BANJARMASINPOST.CO.ID - TETAP bertahan menggunakan pertalite dengan risiko kendaraan bermotor mengalami kerusakan, atau beralih menggunakan pertamax dengan konsekuensi harus merogoh kocek lebih dalam.
Dilema itu kini dirasakan sebagian besar masyarakat di Banua. Di tengah fenomena banyaknya pengguna sepeda motor yang mengeluhkan mesin yang tiba-tiba brebet atau tersendat-sendat, setelah melakukan pengisian pertalite di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) milik Pertamina.
Tidak hanya di Kalsel, fenomena ini juga terjadi di sejumlah daerah lain. Awalnya motor brebet pertama kali muncul di wilayah Bojonegoro dan Tuban. Di sana, warga ramai-ramai membawa motornya ke bengkel dengan keluhan seragam usai mengisi pertalite di SPBU setempat. Fenomena serupa pun meluas ke daerah lain seperti Sidoarjo, Lamongan dan daerah lainnya.
Hal ini pun menimbulkan pertanyaan besar, bagaimana sebenarnya kualitas pertalite yang tersedia di SPBU. Sebagai perpanjangan tangan Pertamina dalam menyediakan dan mendistribusikan bahan bakar untuk kendaraan, sudah seharusnya kualitas pertalite yang tersedia di SPBU benar-benar terjamin kualitasnya.
Sementara itu Pertamina yang tak mau disalahkan, telah berulang kali turun ke lapangan untuk melakukan pengecekan kualitas pertalite di SPBU. Hasilnya, pertalite yang disalurkan ke masyarakat diklaim telah memenuhi standar mutu, baik dari sisi kualitas maupun kuantitas.
Dihadapkan dengan fakta ini, masyarakat pun dibuat makin galau serta kebingungan. Siapa yang yang harus dipercaya.
Alih-alih harus mengeluarkan biaya ekstra untuk perbaikan mesin sepeda motor, sebagian besar masyarakat akhirnya memilih mengalah dengan beralih menggunakan pertamax. Tapi ternyata aksi ini menimbulkan masalah baru yakni kekosongan pertamax.
Kelangkaan pertamax ini bisa disebut sebagai dampak ikutan saja. Sebab yang jadi persoalan adalah kualitas pertalite yang kini dipertanyakan. Dan. Benarkah kerusakan kendaraan bermotor yang marak terjadi ini terkait dengan kualitas pertalite? Benarkah hal ini akibat pencampuran etanol pada BBM RON 90 itu?
Pertamina memang telah membantah. Ditegaskan bahwa tidak ada penambahan etanol dalam proses produksi maupun distribusi pertalite. Tapi bantahan tidak cukup. Kepercayaan masyarakat terhadap kualitas pertalite harus dikembalikan dengan bukti nyata. Selama fenomena kendaraan brebet usai isi BBM di SPBU masih ada, dan tampak ada campuran dalam BBM tersebut, masyarakat tentu sulit percaya bantahan Pertamina.
Apalagi telah disiarkan rencana pemerintah akan mewajibkan pencampuran etanol 10 persen ke dalam bensin (E10) secara nasional mulai tahun 2027. Ini sebagai bagian dari strategi transisi energi bersih, mengurangi impor BBM, dan mendorong kedaulatan energi. (*)