TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – Sudah satu bulan berlalu sejak truk trailer yang dikemudikan Ryan terseret Kereta Api Harina di perlintasan sebidang Kaligawe, Semarang.
Namun hingga kini, sopir berusia 28 tahun itu masih belum kembali bekerja.
Proses mediasi antara perusahaan truk tempat ia bekerja dan PT Kereta Api Indonesia (KAI) juga masih berjalan.
Sementara status hukum Ryan masih berupa saksi dalam penyelidikan.
Kisahnya bermula pada Oktober lalu, pada sebuah sore yang diguyur hujan deras.
Jalan Kaligawe, yang sejak lama dikenal sebagai titik langganan banjir dan kemacetan, kembali lumpuh.
Genangan air menutup sebagian badan jalan.
Pembangunan dan perbaikan jalan yang tak kunjung rampung menambah kepadatan.
Arus kendaraan dari arah Demak menuju Semarang merayap tanpa kejelasan.
Ryan, yang membawa truk trailer, terjebak di antara antrean panjang kendaraan motor, mobil, bus, hingga truk-truk besar dengan laju tersendat.
“Di depan saya itu ada bus dan mobil-mobil kecil. Di kiri juga penuh."
"Saya enggak bisa lihat palang dari posisi saya, karena saya di lajur kanan dan tertutup kendaraan tinggi,” ujar Ryan saat ditemui di Studio Tribun Jateng, Jumat (14/11/2025).
Ia bercerita, pada saat truknya berada tepat di atas rel Kaligawe, palang kereta belum berbunyi sama sekali.
Lalu lintas yang macet total membuatnya tak bisa bergerak maju maupun mundur.
Dia sudah memiliki firasat bahwa kondisinya berada dalam bahaya, sebelum menutupnya palang pintu.
Ryan sudah merekam kondisinya yang terjebak kemacetan di tengah rel kereta.
Rekaman video itu dikirimkan langsung kepada atasannya.
“Saya sudah berhenti di atas rel sekitar lima menit lebih sebelum palang pintu berbunyi."
"Itu posisi sudah enggak bisa gerak sama sekali. Mau maju enggak bisa, mundur enggak bisa,” tuturnya.
Ketika bunyi peringatan palang kereta terdengar, Ryan baru sadar bahwa posisinya berada di titik paling berbahaya.
Ia sempat berusaha menggeser truk ke kiri saat seorang relawan yang rekamannya kemudian viral memberikan arahan agar membuka ruang evakuasi.
Tetapi ruang gerak di tengah kemacetan itu terlalu sempit.
“Begitu saya buka pintu kabin dan turun, hitungannya cuma beberapa detik."
"Kereta langsung menghantam bagian depan truk,” kata dia.
“Itu benar-benar selisih tipis. Kalau saya telat lari sedikit, mungkin saya sudah ikut tersambar.”
Usai kejadian, Ryan tidak melarikan diri seperti yang sempat dispekulasikan warganet.
Ia menepi dan menunggu atasannya datang.
Ia juga langsung memberikan keterangan kepada polisi di lokasi.
Truk yang dikendarainya kini menjadi barang bukti.
Kabin depan remuk, sebagian bodi terseret puluhan meter oleh laju KA Harina.
Selama satu bulan lebih, Ryan tak bisa bekerja karena perusahaan belum memiliki unit pengganti untuk operasionalnya.
“Enggak ada pemasukan sama sekali. Di rumah ada istri dan anak. Ya bingung juga untuk kebutuhan sehari-hari,” ungkapnya.
Selama proses hukum berjalan, Ryan telah dua kali dipanggil polisi untuk pemeriksaan lanjutan.
Ia juga mengikuti pertemuan mediasi antara pihak perusahaan dan PT KAI.
“Dalam mediasi itu, pihak KAI menyampaikan kerugian mereka sebesar Rp106 juta."
"Dari perusahaan juga menyampaikan kerugiannya karena truk rusak cukup parah,” jelasnya.
Ryan hanya berharap proses ini tidak berkepanjangan.
“Keinginan saya masalah ini cepat selesai. Saya ingin kerja lagi, bisa menghidupi keluarga. Harapannya bisa damai,” ujarnya.
Selain memikirkan nasibnya sendiri, Ryan juga menyampaikan harapan agar sistem pengamanan di perlintasan Kaligawe dievaluasi ulang.
Menurutnya, kondisi macet panjang seperti saat kejadian sangat berisiko, terutama bagi kendaraan besar yang membutuhkan ruang gerak lebih luas.
“Kalau macet panjang begitu, harusnya ada aba-aba tambahan dari penjaga palang."
"Pengendara kan enggak tahu kereta datang kapan. Dari posisi tertentu palangnya enggak kelihatan sama sekali,” katanya.
Perlintasan sebidang Kaligawe memang selama bertahun-tahun menjadi titik rawan kecelakaan di Kota Semarang.
Tidak sedikit kendaraan terutama truk dan bus yang terseret kereta karena terjebak kemacetan serupa.
Kombinasi banjir, padatnya arus kendaraan besar, dan jadwal kereta yang rapat menciptakan risiko yang terus berulang.
Kasus Ryan kembali mengingatkan bahwa masalah di perlintasan Kaligawe bukan semata kelalaian pengendara.
Ada persoalan struktural yang lebih besar tata kelola lalu lintas, banjir, pengawasan perlintasan, hingga proyek infrastruktur yang lambat dan menciptakan kemacetan.
Selama masalah-masalah itu belum dibenahi, perlintasan Kaligawe akan tetap menjadi titik yang menguji nasib para pengemudi setiap harinya. (*)