Grid.ID- Dalam sebuah pernikahan, cinta seharusnya menjadi ruang aman bagi kedua pasangan untuk tumbuh bersama. Namun, tidak semua hubungan berjalan dengan cara yang sehat, salah satunya adalah sering terjadi kekerasan verbal.
Ada kalanya kekerasan tidak datang dalam bentuk fisik, melainkan lewat kata-kata yang menyakitkan. Bentuk kekerasan verbal ini kerap luput disadari karena dibungkus dengan candaan atau kritik yang tampak sepele.
Meski begitu, dampaknya bisa sangat dalam seperti merusak kepercayaan diri dan kestabilan emosional pasangan. Jika dalam pernikahan Anda sering merasa terhina, tidak dihargai, atau selalu disalahkan, mungkin saatnya memperhatikan tanda-tanda kekerasan verbal berikut ini.
Tanda-tanda Kekerasan Verbal dalam Pernikahan
1. Candaan yang Menyakitkan
Mengutip Marriage.com, Senin (3/11/2025), pelaku verbal abuse sering menggunakan humor sebagai tameng. Ia membuat lelucon yang menyinggung, lalu berkata, “C’mon, aku cuma bercanda!”
Ketika pasangannya tersinggung, ia menuduh terlalu sensitif. Candaan seperti ini bisa menyasar hal yang penting bagi Anda seperti keyakinan, nilai, atau kelompok sosial yang Anda anut, tanpa pernah diikuti dengan permintaan maaf.
2. Komentar Kasar tentang Penampilan
Kritik terhadap fisik menjadi senjata lain dalam kekerasan verbal. Ia bebas menilai orang lain, bahkan Anda, dengan komentar seperti, “Rambutmu jelek,” atau “Kamu harusnya diet.” Tidak ada empati, hanya ejekan yang perlahan mengikis rasa percaya diri pasangan dalam pernikahan.
3. Mengabaikan Perasaan Pasangan
Ketika Anda menyampaikan kesedihan, pelaku akan menanggapinya dengan ucapan seperti, “Sudahlah, jangan lebay!” atau “Kamu terlalu drama.” Ia tidak mampu menempatkan diri di posisi Anda, dan selalu menolak untuk memvalidasi emosi yang Anda rasakan.
4. Melarang Topik Pembicaraan
Dalam pernikahan, komunikasi sehat sangat penting. Namun pelaku kekerasan verbal justru membatasi topik pembicaraan.
Ia menutup diskusi dengan kalimat seperti, “Jangan bahas politik, aku tidak mau dengar!” Larangan ini membuat Anda kehilangan ruang berekspresi dan berdialog secara terbuka.
5. Memberi Perintah
Nada perintah seperti “Diam!” atau “Pergi dari sini!” menjadi bentuk lain dari dominasi verbal. Pasangan yang seharusnya menjadi mitra setara justru diperlakukan seperti bawahan, tanpa rasa hormat.
6. Menghina Teman dan Keluarga
Pelaku kekerasan verbal akan menyerang lingkar sosial pasangan karena menganggapnya ancaman. Ia bisa berkata, “Temanmu itu cuma numpang tenar,” atau “Keluargamu menyebalkan.” Tujuannya jelas, yakni memisahkan Anda dari dukungan emosional di luar pernikahan.
7. Menganggap Dirinya Selalu Benar
Dalam pandangan pelaku, hanya ada satu kebenaran, yakni versinya sendiri. Ia menolak perbedaan pendapat dengan meremehkan Anda, misalnya berkata, “Kamu tidak paham, baca lagi bukunya!” Sikap ini membuat Anda ragu terhadap kemampuan berpikir sendiri.
8. Mengancam atau Memberi Peringatan
Ucapan seperti “Kalau kamu ke rumah orang tuamu, aku pergi!” adalah bentuk ancaman yang nyata. Tujuannya untuk mengontrol tindakan Anda. Ancaman semacam ini sering muncul dalam pernikahan yang sudah tidak sehat secara emosional.
9. Merendahkan Pekerjaan atau Hobi Pasangan
Pelaku bisa menertawakan pekerjaan Anda dengan sebutan “pekerjaan kecil” atau “hobi tidak penting.” Ia membuat Anda merasa bahwa apa pun yang Anda lakukan tidak berarti. Dalam jangka panjang, hal ini menumbuhkan perasaan tidak berharga dalam diri pasangan.
10. Tidak Pernah Meminta Maaf
Dalam pernikahan yang dilanda kekerasan verbal, permintaan maaf hampir tidak pernah ada. Ketika pelaku berteriak atau bersalah, ia akan menyalahkan Anda.
“Kamu yang bikin aku marah,” atau “Kamu seharusnya ingatkan aku!” Ia selalu membenarkan tindakannya, bahkan saat jelas-jelas melukai.
Ketika sepuluh tanda ini muncul berulang kali dalam pernikahan, besar kemungkinan Anda sedang menghadapi bentuk kekerasan verbal. Hubungan yang sehat tidak pernah membuat Anda takut berbicara atau merasa tidak cukup baik. Jika hal ini terus terjadi, penting untuk mempertimbangkan langkah keluar dan mencari dukungan agar bisa membangun kembali kehidupan yang lebih damai dan bermakna.