Tokoh NU dan Muhammadiyah Kritik Wacana Gelar Pahlawan untuk Soeharto
Acos Abdul Qodir November 07, 2025 01:31 AM
Ringkasan Berita:
  • Tokoh NU dan Muhammadiyah soroti aspek moral dalam penilaian kepahlawanan.
  • Masa Orde Baru dikenang sebagai periode penuh tekanan terhadap organisasi Islam.
  • Pemerintah dan Golkar ajukan Soeharto, wacana gelar pahlawan Soeharto kembali menuai penolakan.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Wacana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto, kembali memantik respons dari sejumlah tokoh Islam. 

Dua suara penolakan datang dari KH Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus) dan Usman Hamid, masing-masing tokoh dari Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Keduanya menyoroti aspek moral, sejarah, dan keadilan dalam penilaian kepahlawanan.

“Saya paling tidak setuju kalau Soeharto dijadikan Pahlawan Nasional,” tegas Mustasyar Pengurus Nahdaltul Ulama (PBNU), Gus Mus, dalam keterangannya, Rabu (5/11/2025).

Gus Mus mengenang masa Orde Baru sebagai periode yang menyisakan luka bagi banyak ulama dan kiai pesantren. Ia menyebut papan nama NU dilarang dipasang, bupati-bupati merobohkan simbol organisasi, dan sejumlah tokoh dipaksa masuk Golkar.

“Banyak kiai yang dimasukin sumur. Adik saya, Kiai Adib Bisri, keluar dari PNS karena dipaksa masuk Golkar,” tuturnya.

Ia juga mengisahkan pengalaman Kiai Sahal Mahfudh yang menolak menjadi penasehat Golkar Jawa Tengah. Menurut Gus Mus, banyak pejuang bangsa yang tidak pernah mengajukan gelar pahlawan demi menjaga keikhlasan amal.

“Kalau istilahnya, menghindari riya’. Amal kebaikan jangan dikurangi karena gelar,” jelasnya.

Dari Muhammadiyah, kritik datang dari Usman Hamid, pengurus Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Ia juga dikenal sebagai Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia dan mantan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).

Usman menilai bahwa gelar pahlawan harus diberikan kepada sosok yang memegang nilai kebenaran dan keberanian moral hingga akhir hayatnya.

“Kalau meninggal dalam status tersangka atau terdakwa, apalagi terkait pelanggaran HAM atau korupsi, sulit disebut pahlawan,” ujar Usman dalam keterangan tertulis, Kamis (6/11/2025).

“Kalau meninggal dalam status tersangka atau terdakwa, apalagi terkait pelanggaran HAM atau korupsi, sulit disebut pahlawan,” ujar Usman dalam keterangan tertulis, Kamis (6/11/2025).

Usman menyoroti status hukum Soeharto yang tidak pernah tuntas. Ia menyebut Soeharto sebagai salah satu pemimpin paling buruk di Asia Tenggara, menurut sejumlah kajian internasional.

“Bagaimana bisa Soeharto disandingkan dengan Gus Dur atau Marsinah?” pungkasnya.

Pemerintah dan Golkar Usulkan Soeharto

Dukungan terhadap pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto datang dari Fadli Zon, Menteri Kebudayaan sekaligus Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK), serta dari Partai Golkar, partai yang secara historis dibentuk dan dibesarkan oleh Soeharto.

Fadli menyebut Soeharto telah memenuhi syarat dan masuk daftar prioritas tahun ini.

Ia menekankan peran Soeharto dalam Serangan Umum 1 Maret 1949 sebagai tonggak pengakuan eksistensi Indonesia oleh dunia.

Menanggapi kontroversi pelanggaran HAM, Fadli menyatakan bahwa penilaian gelar dilakukan berdasarkan fakta sejarah dan jasa, bukan opini politik.

“Enggak pernah ada buktinya. Pelaku genosida apa? Enggak ada,” ujar Fadli di Istana Negara, Jakarta, Rabu (5/11/2025), usai menyerahkan hasil seleksi nama calon pahlawan kepada Presiden Prabowo Subianto, yang juga merupakan mantan menantu Soeharto.

Ketua Umum Golkar Bahlil Lahadalia menyampaikan dukungan serupa dalam pertemuan resmi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (3/11/2025).

Ia menyatakan bahwa Soeharto layak diberi gelar atas jasanya dalam pembangunan dan stabilitas nasional.

“Kami sudah mengajukan Pak Harto lewat mekanisme rapat DPP Golkar. Apa yang dilakukan selama 32 tahun itu luar biasa,” kata Bahlil.

Golkar menilai Soeharto bukan hanya tokoh yang dekat dengan partai, tetapi juga arsitek politik Golkar secara struktural, ideologis, dan historis.

Golkar juga menyebut bahwa semua mantan presiden, termasuk Gus Dur dan BJ Habibie, layak dipertimbangkan sebagai pahlawan sebagai bentuk penghargaan terhadap jasa para tokoh bangsa.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.