DP3AP2KB Jepara Dorong Desa Layak Anak, Upaya Tekan Pernikahan Dini
rival al manaf November 09, 2025 05:30 PM

TRIBUNJATENG.COM, JEPARA - Pemerintah Kabupaten Jepara melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) terus menggalakkan pembentukan Desa dan Kelurahan Layak Anak (Dekela).

Langkah ini menjadi bagian dari upaya nyata menekan angka perkawinan usia dini yang masih terjadi di sejumlah wilayah.

Kepala DP3AP2KB Jepara, Mudrikatun, mengatakan bahwa program Dekela merupakan turunan dari gerakan nasional Indonesia Layak Anak 2030 yang berlandaskan pada Resolusi PBB A World Fit for Children tahun 2002.

“Kami ingin perlindungan anak tak hanya jadi program kabupaten, tapi bisa dirasakan langsung di lingkungan desa dan kelurahan. Karena di sanalah anak-anak tumbuh dan berinteraksi setiap hari,” kata Mudrikatun kepada Tribunjateng, Minggu (9/11/2025).

Menurut Mudrikatun, pemerintah desa memiliki peran penting untuk mewujudkan Dekela. 

Tak hanya sebatas komitmen di atas kertas, tetapi juga melalui aksi nyata seperti membentuk forum anak, menyediakan taman bermain ramah anak, layanan PAUD-HI, ruang baca, hingga kawasan tanpa rokok.

Selain itu, desa juga diharapkan memiliki kebijakan dan anggaran khusus untuk perlindungan anak, serta memastikan tidak ada kasus perkawinan usia anak di wilayahnya.

“Dekela bukan hanya soal administrasi. Ini tentang membangun sistem sosial yang berpihak pada anak, agar mereka bisa tumbuh aman, sehat, dan bahagia,” tegas Mudrikatun.

DP3AP2KB juga menekankan pentingnya penguatan kapasitas sumber daya manusia melalui pelatihan, penyusunan SOP, serta pelayanan langsung kepada anak dan keluarga.

Setiap desa nantinya wajib melaporkan perkembangan Dekela ke bupati melalui camat, sebagai bagian dari evaluasi Kabupaten Layak Anak yang dilakukan KemenPPPA.

Lebih lanjut, Kabid Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) DP3AP2KB Jepara, Abdul Hamid, mengingatkan bahwa perkawinan anak masih menjadi persoalan serius di tingkat akar rumput.

Ia menjelaskan, perkawinan anak adalah perkawinan yang dilakukan oleh seseorang di bawah usia 19 tahun, sesuai ketentuan UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 1974.

“Perkawinan di usia anak tidak hanya melanggar hak asasi manusia, tapi juga bisa menimbulkan kekerasan, penelantaran, dan menghambat masa depan anak,” katanya.

Berdasarkan data DP3AP2KB Jepara, hingga Juni 2025 tercatat ada 117 permohonan dispensasi nikah (diska). 

Mayoritas pemohon berusia antara 16 - 18 tahun. 

Dari jumlah itu, 54 persen karena sudah hamil, 29 persen mengaku ingin menghindari zina, 10 persen karena sudah berhubungan, dan 8 persen karena menghamili.

“Angka ini menjadi peringatan bagi kita semua bahwa pencegahan tidak bisa hanya diserahkan ke pemerintah. Harus menjadi gerakan bersama antara keluarga, masyarakat, dan desa,” tutur Hamid.

DP3AP2KB berharap, melalui program Dekela, seluruh desa dan kelurahan di Jepara bisa memperkuat perlindungan anak serta menciptakan lingkungan yang ramah, aman, dan bebas dari perkawinan dini.

“Tujuan akhirnya, tak lain agar setiap anak Jepara bisa tumbuh dan berkembang secara optimal tanpa ancaman kekerasan maupun pernikahan dini,” tutupnya. (Ito)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.