Potret Kesederhanaan di Balik Nota Pembelaan Eks Dirut ASDP
kumparanNEWS November 06, 2025 10:00 PM
Ira Puspadewi melangkah masuk menuju ruang persidangan dengan yakin. Eks Direktur Utama (Dirut) PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) itu optimistis dirinya tak bersalah dalam kasus dugaan korupsi akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) oleh PT ASDP.
Bersama dua mantan koleganya di jajaran direksi PT ASDP, Muhammad Yusuf Hadi dan Harry Muhammad Adhi Caksono, Ira didakwa melakukan korupsi dengan memperkaya pihak lain dan merugikan negara mencapai lebih dari Rp 1 triliun.
Kasusnya yang bergulir di persidangan kini segera masuk babak akhir. Setelah dituntut pidana 8,5 tahun penjara, kini giliran Ira untuk menyampaikan nota pembelaan di hadapan hakim dan jaksa.
Kata demi kata disampaikannya dengan lugas, demi meyakinkan sang pengadil bahwa dirinya bukanlah koruptor seperti yang dituduhkan.
Bagi Ira, menikmati hidup mewah dan kaya raya bukanlah hal yang diimpikannya saat diberi amanah memimpin perusahaan pelat merah. Bahkan, mobil yang dimilikinya hanya satu dan dibeli sebelum bergabung di BUMN.
"Saya tidak pernah ingin hidup mewah kaya raya. Sebagai Dirut BUMN, saya terbiasa terbang di kursi ekonomi pesawat meskipun punya hak berada di kursi bisnis. Mobil pribadi saya pun hanya satu, Mazda tahun 2012 yang saya beli sebelum bergabung BUMN," ujar Ira dalam persidangan, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (6/11).
Ira juga menyadari waktunya kerap tersita. Ia jarang bersama keluarga demi mengabdi bagi ASDP. Dalam nota pembelaannya itu, ia mengaku hanya sekali menikmati waktu berlibur bersama keluarga selama 7 tahun berkarier di ASDP.
"Selama 7 tahun bekerja di ASDP, hanya sekali saya libur bersama keluarga karena setiap musim liburan kami selalu bekerja dan tidur di pelabuhan," ucap Ira.
"Saya bersyukur Allah SWT menjaga keluarga saya untuk hidup sewajarnya dan memupuk rasa peduli pada lingkungan sekitar," imbuhnya.
Eks Direktur Utama (Dirut) PT ASDP Indonesia Ferry (Persero), Ira Puspadewi (kiri), saat sidang pleidoi terkait kasus dugaan korupsi dalam proses akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) oleh PT ASDP di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (6/11/2025). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Eks Direktur Utama (Dirut) PT ASDP Indonesia Ferry (Persero), Ira Puspadewi (kiri), saat sidang pleidoi terkait kasus dugaan korupsi dalam proses akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) oleh PT ASDP di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (6/11/2025). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
Sejak kecil, Ira memang diajarkan arti hidup sederhana. Tapi, cerita dari sang ayah ihwal kemajuan dunia luar membawanya berani untuk bermimpi.
"Kami tidak punya rumah, Yang Mulia, tidak pernah punya rumah. Ayah saya anggota TNI AU yang tinggal di Kompleks Abdul Rachman Saleh, Malang. Kehidupan keluarga kami yang memiliki 11 anak sangat pas-pasan," ucap Ira sambil menangis.
"Tapi, ayah sering bercerita tentang kemajuan Jepang dan Amerika. Dua negara yang saat itu paling maju dalam bidang sains dan teknologi. Cerita-cerita ayah seakan memberi pesan bahwa saya bisa mengalami kemajuan di negara itu jika saya bekerja keras," sambungnya.
Kepergian ayahnya membuat kehidupan keluarga Ira lebih kesulitan. Namun, Ira tak patah semangat. Pesan sang ibu untuk mengedepankan pendidikan terus dipegangnya. Sejak saat itu, Ira menunjukkan kegigihannya menimba ilmu.
Prinsip itu juga terus dijalankannya selama bekerja. Bahkan, saat di PT ASDP, Ira menyebut hanya pernah cuti sakit sekali saat pandemi COVID.
"Saya tidak pernah sama sekali membolos, baik dalam bersekolah maupun bekerja. Saat sakit pun dan masih bisa berjalan, saya pasti tetap bekerja. Selama 7 tahun di ASDP, saya hanya pernah cuti sakit sekali saat COVID," tuturnya dengan suara terisak.
Tanpa disadarinya, nilai profesional itu ternyata telah diasah oleh keluarganya sejak Ira masih kecil. Nilai itu pulalah yang membawanya terus memegang teguh integritas dan kejujuran dalam bekerja.
"Nilai yang ditanamkan keluarga sejak saya kecil ternyata nilai profesional di dunia kerja berupa integritas, kompetensi, hingga akuntabilitas," ujar dia.
"Nilai dan sikap profesional itu yang menjadi kunci keberhasilan transformasi ASDP yang ditopang melalui digitalisasi pelayanan dan proses bisnis. Dengan digitalisasi, kami pun bisa menaikkan remunerasi karyawan hingga 30-40% yang membuat potensi korupsi dapat sangat ditekan," sambungnya.
Namun, Ira menyayangkan pihak yang justru melupakan prinsip kebenaran dan keadilan dalam bekerja. Bahkan, lanjutnya, melakukan kriminalisasi menggunakan instrumen hukum kepada para profesional.
Ira mengaku heran didakwakan melakukan korupsi, padahal tak ada sepeser pun uang yang diterimanya. Baginya, hal itu suatu perbuatan yang bodoh dengan menghancurkan dirinya masuk jurang hukum tanpa mengambil keuntungan.
"Ada yang tega merancang narasi seperti yang menjerat kami saat ini, hingga lahir dakwaan yang tidak masuk nalar apalagi nurani. Perusahaan feri yang memiliki 53 kapal komersial berpendapatan Rp 600-an miliar setahun hanya dihargai kurang dari Rp 19 miliar dan lalu dianggap merugikan negara Rp 1,253 triliun," kata Ira.
"Apakah mungkin saya mau bersekongkol dengan orang-orang untuk menghancurkan diri saya sendiri dengan melanggar hukum demi memperkaya Adjie [pemilik PT JN] tanpa mengambil keuntungan pribadi apa pun? Kriminalisasi seperti ini telah mengecilkan hidup kami dalam 1,5 tahun terakhir, Yang Mulia," papar dia.
Meski kini duduk di kursi pesakitan, Ira meyakini betapa bahagianya sang ayah melihatnya memimpin perusahaan pelat merah dengan nilai kejujuran dan kerja keras yang ditanamkan sejak kecil.
"Saya membayangkan betapa bahagia almarhum jika tahu anak bungsunya ini dipercaya memimpin BUMN ASDP karena memegang nilai jujur hingga kerja keras yang diajarkannya," ucap Ira dengan suara yang terisak.
"Betapa bersyukur pula saya bayangkan jika almarhum tahu saya tidak memanfaatkan jabatan untuk memperkaya diri sendiri serta tentu tidak juga tidak berbuat salah dan bodoh hanya melakukan penyimpangan untuk memperkaya orang lain," lanjutnya.
Kini, Ira berharap hakim dapat menjalankan amanahnya sebagai wakil Tuhan di muka bumi: memberikan putusan yang seadil-adilnya dan berpegang pada kebenaran.
"Saya percaya kebeningan hati nurani Majelis Hakim akan mengantarkan kami pada keadilan dan kebenaran yang sebenar-benarnya," ujar Ira.
"Hasbunallah wa ni'mal wakil, ni'mal maula wa ni'man nasir," tutupnya membacakan pleidoi.
© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.