Membantah Klaim Menteri Kebudayaan Fadli Zon tentang Persebaran Manusia Dimulai dari Indonesia
Moh. Habib Asyhad October 30, 2025 01:34 PM

Prof Truman Simanjuntak membantah klaim Menteri Kebudayaan Fadli Zon terkait persebaran manusia di dunia dimulai dari Indonesia. Menurutnya, klaim itu berbahaya.

---

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-Online.com -Arkeolog senior Prof. Harry Truman Simanjuntak menyebut apa yang disampaikan oleh Menteri Kebudayaan Fadli Zon terkait klaim persebaran manusia di dunia dimulai dari Nusantara sebagai sesuatu yang berbahaya. Arkeolog dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional itu juga menyoroti beberapa kelemahan klaim tersebut.

Kita tahu, pada pembukaan konferensi internasional Persatuan Ilmuwan Prasejarah dan Protosejarah (UISPP) Inter-Regional Conference 2025 di Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga, Jawa Tengah, Selasa (29/10/2025) kemarin, Fadli Zon kembali mengajukan gagasannya tentang teori penyebaran manusia yang berawal dari Nusantara. Gagasan itu dia sebut sebagai Out of Nusantara.

Sebagaimana ditulis Intisari Online sebelumnya, dalam Out of Nusantara itu Fadli ingin mengatakan bahwa persebaran manusia di seluruh penjuru dunia bukan berawal dari Afrika tapi dari Nusantara.

“Manusia purba Nusantara bisa berekspansi melalui jalur laut, tak hanya berjalan menyusuri benua seperti yang selama ini didiskusikan dalam teori out of Africa. Gagasan out of Nusantara menjadi semakin kuat dengan adanya bukti-bukti ini, bahwa persebaran manusia purba tidak hanya bersifat satu arah dari Afrika, melainkan dapat bermula justru dari wilayah Nusantara, atau out of Nusantara,“ kata Fadli Zon, sebagaimana siaran pers yang dia bagikan.

Untuk mendukung gagasannya itu, Fadli Zon menyodorkan beberapa temuan yang diklaim bisa membuktikan teorinya itu. Salah satunya adalah kehidupan Homo erectus di sekitar Bengawan Solo.

Bukti lain, menurut Fadli, adalah temuan situs peradaban purba di berbagai kawasan di Indonesia. "Indonesia memiliki lukisan naratif tertua di dunia, berusia sekitar 51.200 tahun yang ditemukan di gua Leang Karampuang, Maros-Pangkep, Sulawesi Selatan. Lukisan ini menggambarkan hewan, figur manusia, interaksi antar-tokoh bahkan gambar perahu-perahu yang menunjukkan kemampuan bercerita visual lebih dari 51 milenium lalu,” tuturnya lagi.

Masih ada lagi. Jejak awal Homo sapiens lebih dari 60.000 tahun lalu di Gua Lida Ajer, Sumatera Barat, kata Fadli, juga merupakan salah satu bukti tertua di dunia bahwa manusia modern mampu hidup dan beradaptasi di ekosistem hutan hujan tertutup, bukan hanya sabana terbuka. Sementara Gua Harimau di Sumatera Selatan juga memperlihatkan kesinambungan budaya dari sekitar 22.000 tahun lalu dengan temuan tembikar, alat tulang, logam tembaga, perunggu dan besi awal dari sekitar abad ke-4 SM hingga abad ke-1 M.

Bentang karst Sangkulirang–Mangkalihat di Kalimantan Timur yang menyimpan ribuan gambar purba yang bercerita tentang perburuan, tari, hingga ritual kolektif juga disodoran Fadli untuk memperkuat gagasannya.

Salah satu bukti paling kuat, menurut Fadli Zon, terdapat di gua Liang Kobori di kawasan karst Muna, Sulawesi Tenggara yang merekam perahu, perburuan kolektif di perairan, dan penggembalaan hewan. “Ini menunjukkan bahwa manusia awal di Nusantara sudah dapat mengarungi lautan dan sudah memiliki tradisi maritim. Lukisan-lukisan purba ini menunjukkan memori visual dunia maritim Austronesia yang nantinya turut membentuk identitas kepulauan Asia Tenggara dan Indo-Pasifik,” jelas Fadli.

Manusia purba di kawasan yang kini disebut sebagai Indonesia ini adalah manusia yang disebutnya sudah membentuk peradaban, mampu bercerita, mampu melakukan pemakaman dengan hormat, punya teknologi logam, memetakan ruang sakral, dan mengarungi lautan.

“Beremigrasi dan merantau ke berbagai penjuru dunia. Inilah mengapa kami menyebut Indonesia sebagai salah satu arsip peradaban tertua umat manusia,” kata Fadli Zon.

Tapi apa yang disampaikan Menteri Kebudayaan itu dibantah oleh Prof. Truman. Lebih dari itu, arkeolog lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM) itu menyebut apa yang diutarakan oleh Fadli sebagai “mimpi di siang bolong”.

“Apa yang disampaikan oleh Menteri Kebudayaan tidak berdasar,” ujar Prof. Truman lewat sambungan telepon pada Rabu (29/10) sore. “Padahal, untuk berbicara tentang persebaran manusia harus ada data dan bukti-bukti,” lanjutnya.

Untuk tahu tentang persebaran manusia, “bisa kita mulai dari Homo erectus,” terangnya. “Homo erectus itu baru keluar dari Afrika, menurut perhitungan para sarjana, sekitar 1,8 juta tahun yang lalu – di Indonesia tentu kurang dari 1,8 juta. Sebelum Homo erectus, ada manusia yang lebih tua di Afrika yang dikenal sebagai Homo habilis. Manusia ini hanya ditemukan di Afrika, tidak di tempat lain. Homo habilis inilah yang menurunkan Homo erectus, yang kemudian bermigrasi ke beberapa wilayah di Eropa dan Asia. Homo erectus kemudian berevolusi menjadi Manusia Arkaik atau Homo sapien arkaik. Manusia Arkaik ini lalu berevolusi menjadi Homo sapiens awal. Manusia Modern inilah yang kemudian menyebar ke luar Afrika sekitar 100 ribuan tahun yang lalu, masuk Eurasia dan benua-benua lainnya – Homo sapiens diperkirakan masuk ke Indonesia sekitar 50 hingga 70 ribu tahun yang lalu. Mereka lebih mampu menjawab berbagai tantangan alam dibanding pendahulunya.”

Lalu terkait bukti-bukti yang disodorkan Fadli Zon untuk memperkuat asumsinya, menurut Prof Truman, itu semua kan “relatif lebih baru”. Misalnya, lukisan d Gua Leang-Leang yang berusia sekitar 50 ribuan tahun, lalu jejak awal Homo sapiens di Lida Ajer yang berusia sekitar 60 ribuan tahun yang lalu, lalu kehidupan di Gua Harimau Sumatera Selatan sekitar 20 ribuan tahun yang lalu, dan lain sebagainya.

“Jadi, apa yang disampaikan oleh Pak Menteri tidak mendasar sama sekali. Semacam mimpi di siang bolong,” tutur Prof Truman.

Klaim Fadli Zon berbahaya

Lebih dari itu, Prof Truman juga menyebut klaim Menteri Kebudayaan terkait persebaran manusia itu sebagai sesuatu yang berbahaya. Itu bisa meninabobokkan bangsa, katanya.

“Kalau sudah dikatakan Indonesia paling ini, Indonesia paling itu, Indonesia pusat ini, Indonesia pusat itu – termasuk Indonesia sebagai titik awal persebaran manusia – itu bisa membodohi, bisa membuat bangsa terninabobokkan,” katanya.

Menurut Prof Truman, jika ingin berbicara tentang ilmu pengetahuan, harus ada kejujuran. Tanpa kejujuran, katanya, tidak akan ada gunanya. Selain kejujuran, juga harus ada keterbukaan untuk mendengar, menerima masukan dari luar. “Itulah prinsip ilmu pengetahuan,” tegasnya.

Sebagai arkeolog dan sebagai pribadi, Prof Truman mengaku sudah berkali-kali mengingatkan Fadli Zon untuk tidak sembarangan membuat pernyataan terkait ilmu pengetahuan tanpa didasar data yang kuat. Termasuk klaim Fadli Zon terkait Indonesia sebagai pusat peradaban dunia yang dia lontarkan sejak awal-awal menjabat sebagi Menteri Kebudayaan.

“Sudahlah, tidak usah berbicara tentang sesuatu yang mengawang-awang,” begitu dia memberi nasihat.

Apa sebenarnya motif Fadli Zon?

Ketika ditanya apa sebenarnya motif Menteri Kebudayaan mengeluarkan klaim seperti itu, Prof Truman hanya mengatakan bahwa hanya dirinya dan Tuhan-lah yang tahu apa tujuannya.

Meski begitu, Prof Truma menangkap ada gelagat-gelagat politis dari pernyataan tersebut. Jikapun harus menggunakan bahasa politis, menurutnya, tetap harus disandarkan pada kebenaran dan bukti-bukti keilmuwan dan tidak bisa asal omong.

“Saya sudah beberapa kali mengatakan, di beberapa kesempatan: tolong, bahasa politik itu jangan sampai mencemar narasi ilmu pengetahuan, scientific. Kita ini katanya orang intelektual, berbicaranya pun harus intelektual, berdasarkan data,” katanya.

“Jika ditanya motif, tentu saya tdak tahu pastinya. Tapi biasa jadi supaya jadi pusat perhatian. Supaya dianggap sebagai pemikir ulung. Yang jelas, hanya dialah – dan Tuhan – yang tahu apa motivasinya walaupun dia sendiri tahu itu tidak mendasar.”

Terakhir, Prof Truman cuma bisa berharap Menteri Pendikan Fadli Zon mau menerima masukan dari kiri dan kanan. Semoga!

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.