Peran 3 Tersangka Kasus Tambang Pasir Ilegal di Gunung Merapi, Nilai Transaksi Rp 3 T
Glery Lazuardi November 04, 2025 05:33 PM
Ringkasan Berita:
  • Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri menetapkan tiga tersangka dalam kasus tambang pasir ilegal di Taman Nasional Gunung Merapi, Magelang. 
  • Tersangka berinisial DA adalah pemilik depo pasir, sementara WW dan AP berperan sebagai pemilik dan pemodal tambang ilegal. 
  • Aktivitas tambang berlangsung tanpa izin dan merusak ekosistem konservasi.
  • Mereka diduga mengoperasikan tambang di lima kecamatan dengan alat berat dan distribusi terorganisir.

TRIBUNNEWS.COM - Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus tambang pasir ilegal di Balai Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM), Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.

Tambang pasir ilegal adalah kegiatan penambangan pasir yang dilakukan tanpa izin resmi dari pemerintah dan melanggar peraturan lingkungan serta tata ruang.

Tambang pasir ilegal merujuk pada aktivitas pengambilan pasir dari sungai, gunung, atau kawasan konservasi tanpa izin usaha pertambangan (IUP).

Biasanya dilakukan di luar pengawasan pemerintah, tanpa studi dampak lingkungan, dan sering kali merusak ekosistem.

"3 orang (ditetapkan sebagai) tersangka," kata Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri Brigjen Moh Irhamni saat dihubungi, Selasa (4/11/2025).

Adapun ketiga tersangka ini memiliki peran berbeda dalam praktik tambang pasir ilegal di kawasan tersebut.

"Inisial DA pemilik depo pasir. WW dan AP selaku pemilik dan pemodal tambang pasir ilegal," ucapnya.

Pemilik depo pasir adalah pemilih tempat penampungan dan distribusi pasir hasil tambang. 

Pemilik depo biasanya membeli pasir dari tambang (legal maupun ilegal), lalu menjualnya ke konsumen seperti kontraktor bangunan.

Dalam kasus ilegal, depo bisa menjadi titik distribusi pasir yang berasal dari tambang tanpa izin.

Sementara itu, pemilik tambang pasir ilegal adalah orang atau kelompok yang menguasai lahan tambang dan mengoperasikan penambangan tanpa izin resmi.

Mereka bertanggung jawab atas aktivitas penggalian, pengangkutan, dan pengelolaan tenaga kerja di lokasi tambang.

Sering kali beroperasi di kawasan rawan seperti lereng gunung, bantaran sungai, atau area konservasi.

Adapun pemodal tambang pasir ilegal adalah individu atau pihak yang memberikan dana untuk operasional tambang ilegal.

Bisa berupa investor lokal, pengusaha konstruksi, atau jaringan bisnis gelap.

Mereka membiayai pembelian alat berat, sewa lahan, dan logistik, lalu mendapat keuntungan dari penjualan pasir.

Meski begitu, Irhamni belum menjelaskan lebih detil apakah ketiga tersangka ini sudah dilakukan penahanan atau belum.

Nilai Transaksi Capai Rp3 Triliun

Sebelumnya diberitakan, Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri bersama Balai Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) melakukan penindakan terhadap aktivitas penambangan pasir ilegal.

Penambangan tanpa izin itu berada di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Merapi, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.

Dirtipidter Bareskrim Polri Brigjen Pol. Moh. Irhamni menegaskan bahwa penambangan pasir ilegal di kawasan konservasi melanggar hukum.

Selain itu juga mengancam keberlanjutan lingkungan dan kehidupan masyarakat sekitar.

Bareskrim Polri menggandeng Dinas ESDM Provinsi Jawa Tengah, Polresta Magelang, serta instansi terkait lainnya dalam menindak tegas pelaku penambangan ilegal.

"Aktivitas tambang pasir ilegal di kawasan Taman Nasional Gunung Merapi menimbulkan kerugian besar bagi negara dan merusak ekosistem yang seharusnya dilindungi," kata Brigjen Irhamni dalam keterangannya, Senin (3/11/2025).

"Kami tidak hanya menindak pelaku di lapangan, tetapi juga menelusuri jaringan yang terlibat dari hulu hingga hilir,” tambah dia.

Penindakan ini dilakukan setelah adanya laporan masyarakat dan informasi dari berbagai kementerian dan lembaga.

Berdasarkan hasil penyelidikan, ditemukan sekitar 36 titik lokasi tambang pasir ilegal dan 39 depo pasir yang tersebar di lima kecamatan, yaitu Srumbung, Salam, Muntilan, Mungkid, dan Sawangan.

Dalam operasi bersama ini, petugas menindak lokasi penambangan ilegal di Alur Sungai Batang, Desa Ngablak, Kecamatan Srumbung, serta depo pasir di Tejowarno, Tamanagung, Muntilan, Kabupaten Magelang. 

Kemudian dari hasil pemeriksaan Tim Ahli Dinas ESDM Provinsi Jawa Tengah dan Balai TNGM, diketahui lokasi tersebut tidak memiliki izin usaha pertambangan dan berada di dalam kawasan taman nasional.

Sebagai bagian dari proses penyidikan, penyidik menyita enam unit excavator dan empat unit dumptruck dari lokasi. 

Aktivitas tambang tersebut diketahui telah beroperasi sekitar 1,5 tahun dengan luas bukaan lahan 6,5 hektar, serta nilai transaksi keuangan yang mencapai Rp48 miliar.

Apabila dihitung dari seluruh aktivitas tambang ilegal di wilayah Kabupaten Magelang dalam dua tahun terakhir, total nilai transaksi diperkirakan mencapai Rp3 triliun.

Brigjen Irhamni menambahkan bahwa penegakan hukum dilakukan secara tegas namun tetap mengedepankan sinergi lintas lembaga untuk mencari solusi jangka panjang.

“Penertiban ini bukan semata penindakan tapi juga untuk memastikan kelestarian alam terjaga dan kekayaan negara dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat,” imbuhnya.

Dukungan masyarakat dan tokoh lokal yang aktif memberikan informasi terkait aktivitas tambang ilegal di wilayahnya membuat kasus ini bisa terungkap. 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.