Di masa COVID-19, ia ditelepon seseorang mengatasnamakan dari LSM hendak memeriksa dana komite, namun tidak diketahui jelas LSM tersebut. Merasa diabaikan, lalu melapor ke Polres Luwu menuduh ada pungutan liar. Belakangan, polisi menindaklanjuti lapo
Makassar (ANTARA) - DPRD Provinsi Sulawesi Selatan menyikapi perkara hukum yang mendera dua guru Aparatur Sipil Negara (ASN) SMA Negeri 1 Luwu Utara yakni, Abdul Muis dan Rasnal, yang dijatuhi sanksi berat Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) karena berniat baik menolong 10 guru honorer untuk mendapat gaji mengajar.
"Kami sedikit menyesal, karena terlambat mengetahui persoalan ini. Seandainya sejak awal kami sudah mendapatkan informasi, mungkin kami bisa berbuat lebih banyak," ujar Wakil Ketua DPRD Sulsel Fauzi Andi Wawo dalam rapat dengar pendapat di Kantor Sementara DPRD Sulsel, Makassar, Rabu.
Ia menegaskan, pihaknya bersimpati dan peduli atas apa yang dialami keduanya diputus bersalah oleh Mahkamah Agung (MA) dan menganulir putusan bebas dari Pengadilan Negeri Tipikor Makassar serta harus menjalani tahanan atas kebijakan yang semestinya menjadi perhatian pemerintah demi peningkatan kesejahteraan guru.
"Insya-Allah, DPRD Sulsel segera mengeluarkan rekomendasi untuk merehabilitasi nama Bapak dan mengembalikan semua hak-hak Bapak selama persoalan ini terjadi. Kami juga akan terus mengawal Bapak berdua sampai ada keputusan terbaik atas masalah ini," kata pria disapa Uci itu.
Selain itu, dari pihak Pemerintah Provinsi melalui Badan Kepegawaian Daerah (BKD) menyampaikan gubernur turut menaruh perhatian atas persoalan tersebut serta memerintahkan jajaran eksekutif untuk ikut mengambil peran membantu.
Pelaksana tugas (Plt) BKD Pemprov Sulsel Erwin Sodding mengemukakan, dalam aturan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN pasal 52 ayat 3 huruf i diberhentikan tidak dengan hormat apabila dipidana dengan pidana penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Kendati demikian, Pemprov siap membantu.
"Kami siap menjembatani, pemerintah provinsi, Bapak Gubernur siap menjembatani apabila ada langkah administratif atau langkah hukum ditempuh. Karena, ada dua produk hukum harus ditinjau kembali. Pertama, putusan MA, berikutnya peninjauan kembali Pertek dari BKN. Karena keputusan PTDH diteken gubernur didasari dua putusan tadi," tuturnya.
Dalam RDP itu, Rasnal menjelaskan, awal tahun 2018 ditugasi untuk menjabat Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Luwu Utara, sedangkan Abdul Muis diamanahi menjadi bendahara sekolah. Setelah beberapa hari menjalankan tugas, ada masalah krusial. Sebanyak 10 orang guru honorer tidak menerima gaji selama 10 bulan di tahun 2017.
Sebagai penanggungjawab sekolah, sudah kewajibannya menyelesaikan masalah, lalu mengumpulkan seluruh guru untuk membahas masalah tersebut, termasuk guru honorer yang meminta hak-hak mereka. Kendati ia tahu dana BOS tidak dapat digunakan memenuhi kebutuhan itu, karena aturan juknisnya ketat.
Hasil rapat itu bermuara kepada Komite Sekolah. Rapat bersama dengan Komite Sekolah beserta orang tua murid dilaksanakan. Ia menjelaskan bahwa dana BOS tidak dapat digunakan menggaji guru honorer dan sudah 10 bulan guru honorer tidak mendapat gaji dan insentif.
Sekretaris Komite lalu menunjukkan proposal, bahwa kebutuhan dana diperlukan Rp16 juta per bulan untuk menggaji dan memberikan insentif kepada guru honorer. Usulan pun mengemuka dari orang tua siswa dengan menyampaikan bagaimana bila dana urunan dibagi sesuai jumlah siswa-siswi. Setelah dihitung, urunan atau patungan siswa per bulan Rp17.300. Orang tua murid lainnya mengusulkan dibulatkan Rp20.000.
"Alhamdulillah, semua orang tua setuju. Tidak ada yang keberatan. Palu diketuk dan disepakati Rp20 ribu. Keputusan ini mengembalikan semangat guru honorer, anak-anak belajar normal. Bahkan dulunya malas mendatangi murid di pelosok desa, kini aktif karena ada insentifnya," ucap Rasnal menceritakan.
Program patungan Rp20 ribu per bulan tersebut berjalan sejak 2018, 2019 dan 2020. Di masa COVID-19, ia ditelepon seseorang mengatasnamakan dari LSM hendak memeriksa dana komite, namun tidak diketahui jelas LSM tersebut. Merasa diabaikan, lalu melapor ke Polres Luwu menuduh ada pungutan liar. Belakangan, polisi menindaklanjuti laporan tersebut hingga memeriksanya bersama bendahara.
Persoalan ini kemudian berperkara di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Makassar. Hasil keputusan sidang dan vonis majelis hakim pada 15 Desember 2022, dinyatakan tidak bersalah dan bebas demi hukum karena tidak terbukti unsur korupsi. Namun Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengajukan kasasi ke MA.
Belakangan, pengajuan kasasi itu diterima, dan membatalkan putusan bebas PN Tipikor Makassar. Keduanya diputus bersalah, dijatuhi hukuman pidana 1 tahun penjara 2 bulan penjara dan denda Rp50 juta sesuai putusan MA nomor: 4999 K/Pid.Sus/2023 dan Nomor 4265 K/Pid.Sus/2023.
Setelah pertemuan RDP tersebut, pihaknya akan difasilitasi menyampaikan aspirasi dan pendapat ke Kantor DPR RI di Jakarta berkaitan dugaan keputusan yang salah kaprah. Selain itu, Organisasi PGRI Luwu Utara mengajukan grasi kepada Presiden Prabowo Subianto dengan alasan kemanusiaan terhadap putusan tersebut.







