TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG - Lima mahasiswa Semarang terpidana kasus kerusuhan demo peringatan May Semarang menyatakan tidak mengajukan banding atas putusan hakim yakni hukuman pidana 2 bulan dan 16 hari.
Putusan vonis tersebut sebelumnya dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim, Rudy Ruswoyo pada persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Senin (27/10/2025) lalu.
Hanya satu terpidana MJR (21) atau Jovan dari Undip yang sedari awal menyatakan menerima putusan hakim.
Sementara empat terpidana lainnya menyatakan pikir-pikir terdiri dari tiga mahasiswa Unnes MAS (22) alias Akmal, ADA (22) alias Afta, KM (19) alias Kemal, dan ANH (19) atau Afrizal, mahasiswa Universitas Semarang (USM).
"Selepas dipikir-pikir, para mahasiswa dan orangtuanya memilih menerima putusan hakim. Mereka tidak mengajukan banding karena merasa sudah lelah dengan proses hukum tersebut," kata Asisten Pengabdi Bantuan Hukum LBH Semarang, Bagas Budi Santoso kepada Tribun, Senin (10/11/2025).
Bagas mengungkap pula pertimbangan lainnya para terpidana menerima keputusan hakim tersebut karena keempat mahasiswa yang didampingi pihaknya sudah sepenuhnya bebas.
Sebab, vonis hakim 2 bulan 16 hari sesuai dengan masa tahanan yang sudah dijalani oleh para mahasiswa.
"Para mahasiswa ditahan polisi sejak 2 Mei sampai 19 Juni atau selama 48 hari. Ketika di jaksa mereka menjalani tahanan kota selama 182 hari mulai 19 Juni hingga 27 Oktober atau jika dikonversi tahanan kurungan menjadi 26 hari. Jumlah itu sudah jika dikonversi masa tahanan maka sesuai vonis," paparnya.
Selepas divonis bebas, para mahasiswa kembali ke dunia kampus. Mereka kembali menjalani statusnya sebagai mahasiswa.
Namun, menurut Bagas, satu mahasiswa asal Unnes bernama Kemal menemui kesulitan kembali ke kampus karena harus mengulang mata kuliahnya selama 12 Satuan Kredit Semester (SKS).
"Tiga mahasiswa lainnya tidak ada kendala, dua mahasiswa Unnes lain sudah persiapan wisuda dan satu mahasiswa USM tidak mengulang SKS karena ada kepedulian dari seorang dosen," ungkapnya.
Kendati para mahasiswa dan keluarganya menerima putusan hakim, Bagas menyayangkan atas putusan hakim tersebut.
Ia menilai, vonis hakim terhadap para mahasiswa yang terlibat aksi demonstrasi ditakutkan akan menjadi pola intimidasi yang dilakukan aparat melalui mekanisme hukum formal.
Para mahasiswa yang dibawa ke ranah persidangan dianggap sebagai langkah legal tetapi ketika digali lebih dalam upaya tersebut merupakan tindakan Kriminalisasi kepada para mahasiswa pejuang demokrasi.
"Ditakutkan pola ini akan digunakan kembali oleh rezim di masa mendatang," paparnya. (Iwn)