Telepon Prabowo, Defence Supporting Economy, dan 7 Jam Bersama Sjafrie Sjamsoeddin
Malvyandie Haryadi November 17, 2025 07:33 PM
Ringkasan Berita:
  • Selama tujuh jam bersama Sjafrie, saya memahami Prabowo dan Indonesia. Sesuatu yang besar sedang terjadi.
  • Patron Indonesia tidak lagi hanya Amerika Serikat, tapi berpencar
  • Doktrin pertahanan Indonesia meletakan militer sebagai pendukung utama pembangunan ekonomi

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dahlan Dahi

TRIBUNNEWS.COM - MESKI pernah meliput perang Irak selama tiga bulan pada 2003, saya bukan wartawan yang memahami militer.

Oleh karena itu, ketika Indonesia di bawah Presiden Prabowo Subianto membeli peralatan perang seperti pesawat tempur dari Perancis, Turki, dan China, muncul pertanyaan: Apakah Indonesia sedang mempersiapkan perang?

Sjafrie Sjamsoeddin adalah tokoh militer Indonesia yang namanya sudah menghiasi media massa Indonesia sejak tahun 1990-an. Saat ini, prajurit Kopassus itu berusia 73 tahun.

Pensiun dengan pangkat letnan jenderal dan mendapatkan jenderal kehormatan dari Prabowo, sahabat karibnya sejak lama. 

Sjafrie diyakini sebagai salah satu tokoh paling penting dalam lingkaran terdalam Prabowo, memiliki akses langsung, sangat berpengaruh dalam dinamika politik, dan dipercaya memimpin Kementerian Pertahanan untuk mewujudkan obsesi militer Prabowo. 

Praktis, Sjafrie merupakan pembantu utama Prabowo di bidang militer, yang, sebagai jenderal bintang empat, memahami dan mendapat respek yang diperlukan untuk mereformasi angkatan bersenjata Indonesia.

Indonesia mengalokasikan anggaran pertahanan 2025 menjadi Rp 245,2 triliun, termasuk di dalam anggaran alat utama sistem senjata (alutsista). Anggaran tersebut merupakan kenaikan dari Rp 166 triliun tahun sebelumnya atau merupakan kenaikan tertinggi sepanjang sejarah Indonesia.

Karena itu, ketika diundang terbang perdana pesawat angkut militer Airbus A400m bersama sembilan pemimpin redaksi dan wartawan senior lain, saya langsung antusias. Saya ingin paham, apa yang terjadi dengan militer Indonesia dan akan bergerak ke mana?

pesawat airbus militer
AIRBUS A400M - Pesawat angkut Airbus A400m di Bandara Sultan Iskandar Muda, Aceh, Minggu (17/11/2025).

Airbus A400m

Sjafrie menyapa wartawan di ruang tamu Landasan Udara (Udara) Halim Perdanakusuma, Jakarta, sekitar pukul 05.30 pagi, Minggu (16/11/2025). 

Ia tersenyum dalam balutan jaket hitam dan menyapa wartawan satu demi satu. Wakil Panglima TNI Jenderal Tandyo Budi Revita dan Wakil Kepala Staf Angkatan Darat, Letjen M Saleh Mustafa, yang memakai seragam militer, ikut mendampingi.

Di landasan, dihiasi udara segar matahari pagi, tidak jauh dari ruang tamu, telah menunggu pesawat terbaru, berbaling-baling, mirip Hercules C130, pesawat angkut militer TNI AU yang selama ini menjadi andalan. 

Dia adalah Airbus A400m. Pesawat berbadan gemuk ini akan terbang perdana menuju Lanud Iskandar Muda di Aceh. Jarak tempuh sekitar 2,5 jam.

"Ini pesawat Airbus m, military," jelas Sjafrie dalam penerbangan. Suara pesawat bising sehingga Sjafrie harus dibantu dua pengeras suara.

Pilot langsung dari Airbus

Butuh waktu bagi pilot Indonesia untuk menerbangkannya langsung, kendati sudah ada pilot TNI yang dilatih.

Ruang dalam pesawat, yang begitu tinggi dan memungkinkan untuk di-setting dua lantai, di-custom menjadi pesawat VIP militer. Kursi VVIP, tempat Sjafrie duduk, dilengkapi meja di depannya.

Hercules C130, yang bisa mengangkut 92 penerjun untuk deploy pasukan, adalah buatan Amerika Serikat.

Pembelian Airbus A400m sebagai pesawat angkut militer mengubah arah: Airbus, yang bisa mengangkut 100-an penerjun, buatan Eropa. Kiblat berpindah.

Indonesia juga memperkuat armada pesawat tempur. Bukan dari Amerika Serikat, melainkan dari Perancis, Turki, dan China.

Dari Perancis, Indonesia akan membeli Dassault Rafale (42 unit, akan tiba bertahap awal 2026), dari China pesawat tempur J-10C, dan pesawat siluman dari Turki, KAAN. Indonesia sedang memperbanyak teman.

Blank Spot

Wilayah yang luas, dari Papua ke Aceh, dengan 17 ribu pulau, merupakan tantangan strategis yang unik bagi pertahanan Indonesia. Kata Sjafrie, luas Indonesia 7,7 juta km2. Lautnya luas, 5,8 juta km2. 

Bayangkan Anda membangun rumah dengan area hampir 6 juta km2, yang sebagian besar tidak bisa dimonitor satpam dan CCTV. Anda tidak akan tahu siapa tamu, siapa pencuri.

Selat Malaka adalah chokepoint, celah laut yang penting, satu dari tiga chokepoint terbesar di dunia. Sekitar 25-30 persen perdagangan dunia melewati Selat Malaka. Yang juga penting: 60-70 persen pasokan energi ke Jepang, Korea Selatan, dan Tiongkok (China) melewati Selat Malaka.

Kontrol atas Selat Malaka strategis. Jika misalnya Selat Malaka ditutup, rute pelayaran akan sangat panjang, melewati Australia. Ingat ketika celah sempit di Laut Merah bermasalah.

Rantai pasokan dunia bermasalah. Kapal-kapal kargo harus melewati rute yang panjang, sampai Afrika, mengakibatkan inefisiensi waktu dan biaya. 

Di udara, masih banyak ruang yang belum bisa di-cover radar. Masih banyak ruang gelap dalam monitor radar nasional kita. Banyak blank spot. 

Misalnya, pesawat hilang di satu blank spot, tidak ada jejaknya sama sekali. Demikian pula kalau pesawat asing lewat di area blank spot itu, sulit untuk mengetahuinya, apalagi mencegahnya.

Sjafrie punya cerita. Dalam salah satu sesi lobi dengan Amerika Serikat, pemerintahan Donald Trump bertanya: Apakah, dalam situasi emergensi, pesawat AS bisa melewati Indonesia?

Secara diplomatis, Sjafrie bilang harus tanya Prabowo. Benar, ia tanya Prabowo. Jawaban Presiden RI: "Ya, dia lewat saja belum tentu kita tahu. Apalagi bisa mencegahnya".

Selimut Udara

Selama tujuh jam bersama Sjafrie, saya memahami Prabowo dan Indonesia. Sesuatu yang besar sedang terjadi.

Indonesia melihat dirinya bangsa besar, kaya. Kekayaan alamnya banyak yang bocor karena blank spot. Sesuatu itu, secara strategi pertahanan (defence), sudah dirumuskan. 

Saat ini sudah dan sedang dieksekusi. Publik sudah membaca berita-beritanya sepotong demi sepotong.

Membeli pesawat tempur. Membangun kapal selam tanpa awak. Membangun industri radar dari teknologi China. Membeli pesawat tempur. Memperkuat kekuatan teritorial, akan membangun batalion di seluruh kabupaten/kota, total 514 batalion.

"Ini bukan (strategi) ofensif," tegas Sjafrie. Maksudnya, Indonesia membangun kekuatan bukan untuk berperang. "Ini (strategi) defensif aktif," katanya. Membangun kekuatan untuk bertahan, melindungi, menjaga, tapi aktif, tidak pasif. 

Artinya, TNI tidak sekadar baris berbaris lalu tidur di barak. TNI harus aktif, bergerak, mengikuti dan mengelola dinamika pertahanan secara aktif. Juga, tentu saja, secara modern.

Lalu, defensif aktif untuk apa? Untuk menggertak Singapura dan Australia? Untuk mempersiapkan perang melawan kekuatan asing di Laut China Selatan? 

Menurut Sjafrie, defensif aktif fokus menjaga kedaulatan, ke dalam. "Untuk menjaga kedaulatan, kita harus kuat (secara militer)," ujarnya.

"Kalau kuat, kita bisa menjaga kedaulatan ekonomi kita".

Nah, itu dia. Defensif aktif diarahkan untuk menjaga kedaulatan ekonomi dengan cara membangun kekuatan militer.

"Defence supporting economy," Sjafrie menjelaskan filosofi doktrin pertahanan pemerintahan Prabowo. Pertahanan mendorong pertumbuhan ekonomi. Ujungnya, kesejahteraan rakyat.

Defensif aktif, menurut Sjafrie, diarahkan untuk mendukung dua program prioritas Prabowo: swasembada pangan dan energi.

Sjafrie menjelaskan mengenai swasembada energi, misalnya di sektor tambang. Banyak yang bocor ke luar.

Timah di Bangka, misalnya. Menurut Sjafrie, antara 1998 sampai September 2025, hanya 20 persen timah Bangka yang bisa diselamatkan. Sebanyak 80 persen diselundupkan ke luar negeri.
Bangka pulau kecil. Timah ditambang di darat dan laut.

Laut wilayah yang rawan. Kapal menyedot pasir, memprosesnya di kapal, mengambil timahnya, lalu diselundupkan ke Singapura atau Malaysia. Wilayah laut Bangka adalah blank spot besar. Bukan baru sekarang tapi sejak puluhan tahun yang lalu.

"Bayangkan," kata Sjafrie. "Singapura tercatat sebagai negara ketujuh terbesar pengekspor nikel. Padahal, sebiji nikel pun dia gak punya". Kenapa bisa begitu? Ya, diyakini karena timah selundupan dari Bangka.

Sejak September, sesuai instruksi Prabowo, TNI "mengepung" Bangka. Mencegah semua kapal penyelundup.

Dalam rangka itulah, untuk mencegah penyelundupan timah, misalnya, kekuatan TNI harus dimodernisasi. Harus bisa mencegah kapal-kapal penyelundup yang semakin modern dari segi peralatan, sistem, dan cara.

Butuh biaya besar, memang. Tetapi kekayaan negara yang bisa diselamatkan juga sangat besar. Menurut Sjafrie, 20 persen timah Bangka itu senilai Rp 1 triliun per tahun. Bayangkan kalau 80 persen penyelundupan itu bisa dihentikan.

"Pak Purbaya tentu senyum-senyum saja," kata Sjafrie. Maksudnya, usaha TNI mencegah penyelundupan akan diikuti dengan penyitaan. Barang sitaan akan diserahkan ke negara, ke Menteri Keuangan, Purbaya.

Contoh lain, Morowali. Daerah penghasil nikel di Sulawesi ini juga menyisakan lubang menganga yang besar. Sjafrie mengungkapkan, ada oknum-oknum, bahkan perusahaan, yang menyelundupkan nikel melalui pesawat komersial. 

Ada juga yang lebih canggih: memiliki akses pelabuhan udara tanpa imigrasi. Artinya, leluasa menyelundupkan nikel lewat udara, dengan pesawat khusus, tanpa kemampuan otoritas secara efektif untuk mengawasi. Blank spot, lubang gelap, yang besar.

TNI, katanya, sedang mempersiakan operasi menghentikan penyelundupan timah di Bangka dan nikel di Morowali.

Sjafrie tidak secara spesifik menjelaskan bagaimana melindungi udara Indonesia yang masih banyak blank spot. Secara high level, ia menjelaskan tentang selimut udara, air blanket.

"Kita memerlukan kekuatan udara untuk melindungi wilayah Indonesia yang teritorialnya seluas Eropa. Kita perlu membangun air blanket," katanya.

Airbus A400m dan pesawat-pesawat tempur yang sudah dan sedang dipesan merupakan bagian dari "strategi selimut udara".

Indonesia juga sedang dan akan membangun drone. Pesawat tanpa awak, katanya, bisa diproduksi masif di dalam negeri karena teknologinya tidak terlalu canggih. 

Biayanya pun murah, sekitar 400 dolar AS per biji. "Ini kan seperti pesawat mainan anak-anak," katanya. Tapi, tegas Sjafrie, pesawat ini bisa menjadi efektif secara militer.

Di laut, untuk menjaga chokepoint seperti Selat Malaka, Indonesia membangun kapal selam tanpa awak (Unmanned Underwater Vehicle, UUV).

PT PAL di Surabaya menjadi pusat produksi mulai 2026.

"Anak-anak bangsa kita sudah bisa memproduksi kapal selam tanpa awak, bisa menyelam enam bulan, dan balik lagi ke permukaan untuk pengisian ulang baterai," tuturnya. "Semua celah (chokepoint) akan diisi kapal selam tanpa awak."

Selain Selat Sunda, chokepoint lain yang strategis bagi pelayaran internasional adalah Selat Sunda, Selat Makassar, Selat Lombok, dan Laut Maluku. Posisinya strategis karena menghubungkan Samudera Hindia dan Pasifik.

Telepon Prabowo

Sjafrie sedang "ngobrol" dengan wartawan di Lanud Iskandar Muda, Aceh, ketika ajudan mendekat. Ia menyerahkan handphone. Sjafrie menerima panggilan, menekan speaker. Semua yang hadir mendengar percakapan.

Di seberang sana, terdengar suara Prabowo. "Siap, Pak. Dilaksanakan," begitu Sjafrie berkali-kali menjawab. Tetap duduk di kursinya, santai, sambil sesekali tersenyum. Percakapan, lebih tepatnya mendengar instruksi Prabowo, berlangsung sekitar lima menit.

Sjafrie menggunakan kesempatan berbicara dengan wartawan sebelum terbang ke Jepang untuk kunjungan kenegaraan. Rencana pertemuan "two plus two" dijadwalkan hari ini, 17 November 2025, membahas isu-isu politik dan keamanan.  

Dari suara telepon terdengar, Prabowo menjelaskan ke Sjafrie bagaimana posisi Indonesia menghadapi isu-isu strategis seperti Laut China Selatan, Taiwan, dan Papua.

Isu-isu tersebut mencakup masalah keamanan dalam negeri Indonesia seperti Papua, isu sengketa perbatasan di Laut China Selatan, dan isu kemerdekaan Taiwan, sesuatu yang sangat sensitif terkait hubungan Indonesia dengan China.

Indonesia, seperti terdengar dari arahan Prabowo, ingin menghormati masalah dalam negeri semua negara sahabat, termasuk China --sikap yang diharapkan dari negara lain terhadap bagaimana Indonesia mengelola isu Papua.

Dari perspektif defensif aktif, China adalah mitra strategis Indonesia -- di Selat Malaka, Laut China Selatan, maupun geopolitik global.

Mengapa Indonesia mengurangi fokus ketergantungan kepada Amerika Serikat? Sjafrie tidak menjelaskan secara detail. Ia hanya mengungkapkan, dalam suatu pertemuan, delegasi AS menawarkan pembelian pesawat tempur.

"Ah, hargamu terlalu mahal," kata Sjafrie, sambil tertawa. Maksudnya, harga peralatan militer AS sangat mahal, memaksa Indonesia mencari mitra strategis lain.

Yang lebih strategis, itu juga memaksa Indonesia untuk melihat dinamika global dengan cara yang berbeda. Tidak lagi berporos ke satu pusat, melainkan berpencar.

Pacar Suster

Dua helikopter TNI AU mengantar rombongan Sjafrie ke Mane, kampung di tepi gunung, udaranya sejuk 90 km dari kota Pidie. 

Di lapangan terbuka, seperti lapangan sepak bola kampung, helikopter mendarat, disambut warga kampung yang ingin melihat helikopter, tentara yang sibuk, dan baliho bergambar Sjafrie dengan topi baret merah.

Rombongan menuju Marshalling Area Yonif TP 857/GG. Ini adalah markas Yonif --ada rumah untuk prajurit (yang bujang maupun berkeluarga), sarana olahraga, dan kantor, serta, tentu saja sarana latihan militer. 

Jangan bayangkan ada mall di sini. Jauh. Dari kampung pun jauh. Praktis, sehari-hari, prajurit dan keluarganya menghabiskan waktu di sini.

Kawasan Mane atau Pidie secara umum adalah area di mana Gerakan Aceh Merdeka (GAM), ketika itu, sangat kuat. Topografi wilayahnya bergunung-gunung, hutan lebat --surga bagi gerakan gerilya.

Sjafrie, ketika masih berpangkat letnan, pernah bertugas di area ini.

Markas Yonif 857 bisa menggambarkan potret TNI saat ini --dan akan bergerak ke mana. Ada sekitar 500 prajurit di batalion ini, artinya masih kurang dari seharusnya seribu prajurit.

Batalion ini hanya dilengkapi 40-an pucuk senjata. Artinya, senjatanya kurang, tidak sampai 10 persen dari jumlah prajurit. Ada tentaranya, senjatanya tidak cukup.

Dalam program teritorialnya, terlihat bagaimana tentara menggarap swasembada pangan: tentara menanam pisang, memelihara sapi, kambing, dan ayam, serta menanam sayur mayur dan memelihara ikan lele. Ada sekitar dua hektar lahan yang digarap.

Seperti jumlah senjata, truk militer, radio komunikasi, dan komputer, luas lahan dan besarnya jumlah panen masuk dalam laporan militer.

Sjafrie memeriksa detail, satu demi satu. Misalnya, kepada prajurit ia bertanya, apakah pisang itu ditanam sendiri atau tanaman warga. Sjafrie juga mengecek asrama dan dapur, melihat sendiri, dan menginterogasi.

Di dapur, ia memeriksa lauk pauk prajurit. Dia mengecek tempe: "Apakah disajikan satu potong atau dua potong", tanya Sjafrie ke prajurit.

"Siap, dua potong," jawab prajurit. Kalau dua potong, ya, begitulah anggarannya. Tapi kalau satu potong, hmm, ada korupsi.

Sjafrie tahu jika ada potensi korupsi di telur: Jika telur disajikan dalam bentuk dadar, berarti ada tanda korupsi. Mengapa? Karena jatah satu butir telur per prajurit bisa dibagi lima. Korupsinya empat biji telur.

"Ayam ini berapa potong seekor," Sjafrie bertanya lagi. Idealnya delapan potong. Kalau 10 potong satu ekor, Sjafrie tahu ada korupsi.

Sjafrie melihat tempat gorengan. Minyaknya sudah berwarna hitam. Dia berteriak, "Hei, ini racun. Minyak seharusnya masih berwarna kuning." 

Muka para prajurit memerah. Begitu Sjafrie berlalu, seorang jenderal saya lihat langsung bisik-bisik agar segera membersihkan tempat gorengan itu. "Jangan ulangi lagi," saya dengar suara yang tegas, tapi sayup-sayup.

alfarisky slkd
PERWIRA MUDA - Letnan Dua Alfarisky.

Sebelum masuk dapur, seorang perwira muda, Alfarisky, menarik perhatian Sjafrie. Ia termasuk prajurit yang baru lulus pendidikan, masih segar. 

Sjafrie bertanya kepada anak muda ini tentang gajinya (Rp 7 juta), berapa dia menabung sebulan (Rp 4 juta), dan berapa dia kirimi ibunya (Rp 2 juta).

"Kamu sudah punya pacar," Sjafrie mengajukan pertanyaan tidak terduga. Perwira muda itu, yang disaksikan rombongan, terlihat sedikit grogi. Lalu ia menguasai diri dan menjelaskan: sudah punya pacar, seorang suster, bekerja di Arab.

"Wah, gaji dia lebih besar, dong," goda Sjafrie. Lalu ia mengingatkan, meski gaji beda, rumah tangga harus dijaga, karena prajurit TNI, "tidak boleh bercerai".

Batalion di Pidie hanyalah satu dari 128 batalion TNI di seluruh Indonesia saat ini. Untuk menjalankan visi defensif aktif, Sjafrie merencanakan tambahan 386 batalion baru. 

Artinya: Kelak, seluruh kabupaten/kota, jumlah 514, akan dijaga satu batalion. Fungsinya menjaga dan mendorong swasembada. Menjaga kedaulatan bangsa.

"Setiap tahun kita akan bangun 150 batalion," ungkap Sjafrie. Setiap batalion diperkuat sekitar seribu prajurit. Artinya, setiap tahun butuh 150 ribu prajurit baru. Dalam lima tahun, 514 batalion akan terbangun. 

"Ini bukan untuk ofensif, menyerang," kata Sjafrie lagi. "Ini untuk menjaga kedaulatan kita. Kalau kita kuat, kita bisa menjaga kedaulatan ekonomi kita". (*)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.