Ringkasan Berita:
- Kunjungan Prabowo ke Australia berlangsung di tengah sorotan geopolitik kawasan Indo-Pasifik.
- Kunjungan ini bukan sekadar seremoni, tapi sinyal arah diplomasi Indonesia ke depan.
- Australia sebut Indonesia mitra paling penting—apa makna strategis di balik pujian itu?
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto dijadwalkan melakukan kunjungan resmi ke Australia pada Rabu, 12 November 2025.
Dalam lawatan ini, ia akan bertemu dengan Perdana Menteri Australia Anthony Albanese dalam pertemuan bilateral yang bertujuan memperkuat hubungan kedua negara.
Kunjungan ini dikonfirmasi oleh Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi.
“Insyaallah,” ujarnya singkat saat ditanya soal keberangkatan Presiden di Istana Negara, Jakarta, Senin (10/11/2025).
Prasetyo juga membenarkan bahwa pertemuan bilateral dengan PM Albanese akan berlangsung. “Ada,” katanya.
Ia menegaskan bahwa kunjungan ini merupakan bagian dari upaya menjaga dan meningkatkan kedekatan hubungan Indonesia–Australia.
“Dalam rangka membina hubungan bilateral,” tandasnya.
Kunjungan Prabowo ke Australia menjadi kelanjutan dari pertemuan sebelumnya, saat PM Albanese datang ke Jakarta pada 14–16 Mei 2025, tak lama setelah terpilih kembali sebagai kepala pemerintahan. Indonesia saat itu menjadi negara pertama yang dikunjungi Albanese dalam periode barunya.
Dalam kunjungan tersebut, Albanese ditemani sang istri dan sempat bertemu Prabowo di tempat penginapan serta di Istana Merdeka.
Keduanya membahas sejumlah isu strategis, termasuk kerja sama ekonomi, stabilitas kawasan Indo-Pasifik (kawasan strategis yang mencakup Samudra Hindia dan Pasifik), dan hubungan antarwarga.
Sejak dilantik sebagai Presiden RI pada Oktober 2024, Prabowo telah melakukan 35 kunjungan luar negeri ke 24 negara.
Lawatan ke Australia ini menjadi bagian dari rangkaian diplomasi aktif yang menandai pendekatan strategis Indonesia terhadap mitra regional dan global.
Sebelumnya, Prabowo juga menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) APEC—Asia-Pacific Economic Cooperation—di Korea Selatan dan parade peringatan 80 Tahun Kemenangan Perang Perlawanan Rakyat Tiongkok di Beijing.
Australia menempatkan Indonesia sebagai mitra strategis utama di Asia Tenggara, terutama dalam menghadapi tantangan global seperti perubahan iklim, ketahanan energi, dan stabilitas kawasan Indo-Pasifik.
Dalam pemberitaan ABC News Australia, Perdana Menteri Anthony Albanese menyebut kunjungan Prabowo sebagai “kesempatan penting untuk memperdalam kerja sama konkret di bidang perdagangan, pertahanan, dan transisi energi bersih”.
Albanese juga menegaskan bahwa Indonesia adalah “mitra paling penting Australia di Asia Tenggara”, dan mendorong pelaku usaha Australia untuk lebih aktif menjalin kemitraan ekonomi lintas sektor. Pernyataan ini mencerminkan arah kebijakan luar negeri Australia yang semakin terbuka terhadap kerja sama regional berbasis kepentingan bersama.
Dalam wawancara dengan SBS News, Menteri Luar Negeri Australia Penny Wong menyatakan bahwa hubungan diplomatik kedua negara “tidak pernah sekuat ini”. Ia menyebut Indonesia sebagai “sahabat strategis” dan menekankan pentingnya pembaruan Rencana Aksi Kemitraan Strategis Komprehensif, yang mencakup bidang pendidikan, biosekuriti (pengamanan terhadap ancaman biologis), dan teknologi hijau.
Sementara itu, analisis dari The Conversation Australia menyoroti bahwa hubungan Indonesia–Australia memiliki peluang besar untuk “di-reset” menjadi lebih terbuka dan saling menguntungkan. Momentum ini dinilai penting di tengah kepemimpinan baru di masing-masing negara dan dinamika geopolitik kawasan yang terus berkembang.
Bagi masyarakat umum, hasil dari pertemuan ini berpotensi berdampak pada berbagai sektor, mulai dari peluang kerja sama pendidikan lintas negara, program pertukaran pelajar, hingga potensi peningkatan ekspor produk Indonesia ke pasar Australia.
Bagi diaspora Indonesia di Australia, kunjungan ini menjadi sinyal bahwa hubungan kedua negara tetap menjadi prioritas dalam kebijakan luar negeri.