Pahlawan Nasional dan Simbol Perjuangan Buruh
Hari Widodo November 11, 2025 06:31 AM

BANJARMASINPOST.CO.ID- PRESIDEN Republik Indonesia Prabowo Subianto menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada 10 tokoh yang dinilai berjasa besar bagi bangsa dan negara dalam upacara di Istana Jakarta, Senin (10/11/2025).

Penganugerahan Pahlawan Nasional ini dilakukan sebagai bentuk penghargaan negara atas kontribusi para tokoh dalam bidang kepemimpinan, demokrasi, HAM, dan keberpihakan kepada rakyat.

Keputusan tersebut tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 116.TK/Tahun 2025 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional.

Di antara ke sepuluh nama tersebut ada satu nama yang disebut sebagai Pahlawan Nasional termuda, yakni Marsinah dari Nganjuk, Jawa Timur.

Marsinah adalah buruh PT Catur Putera Surya (CPS) di Porong, Jawa Timur yang mengadvokasi kesejahteraan rekan-rekannya, namun justru akhirnya ditemukan dalam kondisi tewas mengenaskan dengan tanda-tanda penyiksaan berat dan mengalami kekerasan seksual. Dan naasnya, itu terjadi dua hari usai dipanggil ke Kodim, pada 8 Mei 1993.

Hingga akhirnya mendapat gelar Pahlawan Nasional, pelaku pembunuhan terhadap Marsinah masih misterius, atau sengaja ditutup-tutupi, karena meski sudah ada putusan hukum para terdakwa kasus itu akhirnya dibebaskan di tingkat kasasi Mahkamah Agung.

Ini tentu ironis, di satu sisi pemerintah memberinya anugerah yang sangat prestisius, namun di sisi lain ada orang yang harus bertanggung jawab terhadap kematiannya, tapi tak tersentuh.

Bahkan bagaimana pemerintah (Orde Baru) memposisikan Marsinah tergambar dalam pentas drama monolog “Marsinah Menggugat” oleh Ratna Sarumpaet pada tahun 1997 yang sempat dilarang oleh polisi.

Mungkin tak ada lagi larangan, apalagi sudah dalam posisi sebagai Pahlawan Nasional. Meski demikian, pemerintah sebenarnya masih memiliki utang untuk menuntaskan misteri kasus Marsinah.

Di samping itu bagi buruh ada pesan yang mendalam dari penganugerahan itu bahwa jangan takut untuk memperjuangkan hak-hak sebagai pekerja. Marsinah menjadi simbol bagaimana buruh berjuang dengan berani berhadapan dengan tembok kekuasaan, aparat dan bahkan hingga bertaruh nyawa.

Di sisi lain, gelar tersebut jangan sekadar gula-gula bagi buruh. Pemerintah harus benar-benar hadir memberi ruang bagi buruh. Harapannya tindakan represif untuk mengekang hak mengeluarkan pendapat, upah buruh murah dengan dalih investasi dan berbagai regulasi yang memasung buruh harus diakhiri.

Pesan kakak Marsinah, Marsini saat menerima anugerah Pahlawan Nasional, layak didengar pemerintah. “Jangan ada PHK-PHK, terutama yang outsourcing. Siapa tahu dengan Pak Prabowo dibuat seperti zaman dulu, tidak ada outsourcing sehingga untuk kehidupan berumah tangga itu bisa berjalan lancar”. (*)

 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.