dari sekitar 959 hingga 997 orang yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Polri terkait demonstrasi akhir Agustus 2025.

Dari jumlah tersebut, hanya empat aktivis yang ditangkap di wilayah Polda Metro Jaya mengajukan praperadilan—mekanisme hukum untuk menguji sah atau tidaknya penetapan tersangka, penangkapan, atau penahanan.

Keempatnya adalah Direktur Eksekutif Lokataru Foundation Delpedro Marhaen, staf Lokataru Foundation Muzaffar Salim, admin Gejayan Memanggil Syahdan Husein, dan mahasiswa Universitas Riau sekaligus pegiat media sosial Khariq Anhar.

Praperadilan diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada awal Oktober 2025.

Sidang perdana dimulai pada Senin, 20 Oktober 2025.

Sementara itu, sidang putusan atau vonis dijadwalkan digelar pada Senin, 27 Oktober 2025.

Salah satu perkara tercatat dengan nomor 130/Pid.Pra/2025/PN JKT.SEL atas nama Syahdan Husein.

Keempat aktivis tersebut dijerat dengan Pasal 160 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penghasutan, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), serta Undang-Undang Perlindungan Anak.

Tim Advokasi Untuk Demokrasi (TAUD), yang menjadi kuasa hukum para aktivis, menilai penetapan tersangka tidak sah secara hukum.

Tim berharap pengadilan dapat mengoreksi proses hukum yang dinilai cacat prosedur tersebut.

Pihak kepolisian belum memberikan tanggapan resmi terkait pernyataan keluarga Syahdan Husein.

Tribunnews masih berupaya menghubungi pihak Polda Metro Jaya untuk meminta klarifikasi dan akan memperbarui informasi jika ada perkembangan.

SUMBER: Tribunnews.com

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.