Ringkasan Berita:
- Jessy Nirmala Sari adalah seorang penari yang tinggal di Jakarta
- Jessy Nirmala saat ini menjadi sorotan setelah membagikan pengalaman di catcalling oknum polisi
- Kini oknum polisi tersebut mendapatkan sanksi atas perbuatannya
TRIBUNMANADO.CO.ID - Berikut ini adalah sosok Jessy Nirmala Sari.
Nama Jessy Nirmala Sari saat ini sedang jadi perbincangn publik.
Itu setelah dirinya curhat di media sosialnya terkait apa yang ia alami.
Jessy Nirmala Sari adalah seleb TikTok
Jessy Nirmala Sari merupakan seorang guru tari.
Namun ia dikenal aktif di media sosial seperti TikTok dan Instagram.
Akan tetapi ia baru-baru ini mengalami pengalaman kurang menyenangkan ini dibagikan Jessy lewat akun media sosial TikTok miliknya.
Cat calling merupakan sebuah bentuk pelecehan seksual yang seringkali korbannya adalah wanita atau remaja perempuan.
Dikutip dari Merriam-Webster Dictionary, secara harfiah catcalling berarti the act of shouting a loud, sexually suggestive, threatening, or harassing call or remark at someone publicly.
Dalam Bahasa Indonesia, artinya adalah tindakan meneriakkan panggilan atau ucapan yang keras serta bernada seksual, mengancam, atau melecehkan kepada seseorang yang dilakukan di depan umum.
Dapat catcalling dari oknum penegak hukum, Jessy Nirmala mengaku kesal.
Kekesalannya tersebut ia luapkan lewat TikTok yang kini menjadi sorotan.
Peristiwa ini terjadi saat Jessy Nirmala berjalan di trotoar di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pulang dari pilates.
"Kejadiannya begini ya, aku setiap pulang pilates selalu jalan kaki, cuma enggak tahu kenapa di jalur yang aku lewati lagi banyak polisinya tuh, aku enggak ngerti, terus aku lewat. Terus ada aja dong polisi yang nge-catcall," ujarnya dalam video, dikutip Selasa (28/10/2025).
Jessy mengaku memang kerap mengalami catcalling, namun kali ini berbeda.
Pelakunya adalah oknum polisi, yang menurutnya seharusnya menjadi simbol keamanan bagi masyarakat.
Alih-alih diam, Jessy memilih bereaksi.
Ia terekam mengamuk sekaligus merekam kejadian tersebut sebagai bentuk protes terhadap perilaku aparat yang tidak pantas.
"Tapi yang bikin aku kesel banget ini tuh polisi. Dia pakai seragam. Mereka ramai-ramai ya, tapi yang goda satu orang nih. Di situ aku mengamuk lah, jadi aku videoin aja," katanya.
Dalam video lain, Jessy menekankan ketidaknyamanannya dan mempertanyakan rasa aman masyarakat:
"Gimana kita bisa merasa aman, kalau misalkan polisinya aja kelakuannya begini?"
Ia juga menegaskan bahwa pakaian yang dikenakannya saat itu sangat tertutup dan sederhana, tanpa ada unsur menggoda:
"Dan lihat ini pakaian aku ya, ini pakaian yang sangat-sangat tertutup, sangat-sangat tidak ada lekukan, tidak ada godaan apa-apa. Saya tidak dandan hari ini. Saya bener enggak habis pikir," tuturnya.
Akun Instagramnya bernama @jessynirmalaa dengan jumlah pengikut mencapai 21,6 ribu orang.
Lewat akun media sosialnya tersebut Jessy kerap unjuk kebolehan terkait kepiawaiannya dalam menari.
Baru-baru ini sosok Jessy viral setelah membagikan pengalamannya di catcalling oknum polisi.
Jessy mengungkap kata-kata catcalling yang ia dapat dari oknum polisi tersebut.
Awalnya, dirinya sudah mengalami perasaan kurang nyaman atau tidak enak saat berjalan kaki di trotoar dan melintas di depan kumpulan polisi.
"Ketika aku jalan, itu ada gerombolan polisi berseragam. Sebenarnya dari tatapannya aja udah kerasa sih."
"Kamu pasti ngerti kalau yang udah pernah di-catcalling. Dari cara melihatnya aja udah tidak mengenakkan ya," kata Jessy dalam unggahan video TikTok-nya, dikutip Rabu (29/10/2025), dikutip dari TribunJakarta.
Kemudian, terdengar godaan catcalling berupa suara-suara aneh.
"Terus ada suara-suara semacam kayak 'kikiw-kikiw.' Jadi, sebenarnya dia udah bersuara-suara, tapi nggak aku hiraukan," ungkap Jessy.
"Terus ada suara lagi tambahan 'Cici, cici.' Di situ, aku udah enggak bisa terima lagi sih, karena dia udah spesifik nih, 'Cici-cici.' Berarti kan sudah menargetkan aku untuk digodain ya," sambungnya.
Kemudian Jessy langsung bereaksi dengan melotot ke arah oknum polisi itu dan menegurnya.
Setelah ditegur, kata Jessy, polisi tersebut merasa kaget dan teman-teman di sekitarnya juga terdiam.
"Langsung lah aku melotot ke dia. 'Heh, kamu tuh polisi ya!'" jelas Jessy.
"Dia kaget, langsung semua teman-temannya pada terdiam tuh. 'Kamu tuh polisi, masa kamu goda-godain orang?' Akhirnya aku kepikir ngeluarin kamera dan videoin," tambahnya.
"Kadang-kadang orang-orang yang catcalling itu, betapa pengecutnya mereka, mereka tuh suka untuk bersuara-bersuara aneh aja, aku tuh sering mengalami aja. Kita tahu lah itu tujuannya apa," ujarnya.
Peristiwa dugaan catcalling yang dilakukan oknum polisi terhadap Jessy Nirmala pun mendapat tanggapan langsung dari Polda Metro Jaya.
Kapolda Metro Jaya Irjen Asep Edi Suheri mengaku telah memerintahkan Bid Propam (Bidang Profesi dan Pengamanan) Polda Metro Jaya untuk mengusut aksi catcalling tersebut.
"Saya sudah minta Kabid Propam untuk dalami dan tindak lanjuti berita tersebut," kata Asep, Rabu (29/10/2025), dilansir TribunJakarta.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Metro Jaya Brigjen Ade Ary Syam Indradi menuturkan, oknum polisi itu telah mendapat tindakan disiplin dari Provost Satbrimob Polda Metro Jaya.
Saat ini, oknum polisi tersebut masih menjalani proses pemeriksaan.
"Yang bersangkutan telah diberi tindakan disiplin oleh Provost Sat Brimob Polda Metro Jaya."
"Selanjutnya dilakukan proses pemeriksaan untuk hukuman disiplin oleh Bidpropam Polda Metro Jaya atau Unit Provost Sat Brimob Polda Metro Jaya," papar Ade Ary.
Catcalling termasuk bentuk kekerasan seksual di ruang publik yang dilakukan dengan kata-kata, siulan, maupun godaan dengan panggilan atau ujaran yang merendahkan, berhubungan dengan penampilan fisik korban yang berorientasi seksual, dikutip dari Kompas.com.
Selain lewat kata-kata atau godaan yang merendahkan, catcalling juga bisa mencakup simbol dan/atau isyarat tertentu.
Sayangnya, tindakan ini masih sering dianggap sepele, sebatas candaan, dan bahkan normal dalam suatu lingkungan, sehingga pelaku catcalling jarang mendapat sanksi.
Biasanya, catcalling dilakukan secara berkelompok (pelaku tidak selalu sendirian), dan mayoritas pelakunya adalah laki-laki dan perempuan yang menjadi korban.
Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan pula bahwa tindakan catcalling bisa dilakukan oleh perempuan, dengan korban laki-laki.
Ada dua jenis tindakan catcalling menurut modus operandinya, yakni:
Catcalling verbal, dilakukan dengan memberikan siulan atau komentar mengenai penampilan korban
Catcalling nonverbal, dilakukan dengan gestur fisik maupun mimik wajah untuk memberikan “penilaian” terhadap korban
Tindakan catcalling tidak hanya mengganggu kenyamanan dan keamanan, tetapi juga dapat memengaruhi kesehatan mental korban karena dapat menimbulkan perasaan traumatis berkepanjangan.
Sementara itu, mengutip laman plan-international.org, ada beberapa respon yang bisa dilakukan saat kita menjadi korban catcalling, sebagaimana dijelaskan oleh Sophie Sandberg, founder dari Chalk Back movement and Catcalls of NYC.
Pertama, jika kamu merasa aman, kamu bisa membalas aksi catcalling itu dengan memberi respon singkat dan tegas, seperti menyatakan, "Itu namanya pelecehan," atau "Jangan lakukan itu."
Namun, merespon secara verbal atau teguran tidak selalu bisa dilakukan, sebab biasanya korban catcalling merasa syok hingga hanya diam.
Meski begitu, jika memungkinkan, kamu bisa berani meresponnya dengan tatapan tajam yang singkat dan penuh kemarahan, menegaskan bahwa kamu tidak suka terhadap apa yang dilakukan pelaku catcalling.
Selain itu, korban catcalling bisa merekam kejadian dan pelaku sehingga menimbulkan efek jera.
Namun, jika masih merasa ragu-ragu, mengabaikan pelaku catcalling adalah pilihan yang paling aman.
Di Indonesia, perbuatan catcalling telah diatur dan diancam pidana dalam Undang-undang No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
Ancaman pidana terhadap tindakan catcalling berupa sembilan bulan penjara dan/atau dikenai denda Rp10 juta.
Pasal 5 UU TPKS menyebut:
“Setiap Orang yang melakukan perbuatan seksual secara nonfisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorang berdasarkan seksualitas dan/atau kesusilaannya, dipidana karena pelecehan seksual nonfisik, dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) bulan dan/atau pidana denda paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)"
(Bangkapos.com/TribunnewsMaker.com)