Penelitian mengenai keberadaan mikroplastik dalam tubuh manusia kembali menunjukkan kenyataan yang mengkhawatirkan. Hal itu diungkapkan dosen Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Unair) Dr Lestari Sudaryanti dr MKes dalam penelitian yang dilakukan di daerah Gresik, Jawa Timur.
Ia mengungkap temuan mikroplastik tidak hanya pada pekerja pemilah sampah, tetapi juga pada air ketuban ibu hamil, darah, dan urine.
Fakta tersebut ia temukan berdasarkan sampel yang diambil dari pekerja pemilah sampah di tiga daerah, yakni (Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Ngitik, Bawean, dan Wringin Anom. Juga, pada air ketuban ibu hamil di Puskesmas dan rumah sakit di Gresik, berkolaborasi dengan NGO Wonjin dari Korea untuk analisis darah dan urine.
"Untuk air ketuban itu, total sampel sekitar 48 dan semuanya positif mengandung mikroplastik," ungkapnya, dikutip dari laman Unair, Kamis (27/11/2025).
Dr Lestari menambahkan mikroplastik juga ditemukan dalam urine dengan jumlah partikel yang berbeda-beda. Semua perhitungan dilakukan menggunakan mikroskop untuk mengetahui jumlah partikel per mililiter.
Adapun hasil identifikasi lengkap dari Korea masih dalam proses, namun secara garis besar diketahui bahwa jenis mikroplastik yang ditemukan terutama dari golongan phthalates. Selain itu, analisis awal menunjukkan keberadaan berbagai senyawa seperti naphthalene, fluorine, pyrene, styrene, serta logam berat seperti kadmium (Cd), timbal, krom (Cr), dan nikel.
"Plastik yang lentur-lentur itu banyak mengandung phthalates, terutama plastik sekali pakai," jelasnya.
Menurutnya, logam berat dapat melekat pada plastik sebagai stabilisator sehingga ikut masuk ke dalam. Untuk memahami bagaimana mikroplastik masuk ke air ketuban, tim peneliti juga menganalisis darah ibu.
Pengiriman sampel ke luar negeri dilakukan dalam bentuk plasma dan whole blood karena lebih memungkinkan daripada membawa sampel air ketuban.
Dampak Mikroplastik
Secara teori, paparan mikroplastik dapat memicu stres oksidatif dan inflamasi, yang kemudian mempengaruhi metabolisme tubuh, termasuk hormon.
"Plastik itu bersifat estrogenik, jadi berisiko pada penyakit-penyakit yang terkait estrogen, misalnya PCOS," jelasnya.
Dr Lestari memaparkan bahwa mikroplastik dapat masuk melalui inhalasi, oral, maupun kulit. Pada sistem pernapasan, mikroplastik dapat terdeposit di alveoli dan berdampak pada gangguan pernapasan seperti PPOK atau Penyakit Paru Obstruktif Kronis.
Lebih jauh lagi, akumulasi plastik dapat mempengaruhi insulin dan metabolisme, sehingga berpotensi meningkatkan risiko diabetes, hipertensi, dan obesitas.
"Berdasarkan pengukuran objektif pada petugas pemilah sampah perempuan itu, kita melihat angka temuan obesitasnya tinggi, sekitar 48 persen kemudian gizi lebihnya itu 17 persen." ungkapnya.
Mikroplastik Bisa Masuk ke Organ Penting Termasuk Otak
Tak hanya itu, Dr Lestari juga memaparkan mikroplastik bisa menyebar secara sistemik melalui darah dan mencapai organ-organ penting, termasuk otak. Sejumlah riset juga menunjukkan kemampuan mikroplastik menembus sawar otak.
Dalam pengujian mikroskopis, mikroplastik memiliki beragam bentuk seperti fiber, filament, dan microbeads.
"Dan microbeads ini yang banyak pada produk skincare yang untuk kaya pembersih muka, untuk mengurangi jerawat."
Masuknya mikroplastik ke tubuh manusia juga berkaitan dengan berbagai proses lingkungan, mulai dari kondensasi di awan, turunnya hujan, absorbsi oleh tanaman, hingga masuk ke rantai makanan melalui plankton dan ikan.
Dampak Mikroplastik pada Bayi
Di sisi lain, temuan seluruh air ketuban pada 48 sampel mengandung mikroplastik memunculkan kekhawatiran tersendiri.
Dr Lestari menjelaskan pemeriksaan Malon DLDH menunjukkan peningkatan kadar pada sebagian sampel, meski analisis korelasi dengan jumlah partikel mikroplastik masih berlangsung.
"Bayi itu makan air ketuban. Jadi pasti ada impact-nya," ujarnya.
Meski begitu, ia menegaskan untuk mengetahui dampak lebih spesifik, perlu adanya penelitian lebih lanjut termasuk studi pada hewan coba. Pada penelitian ini, sebagian besar berat badan bayi berada dalam kategori normal, meski ditemukan sejumlah kasus berat badan lahir rendah.
Ia memberikan beberapa langkah pencegahan terutama bagi masyarakat yang berisiko tinggi terpapar mikroplastik, seperti pekerja di lingkungan TPA. "
Harus pakai alat pelindung diri, masker, dan cuci tangan dengan bersih. Otomatis juga harus rutin kontrol kesehatan. Karena kecenderungan obesitas dan gizi yang lebih banyak, perempuan yang lebih rentan terhadap plastik membawa risiko itu saat hamil. Bayi dalam lingkungan penuh stres oksidatif pun akan mengalami dampaknya pada metabolisme," pungkas Dr Lestari.







