TRIBUNJAKARTA.COM - Telah beredar luas di media massa bahwa Rapat Harian Syuriyah PBNU, di bawah Rais Aam KH. Miftachul Akhyar, meminta Ketua Umum PBNU saat ini, KH. Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya), untuk mengundurkan diri dalam waktu 3x24 jam per tanggal 20 November 2025.
Keputusan ini muncul akibat beberapa pertimbangan, termasuk isu diundangnya narasumber yang dianggap terkait Zionisme dan dugaan pelanggaran tata kelola keuangan organisasi.
Jika Gus Yahya mundur atau diberhentikan secara organisatoris, maka penunjukan Pjs Ketua Umum PBNU akan mengikuti Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) NU.
Mengingat posisi KH. Zulfa Mustofa (Gus Zulfa) saat ini adalah salah satu Wakil Ketua Umum PBNU, maka beliau berada dalam struktur kepengurusan tertinggi yang sah dan logis untuk mengisi posisi sementara tersebut, setidaknya hingga diselenggarakannya mekanisme organisasi yang lebih permanen (seperti Muktamar Luar Biasa atau Muktamar berikutnya).
Berikut ini beberapa alasan, kenapa Gus Zulfa layak memegang estafet (Pjs) ketua Umum PBNU untuk menuntaskan masa bhakti 2026-2027.
Beliau memiliki rekam jejak kepengurusan yang matang, termasuk kiprahnya di GP Ansor dan berbagai jabatan di Majelis Ulama Indonesia (MUI) DKI Jakarta sebelum menjabat sebagai Waketum PBNU.
Selain itu, beliau pernah aktif di lembaga Bahtsul Masail (LBM) PBNU, sebuah forum penting di NU yang membahas masalah-masalah keagamaan kontemporer, sebelum ditarik ke jajaran Tanfidziyah.
Beliau dikenal sebagai ahli Ushul Al-Fiqh dan penyair ulung.
Beliau juga dianugerahi gelar Doktor Honoris Causa di bidang Ilmu Arudl (sastra Arab) dari UIN Sunan Ampel Surabaya.
Latar belakang keilmuannya yang kuat dari pesantren (beliau masih dzuriyah Syekh Nawawi al-Bantani) membuatnya disegani di kalangan ulama dan santri.
Keahliannya dalam bidang istinbath al-ahkam (penetapan hukum Islam) diakui secara luas, dan ini didapatkannya secara bertahap, mulai dari pendidikannya di Pesantren Mathali’ul Falah, Kajen, selama enam tahun (1990-1996) hingga praktik langsung bagaimana melakukan pengambilan dan penetapan hukum Islam di lembaga-lembaga otoritatif, seperti NU dan MUI.
Selain itu, pemikiran dan kontribusi ilmiah dalam bidang hukum Islam dituangkannya dalam kitab-kitabnya yang sangat berbobot.
Kitab Diqqat al-Qannash (2020) mengupas secara jelas pandangan al-Imam al-Syafi’i tentang tata cara penetapan hukum fiqh.
Teori-teori Ushul al-Fiqh dan implementasinya dalam pembuatan fatwa dielaborasi olehnya dengan sangat gamblang dan komprehensif dalam karyanya, al-Fatwa wa-ma Yanbaghi li al-Mutafaqqih Jahluhu (2020).
Karyanya yang juga sangat penting adalah Dlawabith Bahtsil Masa’il wa al-Ifta’ ‘inda Nahdlatil ‘Ulama’ (2022).
Kitab ini mengupas kaidah-kaidah yang digunakan oleh para kyai NU dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan keagamaan dalam Bahtsul Masa’il dan pembuatan fatwa.
Beliau sering menekankan pentingnya menjaga jarak NU dari politik praktis serta teguh pada tanggung jawab agama dan kebangsaan, sejalan dengan prinsip-prinsip dasar NU.
Beliau kerap menjadi narasumber dalam berbagai forum dan seminar, menunjukkan kemampuannya dalam mensosialisasikan visi dan misi NU kepada publik. \
Pada kitab-kitab yang ditulisnya termuat sya’ir-sya’ir Arab yang sangat indah dan bermakna.
Sebagai contoh, dalam kitab Tuhfat al-Qashi wa al-Dani fi Tarjamat al-Syaikh Muhammad Nawawi ibn ‘Umar al-Bantani (2021), yang berisi biografi lengkap al-Syaikh Nawawi, Kyai Zulfa yang merupakan cucu keponakan tokoh besar tersebut menyajikan syair-syair Arab yang menggambarkan berbagai aspek dari al-Syaikh Nawawi.
Dengan latar belakang keilmuan yang kuat dan sikap moderat, Gus Zulfa dapat menjadi figur yang diterima oleh berbagai faksi atau pandangan berbeda di internal NU, yang sangat dibutuhkan di masa transisi atau krisis kepemimpinan Menuju Muktamar Luar Biasa ( MLB NU)
Dengan latar belakang dan kelebihan tersebut, KH. Zulfa Mustofa dinilai memiliki modal sosial dan kapasitas kepemimpinan yang kuat.
Pengalamannya di jajaran Syuriyah (bidang keilmuan dan spiritual) dan Tanfidziyah (bidang eksekutif organisasi) membuatnya memahami seluk beluk organisasi secara komprehensif.
Faktor-faktor tersebut menjadikannya layak tidak hanya sebagai Pjs Ketum, tetapi juga sebagai salah satu kandidat potensial untuk maju sebagai Ketua Umum definitif pada Muktamar NU ke-35 mendatang.
Potensi ini semakin menguat apabila dalam masa jabatannya sebagai Pjs (jika terjadi), beliau mampu mengelola dinamika internal organisasi dengan baik dan mengembalikan marwah PBNU sesuai khittah yang diamanatkan para kiai. Wallahu'alam Bishawab. (KH. Imam Jazuli Lc., MA).