KPK Jerat 2 Tersangka Kasus Proyek Fiktif di PT PP, Langsung Ditahan
kumparanNEWS November 26, 2025 02:20 AM
KPK menetapkan dua orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi pada sejumlah proyek di Divisi Engineering Procurement and Construction (EPC) di PT Pembangunan Perumahan (Persero) atau PT PP.
Dua orang tersangka itu yakni:
Kepala Divisi EPC PT Pembangunan Perumahan (PT PP), Didik Mardiyanto (DM); dan
Senior Manager, Head of Finance & Human Capital Department Divisi EPC PT PP, Herry Nurdy Nasution (HNN).
"Setelah dilakukan serangkaian kegiatan penyelidikan dan penyidikan, berdasarkan kecukupan alat bukti, KPK kemudian menetapkan tersangka dan melakukan penahanan terhadap 2 orang tersangka," ujar Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (25/11).
Perbesar
Konferensi pers penahanan tersangka kasus dugaan korupsi proyek fiktif di PT Pembangunan Perumahan (PP) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (25/11/2025). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
Asep menyebut, kedua tersangka dilakukan penahanan untuk 20 hari pertama, yakni sejak 25 November 2025 hingga 14 Desember 2025.
"[Ditahan] di Rutan Cabang Gedung Merah Putih KPK," ucap Asep.
Konstruksi Perkara
Asep menjelaskan, perkara ini bermula saat periode 2022-2023. Pada saat itu, Divisi EPC PT PP memiliki beberapa proyek pekerjaan, baik yang dikerjakan sendiri maupun yang bersifat konsorsium atau joint operation.
Pada Juni 2022, Didik Mardiyanto kemudian memerintahkan Herry Nurdy Nasution untuk menyediakan dana sebesar Rp 25 miliar yang diklaim untuk keperluan Proyek Cisem dari tender yang dimenangkan oleh Divisi EPC PT PP.
Asep menerangkan, agar pengeluaran tersebut terlihat wajar, terjadi pengaturan penggunaan vendor atas nama PT Adipati Wijaya dengan menggunakan nama Eris Pristiawan dan Fachrul Rozi selaku office boy.
Perbesar
Direktur Penyidikan (Dirdik) KPK Asep Guntur Rahayu memberikan keterangan terkait hasil Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang melibatkan Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko di gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Minggu (9/11/2025). Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO
"Untuk dibuatkan dokumen purchase order beserta tagihan fiktifnya dan validasi atas dokumen pembayaran tersebut," tutur dia.
Asep menerangkan, setelah dana dibayarkan kepada masing-masing vendor fiktif, Didik dan Herry kemudian menerima dana pencairan dari vendor fiktif tersebut.
"[Dana pencarian] itu diterima melalui stafnya dalam bentuk valas," ungkapnya.
Tak hanya itu, Asep menyebut bahwa selain menggunakan vendor fiktif atas nama korporasi dan perseorangan, juga terdapat vendor fiktif lainnya pada beberapa proyek pekerjaan lain.
Di antaranya yakni atas nama Karyadi selaku driver, Apriyandi selaku office boy, dan Kurniawan selaku Staff Keuangan Divisi EPC PT PP dengan total nilai proyek mencapai Rp 10,8 miliar.
Perbesar
Konferensi pers penahanan tersangka kasus dugaan korupsi proyek fiktif di PT Pembangunan Perumahan (PP) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (25/11/2025). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
Asep mengungkapkan, perbuatan melawan hukum dengan modus penggunaan vendor fiktif ini juga kembali dilakukan Didik dan Herry secara berulang kali.
"Dalam kurun Juni 2022-Maret 2023 terdapat 9 proyek fiktif dengan total mencapai Rp 46,8 miliar, yang dikerjakan oleh Divisi EPC PT PP," papar Asep.
Adapun rincian 9 proyek fiktif selama kurun waktu tersebut yakni:
Pembangunan pabrik peleburan (smelter) nikel di Kolaka senilai Rp 25,3 miliar
Pembangunan Mines of Bahodopi Block 2 & 3 di Morowali senilai Rp 10,8 miliar
Pembangunan Sulut-1 Coal Fired Steam Power Plant di Manado senilai Rp 4 miliar
PSPP Portsite di Timika Papua senilai Rp 1,6 miliar
Mobile Power Plant (MPP) paket 7 di Nabire, Ternate, Bontang, dan Labuan Bajo, senilai total Rp 607 juta
Mobile Power Plant (MPP) paket 8 di Jayapura & Kendari senilai Rp 986 juta
PLTMG Bangkanai di Kalimantan Tengah senilai Rp 2 miliar
Manyar Power Line di Gresik, Jawa Timur senilai Rp 1 miliar
Divisi EPC senilai Rp 504 juta
Asep mengungkapkan bahwa dari nilai proyek Mines of Bahodopi Block 2 & 3, Didik berinisiatif mengalirkan uang tersebut untuk tambahan pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) dan Tunjangan Variabel (TVAR).
Rincian penerimanya masing-masing yakni Kurniawan selaku Staff Keuangan Divisi EPC PT PP sebesar Rp 7,5 miliar dan Apriyandi selaku office boy sebesar Rp 3,3 miliar.
Asep menyebut, perbuatan Didik dan Herry tersebut mengakibatkan kerugian keuangan negara setidaknya sejumlah Rp 46,8 miliar.
"Perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian keuangan negara setidaknya senilai ± Rp 46,8 miliar, akibat adanya pengeluaran dari kas perusahaan untuk pembayaran vendor fiktif yang tidak menghasilkan manfaat apa pun bagi perusahaan," imbuh dia.
Atas perbuatannya, kedua tersangka itu disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Belum ada tanggapan atau keterangan kedua tersangka atas kasus yang menjeratnya tersebut.