Jakarta (ANTARA) - Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan menepis kabar adanya dugaan sistem pemberian Surat Dukungan Untuk Work and Holiday Visa (SDUWHV) pada skema war day digital melalui situs keimigrasian dimanipulasi oleh "orang dalam" kepada calon pekerja.
"Jadi, semua diberlakukan oleh sistem (digital), tidak lagi oleh orang yang kami dapatkan sebelumnya ini ada permainan orang dalam," kata Direktur Teknologi Informasi Keimigrasian Ditjen Imigrasi Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan Chicco Ahmad Muttaqin dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi XIII DPR RI di kompleks parlemen, Jakarta, Senin.
Kecurigaan para peserta yang tergabung dalam perwakilan gerakan DemoSDUWHV, menurut Chicco, muncul saat sistem mengalami down karena traffic cloud Google melonjak tinggi hingga 1,4 juta pengguna sehingga sisa kuota seleksi tidak tampil di dalam dashboard peserta masing-masing.
"Tetapi karena kekuatan server Google pada saat itu diserang, maka tidak semua peserta SDUWHV bisa melihat dashboard yang terjadi. Biasanya kan kalau di tahun 2024 itu bisa terlihat tuh, tinggal sekian, tinggal sekian, tinggal sekian," ucapnya.
Selain itu, ada dugaan terhadap pemberian email yang terasa acak atas pendaftaran pada 15 Oktober dan 17 Oktober. Chicco mengungkapkan bahwa pemberian email itu tidak acak, sebab peserta yang mendapatkan email adalah peserta yang sudah masuk limit kuota berjumlah 5.000 orang tersebut tidak bisa melakukan verifikasi tahap kedua.
“Akhirnya, peserta yang sudah masuk 5.000 ini, tidak juga bisa melanjutkan untuk ke-verifikasi kedua. Akhirnya, kita berikan link khusus untuk mereka. Jadi, bukan karena kami secara acak atau bukan kami main lotre, tetapi kami melindungi hak kepastian hukum bagi 5.000 yang pertama itu tadi,” ungkapnya.
Di sisi lain, tutur Chicco, terdapat peserta yang tidak mendapatkan email walaupun mendapatkan konfirmasi telah dikirimkan email akan dilakukan rencana kontinjensi atau rencana khusus untuk menindaklanjuti keluhan tersebut.
Pada kesempatan yang sama, Plt. Direktur Jenderal Keimigrasian Yuldi Yusman sekaligus Direktur Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian menambahkan bahwa skema pemberian email dilakukan setelah peserta berada pada tahap menunggu di-waiting room.
Ia juga menjelaskan pemberian email juga bukan dari tindakan asal memilih peserta untuk dapat diloloskan ke dalam sistem.
"Tidak memilih-milih siapa yang akan dikirimi email, tetapi berdasarkan 5.000 yang sudah masuk ke dalam data di kita. Apa istilahnya? Sudah masuk ke dalam waiting room," jelasnya.
Tidak semua peserta, menurut Yuldi, akan dipanggil setelah masuk ke dalam 5.500 kuota peserta. Ia membeberkan beberapa waktu lalu terdapat 38 permohonan yang tidak lolos saat melakukan verifikasi berkas.
"Jadi, tidak semuanya juga yang dikirimi email itu, kemudian mereka mengajukan dokumennya ataupun file-nya itu di-ACC sama kita. Ada 38 permohonan (berkas, .red) itu batal," katanya.
Oleh karena itu, Yuldi meluruskan bahwa gangguan saat pendaftaran SDUWHV murni disebabkan oleh kurang optimalnya infrastruktur digital yang pihak Imigrasi gunakan, bukan perkara orang dalam keimigrasian.
"Perlu kami luruskan bahwa kendala pendaftaran SDUWHV murni disebabkan oleh gangguan teknis infrastruktur. Kaitannya tadi ada salah satu anggota Komisi XIII yang mengatakan adanya indikasi permainan orang dalam. Saya bukan ketua panitia, ketua panitianya adalah Direktur Visa dan Dokumen Perjalanan (Eko Budianto) dan saya sebagai Plt. Dirjen Imigrasi selaku penanggung jawab saya berani dan bersedia menerima informasi sehingga tidak terjadinya fitnah," tuturnya







