Jakarta (ANTARA) - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melakukan riset terhadap jenis Kambing Lakor dalam upaya pelestarian dan pemanfaatan keanekaragaman hayati kambing lokal di wilayah Indonesia Timur.
Melalui keterangan di Jakarta, Senin, Kepala Organisasi Riset Pertanian dan Pangan BRIN Puji Lestari menegaskan pentingnya pelestarian sumber daya genetik ternak lokal, khususnya kambing, melalui riset mendalam berbasis molekuler dan pendekatan kearifan lokal.
"Kambing lokal merupakan bagian penting dari sistem kehidupan masyarakat di banyak wilayah Indonesia. Ia menjadi sumber protein hewani yang mudah dijangkau sekaligus aset ekonomi yang bernilai," katanya.
Puji mengingatkan bahwa erosi genetik dapat terjadi jika tekanan persilangan dengan ras unggul tidak diimbangi upaya konservasi plasma nutfah. Sebab dalam beberapa dekade terakhir, tekanan terhadap populasi ternak lokal meningkat seiring penggunaan ras unggul eksotis untuk mengejar produktivitas daging dan susu.
"Jika keragaman genetik hilang, kita bukan hanya kehilangan kekayaan biologis, tetapi juga mengurangi daya adaptasi ternak terhadap perubahan lingkungan dan penyakit," ujarnya menegaskan.
Lebih lanjut, Kepala Pusat Riset Peternakan BRIN Santoso menyampaikan bahwa plasma nutfah kambing lokal Timur Indonesia memiliki potensi genetik yang luar biasa.
Namun, lanjut dia, tekanan populasi akibat persilangan tidak terkendali serta minimnya upaya konservasi sistematis dapat mengancam keberlangsungan Kambing Lakor, di mana ketiadaan upaya konservasi yang sistematis, maka potensi genetik tersebut dapat hilang.
"Nah di sinilah riset dan inovasi sangat berperan penting, bukan hanya untuk memahami keragaman genetik tetapi juga melindungi dan mengembangkannya bagi ketahanan pangan masa depan," ujar Santoso.
Terkait hal tersebut, Peneliti Pusat Riset Peternakan BRIN Procula Rudlof Matitaputty memaparkan hasil penelitian terkait Kambing Lakor dari Pulau Lakor, Maluku Barat Daya.
Ia menjelaskan bahwa Kambing Lakor memiliki banyak keunggulan, mulai dari produktivitas tinggi, adaptasi lingkungan kering, variasi pola warna, hingga pertumbuhan yang cepat, serta menunjukkan bahwa Kambing Lakor termasuk kelompok monofiletik dengan satu garis maternal yang sama, menandakan kemurnian genetik yang kuat.
Namun, Rudlof juga menyoroti sejumlah kendala lapangan seperti minimnya tenaga kesehatan hewan, rendahnya kapasitas peternak dalam manajemen reproduksi, pemasaran hewan produktif yang belum terarah, serta keterbatasan obat dan layanan kesehatan ternak.
Menurut dia, teknologi molekuler seperti genome sequencing semakin penting untuk mengungkap keragaman genetik dengan akurasi tinggi dan mendukung konservasi plasma nutfah.
Di samping itu, kearifan lokal juga memainkan peran besar dalam menjaga keberlanjutan populasi Kambing Lakor.
"Kambing Lakor memiliki prospek pengembangan yang sangat baik. Tingkat keragamannya menjadi modal penting untuk program pemuliaan dan peningkatan produktivitas," tutur Procula Rudlof Matitaputty.
Baca juga: Kementan diminta kembangkan varietas unggul tanaman lada Babel







