Mataram (ANTARA) - Indonesia sebagai negara maritim dengan tingkat populasi penduduk sebanyak 284 juta jiwa membutuhkan kemandirian alat-alat kesehatan untuk menangani penyakit telinga, hidung, tenggorokan, kepala, dan leher (THT-KL).

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan pemerintah sedang mengupayakan seluruh puskesmas memiliki berbagai peralatan medis modern untuk menunjang pemeriksaan liang telinga dan gendang telinga.

Selama kurun waktu tiga tahun ke depan, Kementerian Kesehatan mengalokasikan anggaran agar semua puskesmas mendapatkan alat otoskop guna membantu dokter dan tenaga kesehatan mendiagnosis kelainan atau penyakit telinga yang dialami penduduk Indonesia.

"Layanan kesehatan yang sudah pasti pemeriksaan dengan otoskop. Sedangkan, layanan yang sedang kami kaji adalah menggunakan OAE terutama untuk bayi baru lahir dan anak-anak kecil," kata Menteri Budi saat membuka Kongres Nasional Perhimpunan Dokter Spesialis THT-KL melalui siaran langsung telekonferensi di Mataram, Nusa Tenggara Barat, pada 30 Oktober 2025.

Badan Kesehatan Dunia memperkirakan ada 466 juta orang di seluruh dunia mengalami gangguan pendengaran pada tahun 2020. Dari angka itu sebanyak 34 juta di antaranya terjadi pada anak-anak dan 60 persen kasus bisa dicegah melalui identifikasi dini.

Indonesia termasuk empat negara di Asia dengan prevalensi gangguan pendengaran yang cukup besar mencapai 4,6 persen. Riset Kesehatan Dasar yang dilakukan Kementerian Kesehatan pada tahun 2018 menemukan sebanyak 0,11 persen anak berusia 24-59 bulan mengalami tuli sejak lahir.

Kementerian Kesehatan sempat ingin mendatangkan alat otoacoustic emission (OAE), namun alat itu tidak jadi didatangkan lantaran biaya penanganan bayi yang mengalami gangguan pendengaran kala itu masih terlalu mahal.

Alat OAE banyak dipakai petugas medis rumah sakit sebagai skrining awal untuk mengetahui apakah bayi baru lahir mengalami tuli atau tidak. Pemerintah pusat ingin semua puskesmas juga memiliki alat medis tersebut guna menangani kasus gangguan pendengaran pada bayi baru lahir.

Rumah Sakit Hasan Sadikin di Bandung, Jawa Barat, kini ditetapkan menjadi pusat pengampu dalam menangani kasus THT-KL. Rumah sakit tipe A itu mendapat tugas dari Kementerian Kesehatan untuk mengadakan peralatan skrining, termasuk melatih tenaga medis puskesmas.

Penguatan rumah sakit daerah

Rumah sakit daerah merupakan tempat pelayanan kesehatan paripurna yang berada dekat pasien, sehingga perlu penguatan alat medis dan sumber daya manusia. Ketika pasien sudah melakukan skrining awal di puskesmas, maka penanganan yang lebih serius dilakukan di rumah sakit.

Kementerian Kesehatan ingin setiap rumah sakit yang tersebar pada 514 kabupaten/kota di Indonesia memiliki tiga alat medis modern berupa alat ENT lengkap (ear, nose, and throat); alat OAE; serta implan koklea.

Selama ini banyak rumah sakit daerah masih kesulitan menangani kasus THT-KL yang kompleks akibat terkendala tenaga spesialis, alat medis, pelatihan, hingga pembiayaan. Strategi penguatan rumah sakit daerah bertujuan memecah konsentrasi layanan THT-KL agar tidak lagi terpusat di Pulau Jawa.

Ketika semua rumah sakit daerah punya berbagai peralatan medis modern, maka pasien cukup ditangani di tingkat provinsi, sehingga pasien tidak perlu pergi ke rumah sakit di Jakarta, Surabaya maupun kota-kota besar lain di Pulau Jawa hanya untuk melakukan pengobatan.

Selama ini alat-alat medis THT-KL di Indonesia banyak didatangkan dari Eropa dan Amerika dengan harga terbilang mahal. Alat implan koklea dibanderol 8.000 dolar AS untuk pabrikan barat, sedangkan China menjual alat serupa hanya 6.000 dolar AS.

Kiblat alat medis THT-KL di Indonesia kini mulai beralih dari pabrikan barat ke Asia, yakni China, India, maupun Vietnam. Harga yang jauh lebih murah memungkinkan seluruh rumah sakit daerah bisa memiliki berbagai peralatan medis modern.

Kemampuan mendengar, berbicara, bernafas, dan berkomunikasi adalah anugerah yang sangat berharga. Di tangan pemerintah dan para dokter spesialis THT-KL anugerah itu dapat dijaga, dipulihkan, bahkan diselamatkan.

Seorang pengunjung pameran mengamati hasil pemeriksaan alat otoskop modern dalam Kongres Nasional Perhimpunan Dokter Spesialis Telinga, Hidung, Tenggorokan, Bedah Kepala dan Leher (Perhati-KL) di Hotel Lombok Raya, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, Kamis (30/10/2025). ANTARA/Sugiharto Purnama

Konektivitas dan kolaborasi

Presiden Prabowo Subianto dalam beberapa kesempatan menegaskan pentingnya perluasan akses dan mempercepat pemenuhan tenaga medis serta tenaga kesehatan, terkhusus dokter spesialis dan sub-spesialis guna mewujudkan Asta Cita dan Indonesia Sehat.

Pada 2025, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi bersama Kementerian Kesehatan membentuk Komite Bersama yang berfungsi sebagai forum untuk merancang solusi dan mendorong reformasi sektor pendidikan dan kesehatan nasional.

Sistem Kesehatan Akademik (KSA) rumusan Komite Bersama merupakan pendekatan strategis yang menghubungkan lembaga pendidikan tinggi, fasilitas pelayanan kesehatan, dan pemerintah daerah untuk mewujudkan kemandirian setiap daerah dalam pemenuhan tenaga medis dan tenaga kesehatan.

Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Diktisaintek) Brian Yuliarto mengatakan pemerintah pusat mengakselerasi pemenuhan dan distribusi dokter serta dokter spesialis mulai tahun 2025.

Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi membentuk satuan tugas untuk menjalankan quick win dalam tiga strategi. Pertama, penambahan produk baru dan peningkatan kuota mahasiswa dokter spesialis dan sub-spesialis dengan model kemitraan perguruan tinggi.

Kedua, penempatan mandiri pada rumah sakit pendidikan prioritas. Adapun strategi ketiga adalah penguatan kemitraan dengan pemerintah daerah, kementerian/lembaga, dan pemangku kepentingan terkait lainnya.

Universitas Mataram (Unram) di Pulau Lombok dapat menjadi fakultas kedokteran pengusung untuk pembukaan empat polis dokter spesialis di Provinsi Nusa Tenggara Barat, yaitu spesialis anestesiologi dan terapi intensif; spesialis jantung dan pembuluh darah; spesialis anak, serta spesialis THT-KL.

"Khusus bagi Unram, rumah sakit pendidikan milik perguruan tinggi, yaitu Rumah Sakit Unram diharapkan dapat menjadi laboratorium ekosistem riset dan inovasi untuk pengembangan sains dan teknologi yang mutakhir bidang THT-KL," kata Menteri Brian.

Berbagai percepatan itu memerlukan kerja sama yang kuat dengan rumah sakit pendidikan untuk penyiapan pembelajaran klinik sesuai standar pendidikan, pemenuhan pendidikan, hingga pembiayaan pendidikan, termasuk beasiswa dari daerah.

Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi menaruh harapan besar kepada Perhimpunan Dokter Spesialis Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan Leher (Perhati-KL) yang beranggotakan 2.250 dokter spesialis THT-KL guna mendukung percepatan pembukaan program studi spesialis maupun pengembangan sub-spesialis yang diusulkan perguruan tinggi.

Hilirisasi riset

Indonesia belum sepenuhnya lepas dari ketergantungan terhadap teknologi luar negeri untuk menunjang pelayanan kesehatan bidang THT-KL.

Hilirisasi riset adalah kunci agar hasil penelitian tidak berhenti di laboratorium, namun benar-benar bermanfaat bagi masyarakat dan mendukung kemandirian kesehatan nasional.

Indonesia terus memperkuat ekosistem inovasi sains dan teknologi, menciptakan pengalaman praktis, dan pengembangan teknologi kecerdasan buatan melalui hilirisasi riset.

Ketua Kelompok Studi Ilmu Onkologi Perhati-KL Hamsu Kadriyan mengatakan pendidikan dokter spesialis memang sudah selayaknya diarahkan untuk tidak sekadar menghasilkan dokter spesialis, tetapi juga menghasilkan berbagai inovasi agar Indonesia tidak lagi menjadi negara pengimpor produk kesehatan.

"Harapan ke depan Indonesia tidak hanya jadi pengimpor, tetapi juga menjadi produsen, bahkan menjadi pengekspor (alat medis)," kata Hamsu yang merupakan guru besar ilmu kedokteran Universitas Mataram.

Perhimpunan Dokter Spesialis Telinga, Hidung, Tenggorok, Bedah Kepala dan Leher menegaskan kesiapan untuk memfasilitasi berbagai inovasi dari seluruh sentra pendidikan dokter THT-KL maupun seluruh dokter spesialis THT-KL di Indonesia.

Sinergi yang dilakukan Kementerian Kesehatan bersama Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi; perhimpunan dokter spesialis; serta perguruan tinggi adalah langkah besar demi meningkatkan kualitas layanan kesehatan dan mengungkit daya saing global.

Indonesia dapat meraih banyak manfaat bila peralatan medis mampu diproduksi massal di dalam negeri dari mulai penghematan devisa hingga potensi ekspor ke negara lain.

Hilirisasi riset menciptakan efek berganda yang dapat menumbuhkan industri penunjang, seperti pabrikan bahan baku, elektronik medis, dan logistik. Berbagai industri tersebut mampu menghadirkan nilai tambah dalam negeri, membuka lapangan kerja, memperkuat neraca perdagangan, dan memperkecil defisit transaksi berjalan.

Kedaulatan kesehatan dan ekonomi nasional adalah tujuan akhir yang harus diraih dalam bidang penanganan kasus THT-KL agar sistem pelayanan kesehatan bisa mandiri, berkelanjutan, dan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat tanpa bergantung terhadap sumber daya luar negeri.