Foto-Foto sebelum dan Sesudah Gletser Mencair di seluruh Dunia
BBC NEWS INDONESIA October 28, 2025 03:20 PM
Foto-Foto sebelum dan Sesudah Gletser Mencair di seluruh Dunia
Laporan terbaru Organisasi Meteorologi Dunia mengungkap gletser di luar lapisan es Greenland dan Antarktika kehilangan 450 miliar ton es pada 2024. Itu setara dengan blok es setinggi 7 km yang bisa mengisi 180 juta kolam renang Olimpiade.
Satu kolam renang Olimpiade memiliki kapasitas menampung air hingga 2,5 juta liter.
Peneliti Matthias Huss membuktikan krisis iklim dengan mengenang kembali kunjungannya ke Gletser Rhône di Swiss untuk pertama kalinya, 35 tahun yang lalu.
Kala itu, dataran es hanya berjarak beberapa langkah dari tempat orang tuanya memarkir mobil.
Kini, es tersebut berjarak setengah jam dari tempat parkir yang sama. Pemandangannya pun sudah sangat berbeda.
"Setiap kali saya kembali, saya masih ingat betul bagaimana gletser itu terlihat saat saya masih anak-anak," ucap Huss, yang kini menjabat sebagai Direktur Pemantauan Gletser di Swiss (GLAMOS).
Namun dari pengukuran GLAMOS pada pekan ini, kondisinya jauh berbeda dengan yang disaksikan Huss dulu.
Pengukuran itu mengungkap gletser di Swiss sudah kehilangan seperempat esnya dalam 10 tahun terakhir.
"Sangat sulit untuk memahami sejauh mana pencairan ini," jelas Huss.
Cerita serupa juga terjadi pada banyak gletser di seluruh dunia. Sungai es beku sedang mencair dengan cepat sehingga keadaannya tak lagi sama dengan beberapa dekade lalu.
"Gletser mencair di seluruh dunia," kata Prof Ben Marzeion dari Institut Geografi Universitas Bremen.
"Mereka berada dalam iklim yang sangat tidak ramah saat ini karena pemanasan global."
Foto-foto—dari ruang angkasa dan darat—menceritakan kisahnya sendiri.
Gambar satelit menunjukkan Gletser Rhône telah berubah sejak 1990, saat Huss pertama kali mengunjunginya. Di bagian depan gletser terdapat danau es.
Perbesar
Gambar satelit menunjukkan bagaimana Gletser Rhône telah menyusut antara 1990 dan 2025.
Baru-baru ini, glasiolog di Pegunungan Alpen menilai es yang mencair sebesar 2% dalam satu tahun sebagai "sesuatu yang ekstrim".
Namun pada 2022, hal ini dibantah karena es yang mencair dalam satu tahun hampir 6% dari yang tersisa di Swiss.
Pada 2023, 2024, dan 2025, pencairannya kian signifikan.
Profesor glasiologi di Universitas Oslo, Regine Hock yang telah mengunjungi Pegunungan Alpen sejak 1970-an menyatakan: "Apa yang kita lihat sekarang adalah perubahan yang sangat besar dalam beberapa tahun".
Gletser Clariden di Swiss timur laut terbilang seimbang hingga akhir abad ke-20. Gletser ini mendapatkan es setara dengan yang mencair.
Namun, pada abad ini, gletser tersebut mencair dengan cepat.
Perbesar
Gletser ini menyusut antara 1898 dan 2006, tetapi perubahan antara 2006 dan 2025 bahkan lebih mencolok: esnya menjadi lebih tipis dan menyusut.
Untuk gletser-gletser kecil, seperti Gletser Pizol di Pegunungan Alpen Swiss bagian timur laut, peristiwa mencair secara signifikan ini sangat berdampak besar.
"Ini adalah salah satu gletser yang saya amati, dan sekarang sudah hilang sepenuhnya. Ini benar-benar membuat saya sedih," kata Huss.
Foto-foto ini memungkinkan kita untuk melihat lebih jauh ke masa lalu.
Gletser Gries, yang terletak di selatan Swiss dekat perbatasan Italia, telah mundur sekitar 2,2 km dalam seratus tahun terakhir.
Tempat ujung gletser pernah berada, kini menjadi danau gletser yang besar.
Perbesar
Dua gambar Gletser Gries, satu pada 1919 di atas dan satu pada 2025 di bawah.
Di bagian tenggara Swiss, Gletser Pers dulunya mengalir ke Gletser Morteratsch yang lebih besar dan berlanjut ke arah lembah. Kini kedua gletser tersebut tidak lagi bertemu.
Gletser terbesar di Pegunungan Alpen, Gletser Aletsch Besar, telah menyusut sekitar 2,3 km dalam 75 tahun terakhir. Di tempat yang dulunya tertutup es, kini tumbuh pohon-pohon.
Perbesar
Dua gambar Gletser Aletsch Besar, satu pada 1949 di atas dan satu pada 2024 di bawah.
Secara alami, gletser memang meluas dan menyusut selama jutaan tahun.
Mundur pada abad ke-17, ke-18, dan ke-19 yang merupakan periode pendinginan atau bagian dari Zaman Es Kecil, gletser terus meluas.
Selama periode pendinginan pada abad ke-17, ke-18, dan ke-19—bagian dari Zaman Es Kecil—gletser secara teratur maju.
Pada masa itu, perluasan gletser dianggap kutukan dari kekuatan spiritual dalam mitos di Alpen. Sebab, meluasnya gletser ini mengancam pemukiman dan lahan pertanian.
Bahkan ada cerita penduduk desa yang memanggil pendeta untuk berbicara dengan roh gletser dan meminta mereka pindah ke atas gunung.
Gletser mulai menyusut di berbagai titik karena mencair di Pegunungan Alpen sekitar tahun 1850. Meskipun waktu mundurnya bervariasi dari satu tempat ke tempat lain.
Situasi ini bertepatan dengan meningkatnya industrialisasi yang banyak menggunakan batu bara sebagai sumber bahan bakar. Ini mulai memanaskan atmosfer bumi.
Meski pada dasarnya gletser dapat berubah secara alami, kondisi selama 40 tahun terakhir dengan pencairan yang sangat cepat ini bukan merupakan fenomena alami.
Tanpa campur tangan ini dengan membakar bahan bakar fosil dan melepaskan jumlah besar karbon dioksida (CO2), gletser diperkirakan akan relatif stabil.
"Kita hanya bisa menjelaskannya jika memperhitungkan emisi CO2," kata Prof Marzeion.
Namun, kekhawatiran terbesar adalah butuh puluhan tahun dari massa es yang mencair ini untuk menyesuaikan diri dengan perubahan iklim.
Artinya, bahkan jika suhu global stabil besok, gletser akan terus mencair.
"Sebagian besar pencairan gletser di masa depan sudah telanjur terjadi. Perubahan iklim lebih cepat," jelas Prof Marzeion.
Menurut penelitian yang diterbitkan 2025 di , setengah dari es yang tersisa di gletser pegunungan di seluruh dunia dapat dipertahankan jika .
Saat ini, pemanasan mengarah sekitar 2,7°C sehingga berpotensi hilangnya tiga perempat es di dunia. Air yang mencair dari es ini menjadi air tambahan yang masuk ke sungai dan akhirnya ke lautan.
Artinya, akan terjadi kenaikan permukaan laut bagi populasi pesisir di seluruh dunia.
Selain itu, es yang mencair secara signifikan ini juga akan berdampak pada masyarakat pegunungan yang bergantung pada gletser untuk sumber air tawarnya.
Gletser mirip dengan bendungan raksasa. Mereka menampung air dalam bentuk salju—yang berubah menjadi es—selama periode dingin dan basah. Lalu melepaskannya sebagai air lelehan selama periode hangat.
Air lelehan ini membantu menstabilkan aliran sungai selama musim panas yang kering.
Hilangnya sumber air ini memiliki dampak berantai bagi semua yang bergantung pada gletser. Sebab, gletser dimanfaatkan juga untuk irigasi, minum, tenaga air, dan bahkan lalu lintas kapal.
Swiss tidak kebal terhadap tantangan tersebut, tetapi dampaknya jauh lebih mendalam bagi pegunungan tinggi Asia, yang disebut beberapa pihak sebagai "Kutub Ketiga" karena volume esnya.
Sebagian dari 800 juta orang bergantung pada air lelehan gletser, terutama untuk pertanian.
Beberapa wilayah yaitu cekungan sungai Indus bagian atas, yang mengairi bagian-bagian China, India, Pakistan, dan Afghanistan.
Pada daerah dengan musim panas yang lebih kering, air lelehan es dan salju dapat menjadi satu-satunya sumber air yang signifikan selama berbulan-bulan.
"Di situ, kita melihat kerentanan terbesar. Itu menyedihkan," kata Prof Hock.
Lalu, bagaimana cara mengatasinya untuk menjaga masa depan gletser di dunia yang semakin hangat?
"Jika Anda mengurangi karbon dan jejak karbon, Anda dapat melestarikan gletser. Kita memegang kuncinya."
Gambar atas: Gletser Tschierva, Pegunungan Alpen Swiss, pada tahun 1935 dan 2022. Kredit: swisstopo dan VAW Glaciology, ETH Zurich.
Laporan tambahan oleh Dominic Bailey dan Erwan Rivault.