Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Veronica Tan menyoroti akar masalah ketimpangan gender di Indonesia yang masih bersumber dari ekonomi lemah dan budaya patriarki yang mengakar kuat.
"Dalam banyak kasus kekerasan dan perdagangan orang, akar masalahnya selalu ekonomi. Perempuan di daerah terpaksa mencari jalan keluar lewat jalur berisiko, karena tidak punya pilihan ekonomi," katanya dalam diskusi Percepatan Pengarusutamaan Gender (PUG) lintas kementerian dan lembaga di Jakarta, Selasa.
Veronica mencontohkan kunjungannya ke Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur (NTT), dimana banyak perempuan menjadi tulang punggung keluarga lewat menenun, berternak dan bertani, namun tetap tidak diakui sebagai pekerja, karena identitas dalam KTP masih tercantum sebagai ibu rumah tangga.
“Perempuan sudah bekerja, tapi sistem tidak mengakui. Mereka tidak bisa mengakses bantuan, karena syarat administrasi tidak memadai,” ujarnya.
Menurut dia, situasi ini membuat program bantuan pemerintah, seperti perhutanan sosial, pemberdayaan sosial dan UMKM sering tidak tepat sasaran, karena penerimanya tidak tercatat secara formal sebagai pekerja.
Selain ekonomi, ia menyebutkan faktor sosial-budaya juga menahan perempuan untuk tampil di ruang publik. “Banyak perempuan diajarkan menerima saja, tidak berani bicara. Padahal, mereka adalah penggerak ekonomi nyata di desa,” ucapnya.
Ia menilai perlu perubahan sistem yang mengakui kerja perempuan dalam setiap sektor, termasuk pertanian dan UMKM.
“Kalau akar masalahnya ekonomi dan budaya, solusi harus sistemik. Kita harus ubah cara pandang dan regulasinya sekaligus,” ujar Wamen Veronica



            



