TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli berkomitmen mengubah paradigma peran Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Ketenagakerjaan.
Ia menyebut fungsi Itjen bukan hanya sebagai pengawas internal, tapi juga harus menjadi mitra strategis yang memberi nilai tambah dan solusi bagi setiap kebijakan serta program kementerian.
“Kita harus mengubah cara pandang dari ‘awas ada Itjen’ menjadi ‘untung ada Itjen’. Inspektorat bukan sekadar pengawas, melainkan bagian dari ekosistem yang membantu kementerian bekerja lebih efektif, efisien, dan berintegritas,” ujar Yassierli saat membuka Rapat Kerja Inspektorat Jenderal, di Ruang Tridharma Kemnaker, Jakarta, Selasa (11/11/2025).
Yassierli menuturkan bahwa transformasi peran Itjen menjadi bagian dari agenda besar reformasi birokrasi di Kemnaker. Reformasi ini menuntut lembaga pemerintah semakin adaptif terhadap perubahan regulasi, percepatan digitalisasi, serta meningkatnya ekspektasi publik terhadap transparansi dan akuntabilitas.
Ia menilai Itjen perlu menerapkan pendekatan pengawasan berbasis konsultasi dan risiko (consulting-based practice dan risk-based approach). Dengan demikian, fungsi Itjen tidak lagi berhenti pada temuan kesalahan, tetapi berperan mencegah risiko dan membantu unit kerja memperbaiki tata kelola sejak tahap perencanaan.
“Pengawasan harus fokus pada area yang berdampak besar bagi publik dan anggaran. Itjen harus hadir sejak awal proses kebijakan, bukan setelah masalah muncul,” katanya.
Selain memperkuat fungsi konsultatif, Yassierli juga menyoroti pentingnya kolaborasi lintas lembaga dengan instansi seperti BPKP, BPK, dan KPK. Menurut Yassierli, sinergi antarlembaga menjadi kunci menciptakan ekosistem pengawasan yang kuat dan efektif.
“Kita ingin Itjen menjadi pusat keunggulan yang tidak hanya memastikan kepatuhan, tetapi juga memberikan rekomendasi strategis. Pengawasan internal harus menjadi value creator bagi organisasi,” ujarnya.
Transformasi ini, lanjut Yassierli, memerlukan dukungan dari sisi sumber daya manusia dan teknologi. Ia mendorong peningkatan kompetensi auditor internal melalui pelatihan, sertifikasi, serta pemanfaatan data analytics dan digitalisasi proses pengawasan.
“Auditor masa kini harus mampu membaca arah kebijakan, menganalisis risiko, dan memberikan nasihat yang solutif. Itjen harus proaktif, bukan reaktif,” tuturnya.
Senada dengan Menaker, Inspektur Jenderal, Roni Dwi Susanto, menyampaikan bahwa tema “Transformasi APIP Menjadi Trusted Advisor” diangkat untuk memperkuat peran dan arah strategis Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).
Menurutnya, paradigma pengawasan perlu bergeser dari sekadar watchdog menjadi mitra strategis bagi pimpinan dan unit kerja dalam mencapai tujuan organisasi.
“Rapat kerja ini kami rancang sebagai momentum menyamakan persepsi dan arah kebijakan seluruh jajaran Itjen. Kami ingin membangun komitmen bersama agar pengawasan tidak hanya berorientasi pada kepatuhan, tetapi juga pada penciptaan nilai tambah melalui manajemen risiko dan konsultasi yang konstruktif,” ujar Roni.
Ia menambahkan, ke depan Itjen Kemnaker akan terus memperkuat tata kelola pengawasan internal yang adaptif terhadap perkembangan lingkungan organisasi dan kemajuan teknologi.
“Kami ingin Inspektorat Jenderal tampil sebagai lembaga yang profesional, inovatif, dan berperan aktif dalam meningkatkan kinerja Kementerian secara keseluruhan,” ucapnya.
Dalam raker tersebut juga menyoroti empat pilar utama transformasi Itjen, yakni Assurance dan Pengendalian Kecurangan, Consulting-Based Practice, Pengawasan Terpadu, serta Kolaborasi dan Sinergi.
Keempat pilar ini menjadi fondasi menuju Itjen Kemnaker yang kredibel, profesional, dan berperan nyata dalam mendukung visi kementerian sebagai Ministry of Manpower and Human Development.