Petrus Selestinus
Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI)
Advokat
Riwayat Pendidikan
S1 Fakultas Hukum Universitas Jayabaya
S2 Fakultas Hukum Universitas Jayabaya
Mantan anggota Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN)
Domisili di Jakarta
Berita mengejutkan datang dari Morowali, sebuah Kabupaten di Provinsi Sulawesi Tengah, yang akhir-akhir ini namanya semakin populer bukan saja karena kekayaan alamnya yang luar biasa besar, akan tetapi karena tambang Nikelnya dibiarkan dikelola secara ilegal dengan berbagai fasilitas yang eksklusif berupa sebuah bandara yang dikelola secara tertutup oleh PT. IMIP sejak 2018 s/d sekarang.
Presiden Prabowo Subianto telah perintahkan TNI untuk latihan Komando Gabungan TNI 2025, di kawasan industri Morowali, Sulawesi Tengah, pada tanggal 20 November 2025, tepatnya di lokasi di mana Bandara PT. IMIP berada, sebuah bandara yang selama ini dinilai sebagai bandara tertutup dari otoritas negara dan dikelola dengan sangat eksklusif.
Dalam latihan Komando Gabungan TNI tsb. dihadiri oleh Menteri Pertahanan Jend TNI (Purn) Safrie Sjamsoeddin yang juga sebagai Ketua Pengarah Satuan Tugas Percepatan Penertiban Kawasan Hutan yang dibentuk oleh Presiden Prabowo Subianto, melalui Perpres No. 5 Tahun 2025, dengan tugas menangani permasalahan tata kelola lahan pertambangan, perkebunan dan kawasan hutan dalam rangka optimalisasi penerimaan negara bukan pajak.
Dalam latihan Komando Gabungan TNI 2025 tersebut, Menteri Pertahanan Safrie Sjamsoeddin secara tegas mengatakan bahwa latihan Komando Gabungan TNI 2025 tersebut dilakukan dalam rangka "Penegakan Kedaulatan Negara" dan "penertiban terhadap sektor pertambangan untuk menegakan hak negara atas pemanfaatan lahan pertambangan guna mengoptimalkan penerimaan negara bukan pajak".
Itu berarti pemerintah telah mengungkap fakta yang sesungguhnya sudah "notoire feiten" bahwa di Morowali, terdapat aktivitas penambangan atas kekayaan negara secara ilegal, masif dan dengan fasilitas yang sangat eksklusif berupa sebuah bandara yang dikelola oleh PT. IMIP, di atas lahan seluas 4000 Ha, dibiarkan dan dipelihara terus sejak era kepemimpinan Presiden RI ke 7 Jokowi (tahun 2018 s/d sekarang).
Dalam pernyataannya di hadapan media 20/11/2025, Menteri Pertahanan yang juga Ketua Pengarah Satuan Tugas Percepatan Penertiban Kawasan Hutan Safrie Sjamsoeddin, secara tegas dan marah bahwa apa yang dipraktekan oleh sejumlah pihak di kawasan industri dengan luas lahan sebesar 4000 Ha, termasuk pengelolaan sebuah Bandara PT. IMIP, tanpa otoritas negara hadir, ini jelas sebuah praktek "negara dalam negara".
Apabila kita tarik sikap Safrie Sjamsoeddin tentang penegakan kedaulatan negara dan optimalisasi penerimaan negara bukan pajak, maka pernyataan Safrie Sjamsoeddin harus dipandang sebagai sebuah sikap tegas negara, dimana pemerintah melihat ada peristiwa pidana berupa "kejahatan politik dan ekonomi" paling brutal dipraktekan selama Jokowi Presiden, karena membiarkan praktek bernegara dengan melahirkan "negara dalam negara", di mana Ia tidak tunduk kepada hukum positif bahkan UUD 1945.
Seorang peneliti Etna Caroline Patiasina dalam wawancara dengan Podcast Madilog, mengungkap bahwa di Morowali, di kawasan industri seluas 4000 Ha terdapat sebuah bandara yang tidak ada otoritas negara. Artinya orang dan/atau barang yang keluar dan masuk, dilakukan tanpa otoritas negara mengawasi.
Di dungkapkan juga bahwa, di Bandara PT. IMIP, tidak ada aparatur Bea Cukai, Imigrasi, Airnav (Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Udara Indonesia/LPPNPI), bahkan mereka tidak bisa mengakses ke dalam Bandara PT. IMIP.
Apa yang terjadi dengan Morowali sejak tahun 2018 s/d. sekarang, membuktikan bahwa seluruh kekuatan organ negara (POLRI, DPR, Pemda) lumpuh layu tak berdaya di hadapan praktek bernegara dengan model membangun "negara dalam negara".
Pertanyaannya kepada siapa loyalitas dan kesetiaan PT. IMIP dkk. selama ini, apakah kepada orang tertentu dalam jabatan tertinggi di pemerintahan era Jokowi ataukah loyalitas dan kesetiaan PT. IMIP dkk. selama ini pada kekuatan asing yang berkolaborasi dalam semangat konspiratif dengan oknum pejabat tertinggi di negeri ini?.
Secara hukum, apa yang terjadi di Morowali, sebagaimana diungkap oleh Menteri Pertahanan Safrie Sjamsoeddin jelas merupakan sebuah kejahatan terhadap "kedaulatan negara" karena berpotensi memecah-belah NKRI, merusak sistim hukum dan ekonomi sebagai akibat dari penyalahgunaan kekuasaan pemerintahan yang terjadi selama Presiden RI ke 7 Jokowi berkuasa dan Pimpinan Penegak Hukum (Jaksa Agung dan Kapolri).
Penerapan kekuasaan Presiden selaku Kepala Pemerintahan menurut ketentuan pasal 4 UUD 1945, ibarat menyerahkan sebuah buku cek kosong untuk diisi sendirI kapan saja jika Presiden menghendaki. Ini karena minimnya peraturan perundang-undangan yang mengatur pembatasan terhadap kekuasaan Presiden selaku Kepala Pemerintahan dalam tata kelola pemerintahan.
Selama 10 tahun ini, terjadi penyalahgunaan wewenang oleh Presiden Jokowi, lewat berbagai Peraturan Presiden (PERPRES), atas alasan Presiden selaku Kepala Pemerintahan, sehingga tanpa memperhatikan hirarki dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, Presiden Jokowi langsung mengeluarkan PERPRES, sebagai sarana dalam apa yang disebut "autokrasi legalisme" (membuat hukum untuk membungkus kejahatan yang dilakukan secara bersama-sama dalam sebuah rezim).
Oleh karena itu Presiden Prabowo Subianto tidak boleh hanya menertibkan Hutan dan Tambang yang dikelola secara ilegal dengan merampas kekuasaan negara menurut pasal 33 UUD 45, lewat latihan gabungan Komando TNI 2025, akan tetapi diperlukan sebuah tindakan kepolisian berupa memanggil mantan Presiden Jokowi, Kapolri Listyo Sigit dkk. untuk sebuah penyelidikan guna mengungkan kejahatan dan poltik yang terjadi di Morowali sejak tahun 2018 s/d sekarang, sebagai sebuah pertanggungjawaban pidana.