Mahasiswa-Dosen Fakultas Hukum UGM Tolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional
Pandangan Jogja November 11, 2025 04:20 AM
Pusat Kajian Hukum dan Keadilan Sosial Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM) bersama sejumlah mahasiswa dan akademisi menyatakan secara tegas penolakan terhadap rencana penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto.
Pernyataan sikap ini disampaikan dalam forum diskusi yang dihadiri lebih dari 50 mahasiswa di Fakultas Hukum UGM, Jumat (7/11) sore.
Peneliti Pusat Kajian Hukum dan Keadilan Sosial UGM, Alfino Kusumabrata, menyebut bahwa pemberian gelar tersebut merupakan bentuk penyangkalan terhadap pelanggaran hak asasi manusia selama masa pemerintahan Soeharto.
“Ketika ada narasi bahwa pemerintah akan memberikan gelar pahlawan kepada Soeharto, itu sebenarnya adalah bentuk penyangkalan terhadap pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi secara masif selama 32 tahun,” ujar Alfino saat ditemui awak media di lokasi.
Dosen FH UGM, Herlambang Perdana Wiratraman, Jumat (7/11). Foto: Pandangan Jogja/Resti Damayanti
zoom-in-whitePerbesar
Dosen FH UGM, Herlambang Perdana Wiratraman, Jumat (7/11). Foto: Pandangan Jogja/Resti Damayanti
Selain mahasiswa, sikap penolakan juga datang dari kalangan dosen Fakultas Hukum UGM. Dosen FH UGM, Herlambang Perdana Wiratraman, menyebut bahwa sejumlah akademisi lintas kampus turut menyatakan solidaritas terhadap gerakan ini.
“Jejaring kampus, saya terlibat dalam mengorganisasi untuk bersolidaritas, sudah ada lebih dari 600 sekian akademisi, termasuk banyak dari UGM, dari ekonomi, filsafat, hukum juga,” ujarnya.
Herlambang menilai, jika Soeharto ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional, akan muncul konsekuensi serius terhadap upaya penegakan hukum atas kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu.
“Kalau konsekuensi hukum, yang saya pahami ini akan menyulitkan pertanggungjawaban atas kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu, terutama di masa Soeharto,” kata Herlambang.
Peneliti Pusat Kajian Hukum dan Keadilan Sosial UGM, Alfino Kusumabrata, Jumat (7/11). Foto: Pandangan Jogja/Resti Damayanti
zoom-in-whitePerbesar
Peneliti Pusat Kajian Hukum dan Keadilan Sosial UGM, Alfino Kusumabrata, Jumat (7/11). Foto: Pandangan Jogja/Resti Damayanti
Dalam pernyataan resminya, Pusat Kajian Hukum dan Keadilan Sosial FH UGM beserta peserta diskusi menegaskan enam poin sikap:
  • Menolak dan mengutuk keras pemberian gelar Pahlawan Nasional terhadap Soeharto.
  • Mendesakkan pertanggungjawaban hukum Soeharto atas kejahatan hak asasi manusia maupun korupsi yang menimbulkan ketidakadilan sosial.
  • Menegaskan posisi melawan kembalinya militerisme sebagai upaya politik kekuasaan yang dapat merusak pondasi negara hukum dan demokrasi.
  • Menuntut ditegakkannya amanat Reformasi 1998 yang di antaranya berisi tuntutan untuk mengadili Soeharto dan kroninya atas pelanggaran HAM serta penyalahgunaan kekuasaan pada rezim Orde Baru.
  • Menolak penulisan ulang Sejarah Nasional Indonesia era Orde Baru yang dimaksudkan untuk memulihkan nama baik Soeharto.
  • Mengajak seluruh elemen bangsa untuk belajar dari sejarah secara jernih dan kritis agar Indonesia dapat tumbuh lebih demokratis.
© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.