Jakarta (ANTARA) - Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan periode 2024–2025 Muhammad Arif Nuryanta hingga ketiga hakim nonaktif menghadapi sidang vonis terkait kasus dugaan suap terhadap putusan lepas (ontslag) perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah tahun 2023–2025.
Ketiga hakim yang akan menjalani sidang putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu, yakni hakim ketua Djuyamto bersama para hakim anggota Ali Muhtarom dan Agam Syarief Baharuddin, beserta pula mantan Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan.
"Adapun waktunya tentatif karena menunggu kesiapan jaksa penuntut umum menghadirkan para terdakwa,” kata Juru Bicara PN Jakpus Sunoto kepada wartawan.
Arif Nuryanta dituntut pidana penjara selama 15 tahun, pidana denda sebesar Rp500 juta subsider pidana kurungan selama 6 bulan, dan membayar uang pengganti sebesar Rp15,7 miliar subsider 6 tahun penjara.
Dalam perkara tersebut, Arif diduga menerima suap senilai Rp15,7 miliar saat menjabat Wakil Ketua PN Jakarta Pusat.
Atas perbuatannya, Arif didakwa melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 6 ayat (2) atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 5 ayat (2) atau Pasal 11 atau Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara ketiga hakim masing-masing dituntut pidana 12 tahun penjara, pidana denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan, serta membayar uang pengganti dengan rincian Djuyamto senilai Rp9,5 miliar, sedangkan Ali dan Agam masing-masing Rp6,2 miliar, dengan masing-masing subsider 5 tahun penjara.
Adapun ketiga hakim diduga menerima suap secara total Rp21,9 miliar. Untuk itu, ketiganya didakwa melanggar Pasal 6 ayat (2) atau Pasal 12 huruf c atau Pasal 12B jo. Pasal 18 Undang-Undang Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kemudian, Wahyu dituntut 12 tahun penjara, denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan, serta membayar uang pengganti Rp2,4 miliar subsider 6 tahun penjara.
Wahyu disangkakan menerima suap Rp2,4 miliar sebagai perantara yang menghubungkan pihak terdakwa korporasi kasus CPO dengan para hakim yang menyidangkan perkara CPO.
Dengan demikian, Wahyu didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 6 ayat (2) atau Pasal 5 ayat (2) atau Pasal 11 atau Pasal 12B jo. Pasal 18 Undang-Undang Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.







