Saat Satu Hakim Nilai Ira Puspadewi Tak Terima Korupsi & Harusnya Divonis Lepas
kumparanNEWS November 25, 2025 07:41 PM
Mantan Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry, Ira Puspadewi, divonis 4,5 tahun penjara terkait kasus dugaan korupsi akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) oleh ASDP. Vonis itu dijatuhkan oleh Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Ira juga dihukum pidana denda sebesar Rp 500 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan.
Vonis itu lebih rendah dibandingkan dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Sebelumnya, Ira dituntut pidana 8,5 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 4 bulan kurungan.
Dua terdakwa lainnya, yakni Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP 2020-2024, Harry Muhammad Adhi Caksono, dan Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP 2019-2024, Muhammad Yusuf Hadi, masing-masing divonis pidana 4 tahun penjara.
Menariknya, ada satu hakim yang menilai seharusnya Ira divonis lepas dari tuntutan hukum. Apa pertimbangannya?
Tak Terima Keuntungan, Harusnya Divonis Lepas
Hakim menilai Ira tidak menerima keuntungan dalam kasus dugaan korupsi akuisisi PT JN oleh ASDP.
Hakim anggota, Mardiantos, menyebut bahwa fakta itu terungkap berdasarkan keterangan saksi, pendapat ahli, barang bukti, dan keterangan ketiga terdakwa selama persidangan.
"Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi, pendapat ahli, barang bukti, dan keterangan terdakwa di persidangan, terungkap bahwa Terdakwa I, Terdakwa II, dan Terdakwa III tidak ada memperoleh harta benda dari tindak pidana korupsi dalam proses kerja sama usaha dan proses akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero)," ujar Hakim Mardiantos, kemarin.
Dengan fakta tersebut, kata dia, maka Ira dkk pun dinyatakan tidak dibebankan pembayaran uang pengganti. Namun tetap dihukum penjara.
"Maka, kepada para terdakwa tidak dibebankan untuk membayar uang pengganti," ucap hakim.
Namun pendapat berbeda disampaikan oleh satu hakim yakni Ketua Majelis, Sunoto. Ia menyatakan Ira seharusnya divonis lepas.
Selain itu, Sunoto menilai bahwa perbuatan yang dilakukan oleh Ira dkk murni keputusan bisnis yang dilindungi oleh business judgement rule alih-alih perbuatan tindak pidana.
Perbesar
Terdakwa kasus dugaan korupsi di PT ASDP Harry Muhammad Adhi Caksono, Ira Puspadewi (kanan depan), dan Muhammad Yusuf Hadi (kiri) berjalan untuk menjalani sidang dengan agenda pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (20/11/2025). Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO
Oleh karenanya, kata Sunoto, para terdakwa harus dinyatakan lepas dari segala tuntutan hukum.
"Unsur-unsur tindak pidana korupsi sebagaimana didakwakan tidak terpenuhi secara meyakinkan," ucap Sunoto.
"Maka berdasarkan Pasal 191 ayat 2 KUHAP, para terdakwa seharusnya dinyatakan lepas dari segala tuntutan hukum atau ontslag," imbuh Sunoto.
3 Keraguan dalam Vonis Ira
Dalam pendapatnya yang menilai Ira seharusnya divonis lepas, Sunoto menyatakan bahwa terdapat keragu-raguan substansial yang material dan fundamental dalam perkara korupsi ini.
Setidaknya, ada tiga poin keragu-raguan yang dipaparkan Sunoto, yakni:
Pertama, keraguan tentang niat jahat atau mens rea. Dalam kasus itu, Sunoto menyebut Ira dkk sama sekali tidak mendapat keuntungan pribadi, tidak adanya benturan kepentingan, tidak adanya motif ekonomi yang jelas, dan hasil bisnis yang dilakukan PT ASDP justru menunjukkan pencapaian positif.
Kedua, keraguan ihwal kerugian negara. Terkait hal itu, Sunoto menekankan bahwa tim KPK bukan lembaga berwenang untuk menghitung kerugian negara berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (MA). Tak hanya itu, BPKP pun menolak menghitung kerugian negara, metodologi perhitungan mengandung cacat fundamental, lalu BPK menyimpulkan pelaksanaan akuisisi yang sesuai aturan, dan terdapat perbedaan pendapat ahli yang sangat ekstrem.
Ketiga, adanya keraguan tentang garis batas antara keputusan bisnis yang tidak optimal dengan tindak pidana korupsi.
Dengan adanya keragu-raguan itu, Sunoto pun menekankan bahwa keputusan yang diambil haruslah menguntungkan terdakwa.
"MA menegaskan bahwa apabila dari bukti dapat ditarik dua kesimpulan sama kuatnya, harus diambil kesimpulan yang menguntungkan terdakwa," ucap Sunoto.
"Keragu-raguan substansial ini harus ditafsirkan menguntungkan para terdakwa sesuai asas in dubio pro reo," imbuhnya.
Ira Puspadewi: Kami Tidak Korupsi
Perbesar
Terdakwa kasus dugaan korupsi di PT ASDP Ira Puspadewi (kedua kiri) dan Muhammad Yusuf Hadi (kanan) menyampikan keterangan kepada media usai menjalani sidang dengan agenda pembacaan pvonis di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (20/11/2025). Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO
Ira Puspadewi menekankan pernyataan Majelis Hakim yang menyatakan dirinya bersama dua mantan direksi ASDP lainnya tidak korupsi sama sekali. Hal itu disampaikan Ira usai menjalani sidang vonis kemarin.
"Kami ingin sedikit menggarisbawahi, bahwa seperti yang dinyatakan oleh Majelis Hakim, kami tidak korupsi sama sekali," ujar Ira kepada wartawan.
Dalam kesempatan itu, Ira menyebut bahwa akuisisi yang dilakukan PT ASDP merupakan langkah strategis bagi Indonesia.
"Kami ingin menyatakan bahwa akuisisi ini sangat strategis, bukan hanya untuk ASDP, tapi untuk negara Indonesia," ucap dia.
"Karena apa? Karena dengan adanya akuisisi ini, maka posisi ASDP yang melayani wilayah-wilayah 3T yang terpencil, terluar, terdepan, itu akan menjadi lebih kuat," imbuhnya.
Minta Bantuan Hukum ke Presiden Prabowo
Dalam kesempatan yang sama, Ira meminta perlindungan hukum dari Presiden Prabowo Subianto terkait kasusnya itu. Ia menyebut, perlindungan hukum itu diperlukan bagi para profesional BUMN dalam memberikan terobosan besar bagi Indonesia.
"Kami mohon perlindungan hukum dari Presiden RI bagi para profesional, khususnya BUMN yang melakukan terobosan besar untuk bangsa, bukan hanya untuk perusahaan, tapi untuk bangsa Indonesia," tutur Ira.
Ia menekankan, agar para profesional BUMN yang mengabdi dan memberikan kontribusi besar bagi bangsa tidak dikriminalisasi.
"Mohon doanya dan mohon perlindungan hukum bagi para profesional BUMN agar terobosan yang besar dihargai, bukan dikriminalisasi," kata dia.
Kasus ASDP
Ketiga mantan direksi PT ASDP itu didakwa terlibat kasus dugaan korupsi dalam proses kerja sama usaha dan akuisisi kapal PT JN. Ira dkk didakwa memperkaya orang lain dalam kasus tersebut dan perbuatan mereka disebut telah merugikan keuangan negara hingga Rp 1,27 triliun.
Dalam keterangannya saat membacakan pleidoi atau nota pembelaan, Ira menilai bahwa perhitungan kerugian keuangan negara itu dibuat oleh akuntan forensik dari internal KPK dan berdasarkan hasil perhitungan dosen konstruksi perkapalan.
Faktanya, kata Ira, keduanya tidak memiliki kompetensi karena tidak memiliki sertifikat resmi sebagai penilai publik sebagaimana dipersyaratkan oleh Peraturan Menteri Keuangan.
Ira juga menyebut bahwa Menteri BUMN saat itu, Erick Thohir, juga menyampaikan rasa bangganya atas akuisisi tersebut. Ia juga menegaskan tidak pernah menerima keuntungan pribadi dari proses akuisisi tersebut. Ira menyebut, tidak mengambil uang sepeser pun dalam akuisisi itu.