Oleh: Adian Napitupulu
Anggota Komisi V DPR RI Fraksi PDIP
SENIN, 27 Oktober 2025, saya mengikuti diskusi bersama tiga perusahaan aplikator transportasi online dan tiga asosiasi driver. Diskusi berlangsung sekitar tiga jam dan menghasilkan banyak data menarik. Salah satunya adalah soal biaya tetap atau cost per action (CPA) dalam satu kali perjalanan penumpang.
Dalam pemaparan, disebutkan bahwa biaya CPA per order berkisar antara Rp 186 hingga Rp 204. Angka ini sudah termasuk biaya penggunaan Google Maps. Perhitungan tersebut belum mencakup komponen overhead, pemasaran, dan pemeliharaan, karena tiap perusahaan memiliki struktur biaya yang berbeda.
Awalnya saya ragu dengan angka CPA tersebut. Selama ini, narasi yang berkembang seolah biaya Google Maps sangat tinggi. Namun dalam diskusi, disampaikan bahwa biaya langganan Google Maps untuk 10 juta pengguna per bulan hanya berkisar Rp 17 hingga Rp 50 per perjalanan, tergantung jenis layanan yang digunakan.
Malam harinya, saya mencoba memasukkan komponen overhead, pemasaran, dan pemeliharaan secara umum. Hasilnya cukup mengejutkan. Total biaya operasional per perjalanan diperkirakan hanya sekitar Rp 600.
Lalu bagaimana dengan potensi keuntungan bersih aplikator dari transaksi roda dua per hari?
Dari setiap perjalanan, aplikator mengambil potongan 15 persen + 5%, ditambah biaya jasa aplikasi Rp 2.000, biaya asuransi Rp 1.000, dan biaya hijau sekitar Rp 500. Total tambahan di luar komisi mencapai Rp 3.500 per perjalanan.
Sebagai ilustrasi, jika tarif perjalanan Rp 12.000, maka komisi sebesar Rp 2.400 ditambah Rp 3.500 menghasilkan total pendapatan Rp 5.900 per order. Setelah dikurangi biaya operasional Rp 600, maka estimasi keuntungan bersih aplikator mencapai Rp 5.300 per transaksi.
Jika satu aplikator mencatat 3,3 juta transaksi per hari, maka estimasi keuntungan bersih harian bisa mencapai Rp 17,5 miliar. Dalam setahun, angka ini berpotensi menyentuh Rp 6,4 triliun, hanya dari layanan penumpang. Belum termasuk layanan makanan dan barang.
Saya percaya negara harus memberi ruang bagi dunia usaha untuk tumbuh dan meraih keuntungan. Namun di sisi lain, negara juga perlu menyusun regulasi yang adil dan transparan. Tujuannya agar pertumbuhan bisnis tidak menciptakan ketimpangan, dan agar para driver online sebagai pelaku utama tetap mendapatkan perlindungan dan keadilan.