Mencicipi Nikmatnya Cheese Fondue Autentik di Jenewa
kumparanFOOD November 06, 2025 03:00 PM
Malam itu, di penghujung bulan Oktober, udara Jenewa terasa menusuk tulang. Dari arah danau, angin membawa aroma khas musim gugur yang sejuk, lembap, dan menenangkan. Di tengah kota, tak jauh dari distrik Pâquis yang ramai oleh turis dan pejalan kaki, berdiri sebuah restoran bernama Edelweiss, tempat di mana tradisi Swiss hidup lewat musik, tawa, dan aroma keju leleh yang menggoda dari dapur terbuka.
Perbesar
Restoran Edelweiss hampir selalu penuh tiap malam didatangi turis dari berbagai negara. Foto: Adhie Ichsan/kumparan
Begitu memasuki ruangan, suasananya langsung hangat. Interior kayu rustic dengan dekorasi tanduk rusa, lonceng sapi, dan kain motif alpine merah putih membuat siapa pun merasa seperti berada di chalet pegunungan.
Perbesar
Seorang musisi menghibur pengunjung restoran dengan memainkan musik-musik tradisional Swiss. Foto: Adhie Ichsan/kumparan
Di sebuah sudut, seorang pemain akordeon mulai melantunkan lagu rakyat Swiss yang ceria, diiringi tepuk tangan pengunjung dari berbagai negara. Suasana inilah yang membuat kami yakin bahwa kami datang ke tempat yang tepat untuk merasakan Swiss.
Fondue: Simbol Kebersamaan dalam Tradisi Swiss
Kami memulai makan malam dengan cheese fondue, hidangan klasik yang menjadi kebanggaan masyarakat Swiss sejak abad ke-18. Konon, fondue awalnya tercipta dari kebutuhan: para petani pegunungan harus bertahan hidup di musim dingin panjang dengan bahan terbatas—roti kering, keju tua, dan anggur putih. Ketika semuanya dilelehkan bersama di atas api kecil, terciptalah keajaiban: kehangatan dalam setiap celupan.
Di Edelweiss, fondue disajikan dalam pot logam besar dengan campuran Gruyère dan Vacherin Fribourgeois yang meleleh sempurna. Kami mencelupkan potongan roti dan kentang rebus ke dalam lelehan keju yang gurih dan creamy, sambil menyeruput soda Rivella. Setiap gigitan terasa sederhana namun istimewa, seperti bentuk cinta lama yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Perbesar
Kentang rebus dengan lelehan keju yang nikmat dan autentik dari Swiss. Foto: Adhie Ichsan/kumparan
Setelah fondue, kami mencoba menu lain yang tak kalah menarik: fish and chips dari ikan yang ditangkap langsung dari Danau Jenewa (Lac Léman). Teksturnya lembut, segar, dan tidak berbau amis—hasil dari air danau yang dikenal sebagai salah satu yang paling jernih di Eropa.
Danau ini memiliki sejarah panjang, menjadi jalur penting bagi pelayaran dan perdagangan sejak era Romawi. Di abad pertengahan, perahu-perahu membawa garam, anggur, dan keju dari desa-desa sekitar menuju kota besar seperti Lausanne dan Jenewa. Kini, danau yang sama menjadi tempat bersantai bagi warga lokal dan turis yang menikmati panorama pegunungan Alpen di kejauhan.
Perbesar
Suasana restoran Edelweiss dengan dekorasi khas Swiss. Foto: Adhie Ichsan/kumparan
Sambil menyantap hidangan penutup, kami mendengar lagu Edelweiss dimainkan dengan lembut. Semua terasa klop—suara musik, aroma keju, dan percakapan hangat di antara para pengunjung.
Makan malam di Edelweiss bukan sekadar pengalaman kuliner, melainkan perjalanan kecil memahami jiwa Swiss: keaslian, kebersamaan, dan apresiasi terhadap hal-hal sederhana yang dilakukan dengan sepenuh hati.
Restoran Edelweiss terletak di Rue du Pâquis 18, tak jauh dari tepi Danau Jenewa. Dianjurkan untuk reservasi lebih awal, terutama di musim dingin, saat suasana fondue terasa paling magis di tengah dingin kota.