Redenominasi Dinilai Bisa Buat Rupiah Semakin Bersaing dengan Mata Uang Global
kumparanBISNIS November 09, 2025 05:00 PM
Pemerintah kembali berencana melakukan redenominasi rupiah meski Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan terkait kebijakan tersebut. Redenominasi dinilai dapat membuat rupiah lebih kompetitif dibanding mata uang global lainnya.
Menurut Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan, redenominasi akan membuat rupiah tidak lagi memiliki nominal besar, melainkan satuan yang lebih kecil. Dengan begitu, transaksi keuangan menjadi lebih sederhana dan potensi kesalahan perhitungan dapat ditekan.
“Misalnya USD 1 yang sebelumnya setara Rp 16.000 menjadi Rp 16. Selain itu, redenominasi juga mempermudah transaksi dan meminimalkan kesalahan hitung,” ujar Trioksa kepada kumparan, Minggu (9/11).
Namun, ia mengingatkan potensi munculnya spekulasi harga sebelum dan sesudah kebijakan diterapkan. Bila tidak diantisipasi, hal itu dapat memicu hiperinflasi. Karena itu, menurutnya, redenominasi sebaiknya dilakukan saat inflasi rendah dan ekonomi tumbuh stabil.
“Redenominasi cocok dilakukan dalam kondisi inflasi terkendali dan pertumbuhan ekonomi bagus. Kepercayaan terhadap rupiah sangat bergantung pada stabilitas ekonomi dan politik,” kata Trioksa.
Sementara itu, Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menilai redenominasi juga berpotensi menimbulkan efek psikologis terhadap daya beli masyarakat, meskipun bersifat sementara.
“Beberapa studi behavioral economics menunjukkan masyarakat merasa harga jadi lebih murah, sehingga cenderung belanja lebih banyak. Dampaknya terhadap kenaikan harga biasanya kecil dan temporer,” jelasnya.
Wijayanto menambahkan, pemerintah perlu berhati-hati dalam menyiapkan kebijakan ini karena biayanya tidak sedikit.
“Ada biaya yang harus dikeluarkan, terutama untuk pencetakan uang baru sekitar Rp 4–5 triliun dan literasi publik,” ujarnya.
Perlu Koordinasi dengan BI dan Kemenkeu
Petugas keamanan melakukan penjagaan di kawasan Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Rabu (3/9/2025). Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Petugas keamanan melakukan penjagaan di kawasan Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Rabu (3/9/2025). Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO
Sejalan dengan itu, Ekonom CORE Indonesia Yusuf Rendy Manilet menekankan pentingnya kesiapan menyeluruh serta koordinasi erat antara Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia (BI) agar redenominasi dapat berjalan efektif.
“Redenominasi punya banyak manfaat—menyederhanakan transaksi dan pembukuan, meningkatkan efisiensi sistem pembayaran, dan memperkuat citra stabilitas ekonomi jika dikomunikasikan dengan baik,” ujar Yusuf.
Ia menilai, RUU Redenominasi perlu secara tegas mengatur mekanisme konversi nilai hukum dan kontrak agar tidak menimbulkan celah hukum. Selain itu, BI harus memimpin pelaksanaan teknis serta melakukan uji coba terbatas sebelum penerapan penuh.
“Komunikasi publik harus efektif agar masyarakat memahami bahwa redenominasi tidak mengubah nilai riil uang. Dan yang paling penting, kebijakan ini dilakukan saat ekonomi stabil dan inflasi terkendali,” katanya.
Belajar dari Negara Lain
Ilustrasi kampus Intitut Pertanian Bogor. Foto: Instagram / @ipbofficial
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kampus Intitut Pertanian Bogor. Foto: Instagram / @ipbofficial
Menurut riset IPB dalam Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Pembangunan (2017), sejak 1923 terdapat 55 negara yang telah melakukan redenominasi. Beberapa di antaranya, Argentina, Rumania, Turki, Polandia, dan Brasil, terbukti berhasil melakukannya karena dilakukan pada saat inflasi rendah dan ekonomi stabil.
“Sebaliknya, jika tingkat inflasi tinggi dan ekonomi tidak stabil, maka redenominasi berisiko gagal,” tulis riset tersebut.
Sebelumnya, rencana redenominasi tercantum dalam Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Keuangan 2025–2029, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menetapkan penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi) sebagai salah satu program prioritas nasional bidang fiskal. RUU ini termasuk dalam kategori carry-over bill dan ditargetkan rampung pada 2027.
© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.